Muhammadiyah dan Rekonstruksi Politik Kebangsaan

Muhammadiyah dan Rekonstruksi Politik Kebangsaan

Muhammadiyah dan Rekonstruksi Politik Kebangsaan

Prof Dr H Haedar Nashir, MSi

Muhammadiyah melalui Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menyusun pemikiran yang lengkap tentang Indonesia kini dan ke depan dalam buku “Indonesia Berkemajuan: Rekonstruksi Kehidupan Kebangsaan yang Bermakna”. Pemikiran tersebut secara resmi telah disahkan dalam Tanwir Muhammadiyah di Samarinda tahun 2014 dan akan disosialisasikan untuk mendapatkan endorsement dari Muktamar ke-47 tanggal 3-7 Agustus 2015 di Makassar.

Pemikiran tersebut merupakan wujud “jihad kebangsaan”, sekaligus di dalamnya tekandung “ijtihad kebangsaan” karena memuat ide-ide mendasar Muhammadiyah berbasis pandangan Islam yang berkemajuan untuk membawa Indonesia ke era pencerahan. Menurut Ketua Umum PP Muhammasiyah, Prof. H.M. Din Syamsuddin, MA., pemikiran dan langkah strategis kebangsaan yang dilakukan Muhammadiyah seperti itu sebagai manifestasi peran dakwah amar makruf nahi munkar untuk meluruskan kiblat bangsa.

Warga, kader, dan pimpinan Muhammadiyah dituntut memahami pemikiran Indonesi Berkemajuan dan bagaimana menyikapinya. Di antara pemikiran Indonesia Berkemajuan, khusus berkaitan dengan bidang sosial politik, antara lain diuraikan secara ringkas sebagai berikut.

Paradigma

Indonesia Berkemajuan dapat dimaknai sebagai negara utama (al-madinal al-fadhillah), negara berkemakmuran dan berkeadaban (umran), dan negara yang sejahtera. Negara berkemajuan adalah negara yang mendorong terciptanya fungsi kerisalahan dan kerahmatan yang didukung sumber daya manusia yang cerdas, berkepribadian, dan berkeadaban mulia. Karena itu, negara berkemajuan harus mampu menegakkan kedaulatan (wilayah, politik, hukum, ekonomi, dan budaya); mendatangkan kemakmuran (terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan); mewujudkan kebahagiaan material dan spiritual; menjamin kebebasan berpikir, berekspresi, dan beragama; menghormati hak asasi manusia; dan menciptakan keamanan dan jaminan masa depan.

Dalam perspektif politik, Indonesia Berkemajuan adalah negara demokrasi yang dijiwai oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, berdasarkan hukum yang berkeadilan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai keberadaban. Demokrasi “yang dijiwai oleh hikmat kebijaksanaan” adalah demokrasi yang bertumpu pada pengetahuan tentang tujuan bernegara dan realitas kehidupan bangsa yang beragam. Prinsip permusyawaratan/perwakilan tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang mewadahi aspirasi partai politik, golongan, dan organisasi masyarakat secara berkeadilan.

Demokrasi dalam kehidupan kebangsaan yang berkemajuan harus beretika tinggi yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan. Etika politik berdemokrasi ini ditunjukkan dalam sistem tindakan yang mengedepankan perilaku jujur, damai, kesatria, dan saling menghormati; dan menolak tindakan-tindakan anarkis, praktik-praktik yang menghalalkan segala cara, kekerasan, dan kecurangan.

Indonesia Berkemajuan dalam kehidupan politik mensyaratkan tegaknya negara hukum yang melindungi hak dan kewajiban warga negara, memajukan kesejahteraan rakyat secara merata, serta menjamin kepastian dan keadilan hukum. Dengan mendasarkan pada aturan hukum, negara berkemajuan menjunjung tinggi nilai-nilai keberadaban dengan memberikan ruang untuk partisipasi, kreativitas, dan inovasi yang bertumpu pada nilai-nilai etika dan moral yang berbasis agama dan budaya luhur bangsa. Keseluruhan proses tersebut harus dapat menjamin optimalisasi pengembangan potensi warga negara baik secara individu maupun kolektif untuk mendatangkan kemajuan kehidupan bangsa.

Permasalahan

Perjalanan Indonesia dalam proses pembentukan bangsa telah membawa berbagai kemajuan di bidang sosial-politik. Kini Indonesia menjadi negara demokrasi melalui proses transisi dan konsolidasi yang relatif damai. Kondisi demikian merupakan modal penting untuk mewujudkan cita-cita bersama, yaitu terbentuknya situasi aman, adil, makmur, dan sejahtera. Akan tetapi, jalan untuk menuju cita-cita tersebut tampknya masih panjang. Terlepas dari kemajuan yang telah dicapai, Indonesia masih dihadapkan kepada pelbagai persoalan yang kompleks. Sejumlah masalah masih menjadi realitas dalam kehidupan sosial-politik di negeri ini, yakni antara lain:

Pertama: Paradoks Amandemen UUD 1945. Masalah yang paling utama adalah tercerabutnya ruh yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dari pasal-pasal baru sebagai hasil dari amandemen. Padahal justru dalam Pembukaan UUD 1945 itulah termaktub esensi dari terbentuknya negara Indonesia merdeka dan arah yang hendak dituju serta cara yang harus diikuti. Kedua, Kualitas Demokrasi dan Pemilu. Demokrasi yang berkembang di Indonesia masih dianggap bersifat prosedural yang sulit berjalan beriringan dengan demokrasi substansial yang menimbulkan praktik pemilu yang disertai jual-beli suara, penggelembungan suara, politik uang, dan kanibalisme politik yang ditandai oleh rivalitas antar calon dalam satu partai. Praktik demokrasi masih diwarnai oleh banyak penyelenggara pemilu yang partisan dan tidak netral, serta berbiaya tinggi.

Ketiga: Lemahnya Etika dan Budaya Politik. Dalam kehidupan politik banyak pihak mengambil sikap pintas, kehilangan solidaritas, dan mementingkan kepentingan kelompok atau individu yang sempit dan berdimensi jangka pendek. Kondisi kejiwaan seperti inilah yang membuat masyarakat bertindak mengabaikan etika dan budaya dalam kehidupan sosial-politik mereka. Pragmatisme di segala bidang memainkan peran teramat penting bagi tergerusnya etika dan budaya. Tanpa malu-malu, politik telah dijadikan sebagai komoditi atau barang dagangan yang diperjual-belikan atas dasar kesesuaian harga. Politik tidak lagi dianggap sebagai panggilan (calling) yang digeluti oleh mereka yang memang memiliki nilai-nilai luhur untuk memperjuangkan cita-cita bersama melalui politik.

Rekonstruksi

Dalam buku Indonesia Berkemajuan disebutkan antara lain tentang agenda rekonstruksi. Agenda pertama ialah Menata Ulang Konstitusi dan Perundang-undangan untuk memberikan arah pada demokrasi kita yang sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa yang berlandaskan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, Pelurusan Peran Partai Politik. Peran partai politik adalah merumuskan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Selain itu, partai politik juga mempunyai kewajiban untuk melakukan pendidikan, rekrutmen, sosialisasi, dan komunikasi politik. Dalam kenyataannya, dewasa ini, fungsi-fungsi tersebut telah gagal dijalankan oleh partai politik. Akibatnya, kepentingan rakyat terabaikan, praktek-praktek politik bersifat transaksional, kesadaran politik masyarakat bersifat semu, dan aktivisme oligarki dan plutokrasi politik marak berkembang. Situasi yang tidak semestinya ini disebabkan terutama oleh tergerusnya nilai-nilai fundamental kepartaian (ideologi), hilangnya budaya malu, memudarnya semangat untuk bekerja keras, dan berkembangnya pragmatisme politik yang masif. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut diperlukan langkah-langkah perbaikan sebagaimana berikut.

Pertama, Memperbaiki praktik demokrasi di lingkungan internal partai politik. Hal ini dapat dimulai dengan memberikan pemahaman yang otentik mengenai demokrasi serta melakukan sosialisasi nilai-nilai dasar perjuangan partai. Kedua, Memberikan pencerahan kepada para pimpinan dan aktivis partai politik bahwa politik bukanlah komoditas yang bisa diperjual-belikan. Alih-alih, hal tersebut merupakan panggilan (beruf atau calling). Untuk itu proses, sejalan dengan pintu partisipasi yang terbuka lebar, rekrutmen politik harus benar-benar didasarkan pada integritas dan kompetensi, bukan pada hubungan keluarga dan patron-client, sumberdaya uang, dan popularitas semu. Dengan langkah seperti ini, rekrutmen politik akan menghasilkan elit politik yang mengabdikan dirinyauntuk kepentingan bangsa dan negara (benevolent elite).

Kedua, Memperkuat komitmen bahwa demokrasi harus dikembangkan melalui kompetisi yang sehat, tanpa kekerasan, bebas dan jujur, melibatkan partisipasi penuh warga negara serta memperhatikan keikut-sertaan perempuan dan keadilan gender. Ketiga, Diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengembalikan pendulum kekuasaan pada partai guna menjamin berlangsungnya kompetisi yang sehat. Untuk itu sistem pemilu yang mampu menempatkan partai politik menjadi kekuatan utama dalam memobilisasi pemilih merupakan keharusan. Dalam konteks ini, partai politik perlu didorong untuk memperjelas platform politiknya. Landasan idelogi yang dimilikinya harus diterjemahkan ke dalam program kerja yang jelas dan kongkrit agar bisa dipertanggungjawabkan dan dirasakan oleh rakyat.

Keempat, di atas itu semua, diperlukan sistem pemilu yang lebih sesuai: proporsional terbuka atau gabungan antara proporsional dan distrik.Terkait dengan seringnya penyelenggaraan pemilukada yang menghabiskan banyak anggaran, perlu upaya untuk membatasi jumlah pemilu dengan cara menyatukan pelaksanaan pemilu. Dalam pemilu nasional perlu digabungkan antara pemilu legislatif dan eksekutif. Alternatif lainnya adalah pemilu legislatif dan eksekutif tetap dipisah, namun pemilihan Presiden, Gubernur, Walikota dan Bupati dilakukan secara bersamaan. Dengan demikian, biaya penyelenggaraan pemilu dapat dihemat, lebih efisien, dan tidak mendatangkan rasa jenuh bagi masyarakat.

Untuk membangun masyarakat kewargaan perlu dikembangkan ruang publik yang bebas (free public sphere), ketaatan pada hukum, iklim demokrasi yang sehat, toleransi, dan wawasan multikultural. Namun demikian, masyarakat tidak boleh tercerabut dari akar budaya dan falsafah negara yang melandasinya. Falsafah bangsa yang menjadi dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila perlu didorong agar tetap mewarnai dan membentuk seluruh aspek kehidupan bangsa. Lebih jauh, Pancasila sebagai ideologi bangsa harus mampu bersanding dengan ideologi-ideologi lain yang berkembang di dunia. Dengan demikian, Pancasila dapat menjadi perisai bagi warga negara dari pengaruh negatif perkembangan global.

Komitmen Muhammadiyah

Terkait dengan agenda rekonstruksi kehidupan kebangsaan khususnya dalam bidang sosial-politik, sejumlah hal yang berkaitan dengan langkah Muhammadiyah ke depan terutama dalam menghadapi masalah dan kepentingan rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna dalam bidang sosial-politik. Pemikiran Indonesia Berkemajuan perlu terus digelorakan baik dalam komniasi lisan, tulisan, dan peran sosialisasi maupun dalam usaha mewujudkannya bersama seluruh kekuatan bangsa lebih-lebih lembaga-lembaga pemerintahan. Muhammadiyah secara umum teus melakukan gerakan politik kebangsaan, yaitu gerakan dakwah amar makruf nahi munkar dalam mempengaruhi kebijakan negara agar sejalan dengan jiwa, pikiran, dan cita-cita kemerekaan serta dalam perspektif Muhammadiyah sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Muhammadiyah sungguh berpengalaman panjang dan paham akan dinamika kehidupan kebangsaan da kenegaraan sepanjang era. Bukan hanya sesudah Indonesia merdeka, bahkan sejak perjuangan kebangkitan nasional melawan penjajahan, gerakan ini menghadapi beragam situasi politik. Dalam forum Konsolidasi Nasional tanggal 6 April 2013 di Yogyakarta digariskan Komitmen Muhammadiyah sebagai berikut: Warga dan Pimpinan Muhammadiyah di seluruh lingkungan Persyarikatan dalam menghadapi pekembangan situasi saat ini sesuai dengan prinsip-prinsip gerakan dan kebijakan organisasi yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah diminta untuk mengindahkan hal-hal sebagai berikut:

(1) Mencermati perkembangan situasi nasional maupun lokal secara jernih, cerdas, dan bijaksana dengan mengikuti arahan dan kebijakan Pimpinan Pusat;

(2) Demi kemaslahatan Persyarikatan melaksanakan Khittah dan Kebijakan Organisasi tentang politik dengan konsisten dan etika yang luhur;

(3) Mengedepankan kebersamaan, kekompakkan, dan kepentingan Persyarikatan serta tidak melibatkan kepentingan-kepentingan yang dapat mengganggu keutuhan dan prinsip-prinsip gerakan;

(4) Menunjukkan keteladanan yang baik (uswah hasanah) serta menghindarkan diri dari praktik politik uang serta segala bentuk tindakan yang bertentangan dengan akhlak mulia (al-akhlaq al-karimah) dan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah;

(5) Berkiprah proaktif dalam memajukan kehidupan bangsa serta menjaga kerukunan, kedamaian, ketertiban, dan kebaikan bersama dalam masyarakat sebagai wujud dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan menyebarkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan kebangsaan dan kemanusiaan universal;

(6) Memperkokoh posisi dan peran Muhammadiyah sebagai gerakan kultural yang mengemban misi dakwah dan tajdid untuk mencerahkan (membebaskan, memberdayakan, dan memajukan) kehidupan bangsa dan memperkuat masyarakat madani sebagai pilar strategis bangsa dan negara.

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 14 Tahun 2015

Exit mobile version