Muhammadiyah memang ketinggalan dalam menangani sektor pertanian. Kalau memang Muhammadiyah ingin menjadikannya sebagai pilar ke-3 dari gerakannya, itu luar biasa. Masalahnya, ketika Muhammadiyah melakukan pendampingan pada akhirnya suplai pasar juga yang menentukan. Ada permintaan tidak ada barang yang disuplai di pertanian, itu masalah yang terjadi dilapangan.
Kondisi petani dilingkungan saya, kadang mereka tidak memiliki sawah. Mereka hanya menjadi buruh tani. Coba bayangkan , petani tidak memiliki sawah. Program pemerintah bentuknya kayak apapun, selama para petani tidak mempunyai tanah, semua program hancur. Itu salah satu ironisnya di Indonesia.
Bagaimana Muhammadiyah masuk keranah itu, ketika kepemilikan tanah para petani tidak ada. Kecuali, mereka berubah di sektor pertanian dengan mengalihkan fungsi dan memberdayakan tanah-tanah yang tidak bermanfaat menjadi kolam ikan. Akhirnya apa? Mereka hanya memanfaatkan tanah dengan menanam sayur yang hanya musiman dengan umur 15 hari sudah panen saat musim gaduh. Itulah gambaran sektor pertanian di Indonesia. Bagaimana meningkatkan kesejahteraan mereka? Butuh kerja keras yang luar biasa.
Peran Muhammadiyah disini, adalah Muhammadiyah harus mendorong pemerintah dengan keras dan serius di sektor pertanian ini. Kalau pertanian dibangun dengan jelas dan terarah, sukses kok pertanian. Ada pemain besar yang membiarkan sektor pertanian begitu saja. Sehingga nanti ada ruang bagi mereka untuk melakukan import, dengan berbagai alasan.
Akhirnya apa? Pertaniaan hanya sebagai eksploitasi politik saja. Para petani sebagai objek politik setiap pemilu.
————-
Ahmad Basri, SIP
Wirausaha sektor pertanian Muhammadiyah di Lampung