Muhammadiyah sebagai salah satu institusi Islam yang terbesar di negeri ini, harus mengambil peran penting dalam mengembalikan kedaulatan pangan ini. Muhammadiyah telah memiliki segudang pengalaman di bidang pendidikan, Muhammadiyah juga sangat berpengalaman di bidang pemikiran yang bersifat pembaruan. Di Bidang pertanian, Islam pernah sangat maju di abad 8 sampai 12 M atau 2 – 6 H. Bahkan di puncak kemajuan ini, teori pertanian Islam yang dikumpulkan oleh Ibnu Awwam yang diberi nama Kitab Al-Filaha – dalam bahasa aslinya bahasa Arab – menjadi rujukan pertanian di dunia barat selama 7 abad berikutnya. Kitab ini baru kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Spanyol dan bahasa Perancis di abad 19.
Kitab tersebut juga baru diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh tim internasional yang dipimpin langsung oleh anak didik Muhammadiyah dari Indonesia (Muhaimin Iqbal, Lulusan SMA Muhammadiyah I Yogyakarta 1981).
Kitab inilah yang dapat menjadi rujukan untuk bangkitnya Pertanian di Indonesia. Pertanian yang merujuk langsung pada Al-Qur’an dan Hadits, pertanian yang menjaga kesimbangan alam dan merupakan perwujudan nyata dari tugas memakmurkan bumi ini, (QS 11:61)
Jadi persis seperti prinsip yang dipegang teguh di Muhammadiyah, bahwa segala urusan harus dikembalikan pada Al-Qur’an dan Hadits. Demikian pula ketika kita bertani. Dalam kondisi terpuruknya pertanian negeri ini sekarang – sampai-sampai semua bahan makanan harus diimpor – kita butuh mukjizat untuk melakukan perbaikan yang fundamental. Dari mana mukjizat itu ? Jawabannya, hanya dengan Al-Qur’an.
Muhammadiyah telah siap mengimplementasikan pertanian secara Islam ini (Islamic Agriculture). Karena kader Muhammadiyahlah yang merintis Islamic Agriculture di Indonesia dan telah berdiri Madrasah Al-Filaha yang secara khusus mengajarkan cara bertani menurut Islam.
—–
Muhaimin Iqbal
Pemilik Kawasan Pertanian dan Peternakan ‘Jonggol Farm’ (Bogor)