APBN Indonesia tahun 2015 hanya Rp 2.039 Trilyun, ini sudah mengalami kenaikan dari tahun 2014 yang hanya Rp 1.816,7 dan tahun 2013 sebanyak Rp 1.657 trilyun. Sedangkan menurut hitungan Susi Pudjiastuti, Menteri Perikanan dan Kelautan, hitungan kerugian negara akibat pencurian ikan oleh perusahaan asing sekitar 3.000 trilyun setiap tahun. Jadi, seandainya bisa dioptimalkkan dan tidak ada kebocoran serta pencurian, APBN Indonesia dapat dicukupi hanya dari sektor kelautan.
Menurut Susi, di masa awal dia menjabat sebagai menteri Menteri Perikanan dan Kelautan, hitungan itu dianggap sebagai hitungan ngawur dan tidak ilmiah. Namun ternyata angka itu di kemudian hari terbukti mendekati estimasi dari Direktur Pelaksana Bank Dunia yang juga bekas Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Sri Mulyani Indrawati.
Sri Mulyani menyatakan, kerugian atas pencurian ikan mencapai USD 20 miliar pertahun, menurut hitungan FAO (lembaga PBB yang mengurusi makanan) malah lebih tinggi lagi yaitu USD 50 miliar pertahun.
Bagaimanakan nasib nelayan apalagi para buruh nelayan yang setuap hari memeras keringat dan mempertaruhkan nasib di lautan? Mayoritas dari mereka selalu berada di bawah angka garis kemiskinan. Kekayaan laut Indonesia semuanya nyaris habis dijarah orang asing. Kekayaan laut kita hanya menyejahterakan orang lain.
Hal yang sama juga terjadi di sektor pertanian. Fenomenanya lebih mengenaskan. Walau pun negara kita sangat luas dan mayoritas tanahnya subur makmur. Apapun bisa ditanam dan menghasilkan. Nasib petaninya sangat mengenaskan. Mereka tidak bisa mengandalkan hidup dari sektor ini. Saat panen, harga hasil produksi pertanian sangat rendah. Pada saat tanam, harga pupuk naik tinggi. Nampaknya tidak ada kontrol negara terhadap harga hasil produksi pertanian maupun harga pupuk. Akhirnya, tidak ada korelasi antara melimpahnya hasil produksi pertanian dengan tingkat ekonomi masyarakat. Kebutuhan sehari-hari justru diperoleh dari impor.
Tidak salah, jika Survey Ekonomi yang dilakukan OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) menunjukkan bahwa pada tahun 2012, 14,3% penduduk desa berada di bawah garis kemiskinan. Sementara penduduk kota yang miskin hanya sebesar 8,4%. Artinya, para petani dan nelayan adalah lumbung kemiskinan. Meskipun sudah sejak lama hal ini disadari, namun belum pernah ada regulasi atau aksi yang mampu menjawab atau minimal menjembatani problem ini.
Menurut Ketua MPM PWM DIY, Dwi Kuswantoro, isu kedaulatan pangan hanya digembar-gemborkan saat musim kampanye. Namun itu hanya dijadikan strategi parpol maupun calon presiden untuk merayu agar rakyat mau memberi banyak suara kepadanya. Namun, petani dan kaum miskin yang lain tidak pernah mengalami perbaikan nasib. Pemerintah lebih suka mengimpor daripada lebih serius menata infrastruktur yang dibutukan untuk mencapai swasembada pangan dan memperbaiki nasib rakyat.
Kalau melihat kebijakan pemerintah melalui penyaluran APBN 2015, permasalahan ini belum mendapat jawaban yang signifikan. APBN 2015 fokusnya akan diarahkan pada pembangunan infrastruktur dan pertanian. Kebijakan ini, satu sisi, sedikit akan menjembatani problem pertanian, kelautan, dan perikanan. Namun, sisi lain, sebenarnya yang dibutuhkan adalah lebih jauh dari itu. Yaitu bersentuhan langsung dengan petani, buruh, dan nelayan. Kebijakan dan program yang memihak petani dan nelayan.
Kesadaran terhadap fenomena kemiskinan, keterpurukan petani dan nelayan, dan kurangnya nyali keberpihakan pemerintah inilah yang melandasi Persyarikatan Muhammadiyah untuk lebih memperkuat sektor pertanian, perikanan, dan kelautan sebagai pilar penting pengembangan Persyarikatan.
Luasnya jaringan Muhammadiyah hingga ke akar rumput adalah modal sosial yang kuat dalam mengembangkan ini. Dalam beberapa tahun terakhir, Persyarikatan bahkan sudah lebih kuat melirik pengembangan tersebut. Landasan teologis dan sosiologis sudah lebih dari cukup untuk melakukannya sendiri. Meninggalkan negara yang sudah tidak lagi sensitif.
Muhammadiyah melalui Majelis Pengembangan Masyarakat (MPM) bahkan sudah melangkah sangat jauh. Bukan hanya menyiapkan, tetapi juga beragam aksi yang memberikan jawaban. Tidak melulu menanamkan kesadaran dan membangkitkan gairah, namun juga memberi jalan dan menemani mengeksplorasi potensi pertanian dan kelautan. MPM sudah menambah daftar bagaimana mengubah budaya kemiskinan dengan memanfaatkan lahan kurang produktif menjadi bermanfaat untuk petani dan nelayan, bahkan masyarakat secara umum.
Dan hal ini, Persyarikatan tidak bisa berhenti. Tidak boleh berhenti. Sebagaimana sering didengungkan Dr H Said Tuhuleley (Allahuyarham), “Selagi masih ada rakyat yang miskin lagi menderita, tidak ada kata istirahat!” Lebih dari itu, dalam sejarahnya, oleh karena faktor ketertindasan inilah Muhammadiyah hadir dan memberikan jawaban. Bahwa umat Islam tidak boleh tertinggal daripada umat lain. Umat Islam mesti bangkit dan memberikan manfaat untuk banyak orang. Memberikan pencerahan bukan hanya agama, tetapi juga ekonomi. Bukan saja kepada warga Muhammadiyah, namun bahkan kepada umat Islam dan bangsa ini. Terlebih mayoritas petani, nelayan, dan kaum mustad’afin yang dimiskiankan oleh ketidaktepatan kebijakan dan pengabaian oleh negara ini adalah orang Islam.
Lebih dari itu, mantan Ketua KPK Dr. H. Busyro Muqoddas, saat berbicara di pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah tanggal 3 Ramadhan kemarin juga mendorong agar Muhammadiyah lebih aktif untuk mentransformasikan theologinya di ruang publik. Menurut Busyro, di negeri ini semakin banyak jenis korupsi yang semakin canggih dan semakin jahat sehingga semakin menyengsarakan rakyat.
Pokok kemiskinan dan penderitaan rakyat ini adalah karena praktek korupsi yang semakin canggih mencengkeram Indonesia. Selama ini LSM lingkungan hidup dan aktivis tambang semacam Walhi, Jatam juga ICW dan lainnya sudah terus bersuara, namun tidak ada yang menjembatani mereka sehingga menjadi satu kekuatan yang kokoh.
Menurut Busyro, Muhammadiyah mempunyai kapasitas untuk menjembatani kekuatan-kekuatan itu. Muhammadiyah mempunyai wibawa untuk mengundang mereka dan merumuskan agenda bersama untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai bentuk penderitaan kemiskinan.
Senada dengan hal itu, ketua PWM Riau, Prof Dr Irwan Effendi juga menyatakan kalau Muhammadiyah sebenarnya bisa melakukan banyak hal dalam hal ini. Mulai dari sekedar memperkuat advokasi terhadap regulasi yang dibuat oleh pemerintah, sampai pada pendampingan untuk pemenuhan infrastruktur yang dibutuhkan.
Menurut ahli kehutanan ini Muhammadiyah sedikit banyak sudah memiliki infrastruktur yang dibutuhkan. Salah satunya adalah adanya jaringan perguruan tinggi Muhammadiyah yang tersebar di seluruh wilayah RI. Sumber daya yang ada di seluruh PTM sudah cukup untuk dimobilisasi ke arah sana.
Bukti pemahaman adalah dengan melakukan. Kalau kita sudah membaca surat al-maun maka kita harus melakukan apa yang diperintahkan Allah di dalamnya, kalau tidak maka kita akan disebut sebagai pendusta agama. Demikianlah ajaran Kiai Dahlan pada para murid generasi pertamanya. Sudah saatnya kaum buruh, petani, nelayan, dan kaum marjinal bin mustadhafin yang lain harus menjadi sasaran dakwah Muhammadiyah. Berbagai semangat untuk membebaskan mereka dari aneka penderitaan harus menjadi pilar gerakan Persyarikatan Muhammadiyah. [tulisan: ba, bahan ba, nis, gsh, tar]