Saat itu 10 Syawwal tahun ke-8 Hijriyah. Nabi Muhammad bersama 10.000 kaum muslimun baru saja menaklukkan kota Makkah. Terjadilah Fathu Makkah, sebuah kemenangan bagi Islam untuk membebaskan jantung negeri Arab itu dari segala kejahiliyahan. Meski membawa pasukan besar, kota Mekkah dibebaskan dengan damai dan banyak penduduknya masuk Islam secara sukarela. Inilah puncak kemenangan Islam, yang diabadikan dalam Surat An-Nashr 1-3.
Keberhasilan Islam membuka kota Makkah tidak sertamerta membuat umat Islam bebas dari ancaman. Bersamaan dengan itu muncul ancaman baru dari suku Hawazin yang bersekutu dengan suku Tsaqif, yang sejak awal menyiapkan pasukan untuk menyerang kaum muslimin. Kedua suku Badwi tersebut berdiam di sekitar Thaif, yang jika ditempuh perjalanan saat itu sekitar tiga hari dari Makkah di wilayah barat daya jazirah Arab.
Sekitar 12.000 pasukan kaum muslimin bergerak menuju arah Thaif. Namun di sebuah lembah bernama Hunain, pasukan Hawazin dan Tsaqif menghadang secara tidak terduga. Mereka menyergap dengan penuh keberanian hingga pasukan kaum mulimin tercerai-berai hingga mundur. Abu Sofyan Bin Harits, yang masuk Islam belum sepenuh hati pasca Fathu Makkah, sempat mengejek pasukan Islam, “Kaum Muslimin akan lari sampai ke pantai”. Abu Sofyan berusaha untuk menunjukkan betapa umat Islam yang baru saja menaklukan Makkah itu dapat dikalahkan dan akan surut ke belakang.
Dalam situasi yang kocar-kacir itu Nabi segera meminta Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abu Thalib untuk mengkonsolidasikan pasukan. Nabi menyeru, “Wahai hamba-hamba Allah, berkumpullah kepadaku. Berkumpullah kepadaku. Ini aku Rasulullah. Aku Nabi dan tidak pernah berdusta. Aku anak Abdul Muthalib”. Seruan Nabi itu membangkitkan kembali semangat pasukan kaum Muslimin, yang memiliki daya panggil luar biasa. Akhirnya, umat Islam bangkit dan kemudian menyerbu musuh hingga akhirnya meraih kemenangan besar.
Allah SWT mengabadikan peristiwa Hunain itu dalam Al-Quran, yang artinya “Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan balatentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.” (QS At-Taubah: 25-26).
Perang Hunain mengajarkan kepada para pengikut Nabi Muhammad saat ini untuk istiqamah di jalan perjuangan Islam. Dalam bejuang dan berdakwah membawa misi pencerahan sering sedikit yang mengikuti, sehingga tampak asing dan seolah salah. Seperti ketika Kyai Dahlan meluruskan arah kiblat. Awalnya sedikit dan ditentang, bahkan mushalanya dirobohkan. Lalu, kenapa mesti risau ketika belum banyak didukung mayoritas?
Berdakwah membawa kebenaran meski minoritas dan kalah banyak, sungguh memerlukan sikap istiqamah. Sekali ragu, galau, dan surut ke belakang maka jalan dakwah akan terhenti. Jangan sampai terjadi ketika banyak lengah, tatkala sedikit kecut hati, akhirnya menjadi umat yang kalah. Allah mengingatkan, “Berangkatlah baik dalam keadaan ringan ataupun berat, dan berjihadlah dengan harta kamu dan diri kamu di jalan Allah, yang demikian itu adalah lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” (QS At-Taubah: 41). A. Nuha