Menanggapi hal tersebut, umat seharusnya kembali berpegang kepada nilai-nilai yang ada dalam Islam sendiri. Jangan karena ingin bersaing ataupun ingin memenangkan persaingan malah mengorbankan nilai-nilai. Kalau menurut hemat saya, ukuran persaingan sendiri tidak harus sama. Karena kita juga berangkat dari hal yang berbeda-beda. Contohnya saja Islam mengajarkan bahwa hidupnini tidak hanya berakhir di dunia, oleh karena itulah keberhasilan dunia itu penting adanya namun tidak segalanya harus diukur dengan apa yang dicapai di dunia. Jadi jangan sampai karena ingin unggul di dunia, lalu mengorbankan akhirat. Jadi, umat islam itu harus mempunyai ukuran-ukuran tersendiri dalam berkompetisi. Bahkan, jangan-jangan nilai-nilai yang diajarkan dalam islam itu tidak mengajarkan persaingan. Bisa saja yang diajarkan dalam islam itu adalah yang mendoorong kita kepada nilai-nilai kerjasama, tolong menolong. Dan saya kira juga banyak surat-surat yang mengatakan untuk saling tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan. Jadi, kalau benar seperti itu, maka ketika orang lain berlomba-lomba untuk memenangkan persaingan, kita sebagai orang Islam justru harus melakukan hal yang lain yaitu berlomba-lomba untuk menjalin kerjasama. Jadi, kita tidak terseret dan ikut-ikutan dalam paham yang individualism dan kompetisi tadi. Karena Islam mengajarkan kepada persaudaraan, gotong-royong, silaturahmi, tolong menolong, inilah yang harus dipahami secara betul terlebih dahulu. Kalau itu sudah jelas, maka saya kira kita harus membuktikan dengan mengamalkan ajaran Islam dan nilai-nilai islam itu kita bisa menciptakan sesuatu yang lebih baik, mungkin bukan pada level individu. Umat islam bisa menciptakan sebuah keunggulan dengan menciptakan masyarakat yang lebih baik, beradab dan tentunya ukurannya bukan ukuran individu karena kita lebih mendekatkan kepada kekuatan jamaah, ummah. Jadi, yang kita pertandingkan kemudian adalah soal keunggulan kita sebagai komunitas. Jadi yang pertama harus jelas terlebih dahulu nilai-nilainya, lalu jelas apa saja yang harus direalisasikan, dan saya kira tentu segala semua itu membutuhkan proses. Maka karena itu harus mempelajari nilai-nilai itu, harus belajar mengaplikasikannya. Dan selanjutnya, kita ke depan sana harus mencoba untuk berkreasi, dan menciptakan manusia-manusia yang kreatif. Menciptakan sesuatu yang kompatibel dengan idealisme jamaah. Jadi seperti bagaimana membuat sebuah perusahaan yang sesuai dengan semangat jamaah, bagaimana menyelenggarakan pendidikan dengan semangat yang sama dengan jamaah, bagaimana menyelenggarakan bisnis dengan semangat tolong-menolong secara jamaah. Kita harus kreatif, untuk menemukan model-model kelembagaan, model-model kerjasama, model-model tolong-menolong yang mungkin hasilnya tidak bisa dipertandingkan dengan antar individu, namun pada level umat. Saya fikir kelemahan kita selama ini, kita tidak mengerti jati diri kita secara jelas. Akibatnya kita terpontang-panting.
—————
Dr. Revridson Baswir
Pengamat EKonomi UGM dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM