Dalam konsepsi empirik-klasik, garis bujur (khath al-thūl) bukanlah garis tetap, ia hanya berupa pertengahan lingkaran yang menghubungkan antara kutub Utara dan kutub Selatan, dengan asumsi bahwa Bumi berbentuk bulat. Garis bujur juga pada dasarnya merupakan suatu kesepakatan sepihak yang sama sekali tidak memiliki landasan astronomis, ia murni merupakan hasil pemikiran, pengkajian, dan pilihan manusia. Oleh karena ‘kesepakatan sepihak’ itu dalam perkembangannya terdapat ragam titik acuan dalam penentuan garis bujur ini.
Dalam praktiknya, orang-orang Arab dahulu telah membagi Bumi kepada bujur 180 derajat, yang berarti setengah lingkaran Bumi, hanya saja dalam titik acuannya terjadi keragaman. Sebagian menetapkan garis acuannya melalui kepulauan Sarandib (salah satu pulau di India) sebagai dasar acuan dan menetapkannya sebagai bujur nol derajat sebagaimana dipedomani orang-orang India dahulu. Namun di zaman Abbasiyah era al-Ma’mun (w. 218/833), wilayah ini ditetapkan menjadi posisi 90 derajat bujur timur dan 90 derajat bujur barat.
Pendapat lainnya menetapkan garis yang melalui kepulauan Cape Verde (Arab: ar-ra’s al-akhdhar ) di benua Arika sebagai dasar garis bujur nol sesuai dikemukakan Ptolemeus dalam Almagest-nya. Beberapa tokoh Arab yang mengikui pendapat ini adalah: al-Khawarizmi (w. 232/848), Yaqut al-Hamawi (w. 626/1229), Abu al-Fida’ (w. 732/1331), dan al-Shufi (w. 376/986). Pendapat lain lagi menetapkan bujur nol melalui wilayah searah Pantai Barat sebagaimana dikemukakan Yaqut al-Hamawi (w. 626/1229) dalam karyanya “Mu’jam al-Buldān” (Ensiklopedia Neger-Negeri).
Dalam perkembangan awal, pengetahuan orang-orang Arab terhadap garis bujur sejatinya berasal dari pengetahuan bangsa India, khususnya dari teks Sindhind karya Brahmagupta. Dalam sejarahnya orang-orang India zaman dahulu telah menghitung dan menentukan garis-garis bujur melalui garis pertengahan hari, yang berdasarkan keyakinan mereka, garis ini melintasi pulau Lanka, yang diyakini sebagai pusat dunia. Lanka (berikutnya disebut Sri Lanka) adalah negara pulau yang terletak di Samudera Hindia lepas pantai tenggara India. Orang-orang Arab dahulu menyebut pulau ini dengan Sarandib, sementara kini dikenal dengan Srilanka. Sedangkan orang-orang dahulu menduga bahwa pulau ini terletak pada garis katulistiwa dari arah Utara dan berjarak sekitar 7 derajat. Sementara itu titik perpotongan antara garis katulistiwa dan garis pertengahan hari ini, orang-orang Arab menyebutnya dengan ‘Kubah Bumi’ (qubbah al-ardh), yang berjarak sama dari arah Barat, Timur, Utara dan Selatan.
Dari pulau ‘Lanka’ atau ‘Kubah Bumi’ ini orang-orang India mulai menghitung bujur-bujur geografis berbagai tempat di Bumi. Berdasarkan ilustrasi mereka, garis (bujur) ‘Lanka’ ini melintasi sebuah kota bernama ‘Ujain’ dan berpotongan sebesar 75° 43’ BT dan 23° 10’ LU. Ujain adalah sebuah kota yang terletak di bagian Utara dataran tinggi India. Dalam perkembangannya nama kota ini berubah menjadi ‘Uzain’, berikutnya lagi–seperti tertera dalam teks-teks Arab klasik–berubah menjadi ‘Arin’ (al-Arin), dan yang terakhir ini merupakan nama yang paling populer dikalangan orang-orang Arab. Perkembangan berikutnya lagi, sebagian orang Arab menjadikan Arin ini sebagai katulistiwa. Konsepsi orang-orang Arab ini agaknya menginisiasi al-Jurjani (w. 816/1413), pengarang “at-Ta’rīfāt” (Definisi-Definisi), untuk mendefinisikan Arin sebagai posisi pertengahan segala sesuatu dan atau titik Bumi yang jarak dua kutub serta panjang siang-malamnya relatif sama. Menurutnya, dalam penggunaan umum, arin bisa dan biasa disebut sebagai tempat pertengahan (mahall al-i’tidāl).
Secara astronomis, titik Arin berada pada posisi rasi Cancer yang dalam peredarannya menuju garis katulistiwa. Selanjutnya melalui garis ini menuju arah Barat hingga lokasi pertengahan antara India dan Habasyah yang merupakan pusat Bumi sekaligus dasar perhitungan garis bujur. Menurut al-Biruni (w. 440/1048), beberapa geografer Arab telah memberi standar kepada kawasan kepulauan Jamkut sejauh 90 derajat ke Timur dari pulau ‘Lanka’ yang merupakan bagian penghujung pusat dunia. Kepulauan Jamkut sendiri menurut orang-orang India disebut ‘Yamakoti’.
Gambar: Peta Dunia menurut al-Biruni (w. 440/1048)
(Sumber: Musa, 2001)
Sementara itu menurut Ptolemeus, dasar perhitungan garis bujur adalah garis yang melalui Kanarichi (dalam sumber-sumber Arab disebut “Jazr as-Sa’adah” atau“Jazr al-Khālidāt”) di laut Atlantik. Menurut Ptolemeus, Yamakoti berada dihadapan Jazr as-Sa’ādah pada bujur 180 derajat, yang merupakan penghujung dunia bagian Timur. Karena itu pula, menurut Ptolemeus garis bujur Arin ini bernilai 90 derajat bujur timur.
Sementara itu al-Biruni (w. 440/1048) tercatat pernah membangun sebuah benteng bernama ‘Kangdez’ sebagai ganti ‘Jamkut’. Benteng ini terletak di penghujung Timur garis katulistiwa pada jarak 180 derajat dari ‘Jazr as-Sa’ādah’ dan 90 derajat ke Timur dari kubah Bumi (Arin).
Dalam perkembangannya, konsep ‘Kubah Bumi’ yang terdapat di kota Arin telah masuk ke Eropa atas jasa seorang Adelard Bath yang pada tahun 1126 M ia menerjemahkan tabel-tabel astronomi milik al-Khawarizmi (w. 232/848). Demikian lagi Gerard Cremona telah membawa pemikiran tentang konsep ini pada abad 12 M dari Toledo ke Eropa. Dalam konteks geografi modern, konsep bujur geografis Arin memang tampak aneh, namun tidak dipungkiri konsep ini telah mengilhami ditemukannya ‘dunia baru’.
Sementara itu astronom Andalusia bernama Maslamah al-Majrithi, sekitar tahun 398/1007, menjadikan titik permulaan garis pertengahan hari (bujur nol) yaitu garis yang melalui kota Kordova, pada posisi di sebelah Barat Grenwich sekitar 5 derajat. Ada pula yang menjadikan garis bujur utama (garis Arin) melalui kepulauan Zanzibar, pantai Timur Tanzania, sebagaimana ada dalam Peta al-Mas’udi.
Gambar : Peta Dunia menurut al-Mas’udi (w. 346/957)
(Sumber: Musa, 2001)
Berikut adalah data bujur geografis beberapa kota seperti ditetapkan oleh al-Biruni sebagai berikut:
Nama Titik |
Data Al-Biruni | Data Terkini | Selisih |
Derbent | 66° 00’ | 66° 00’ | 00°00’ |
Osh | 92° 30’ | 90° 28’ | +02° 02’ |
Tashkent | 89° 10’ | 87° 00’ | +02° 10’ |
Tbilisi | 62° 00’ | 62° 29’ | -00° 29’ |
Leninabad (tepi danau Hodjent) | 90° 00’ | 87° 18’ | +02° 42’ |
Ferghana | 92° 00’ | 89° 26’ | +02° 34’ |
Uzgend | 92° 50’ | 90° 45’ | +02° 05’ |
Samarkand | 88° 20’ | 84° 39’ | +03° 41’ |
Pamir | 92° 35’ | 91° 23’ | +01° 12’ |
Pulau Kreta (ujung timur) | 45° 00’ | 44° 00’ | +01° 00 |
Pulau Siprus | 53° 00’ | 52° 00 | +01° 00’ |
Sementara itu di era modern, garis bujur adalah garis yang menggambarkan sebuah tempat di belahan Timur maupun Barat bumi dengan satuan derajat, yaitu antara 0 derajat sampai 180 derajat. Bedasarkan kesepakatan dunia, titik pangkal atau garis bujur 0 derajat ini terletak dan dimulai dari kota Greenwich di London, Inggris.
—————
Dr. H. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, MA
Kepala Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara