Kualitas Hadits-Hadits Populer Tentang Ilmu
Oleh: Dr. Agung Danarta, M.Ag
-
Allah memberikan kebaikan dengan menjadikannya faqih
1 – حديث ” مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ ”
“Barangsiapa dikehendaki Allah dengan kebaikan, maka Allah menjadikannya pandai mengenai agama”.
Hadits ini berkualitas shahih diriwayatkan oleh imam Bukhari pada tiga tempat (Shahih al-Bukhari, 1: 126, 10: 358, 22: 287), Imam Muslim juga pada tiga tempat (Shahih Muslim, 5:239, 5:241, 10:41), Imam Malik (al-Muwaththa’ , 5: 377). Ketiga imam tersebut meriwayatkan hadits ini dari sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Imam Tirmidzi juga meriwayatkan hadits ini (Sunan al-Tirmidzi, 9: 241) dari sahabat Ibn ‘Abbas. Sedangkan Ibn Majah meriwayatkan hadits ini (Sunan Ibn Majah, 1: 256) dari Abu Hurairah. Imam Al-Thabrani meriwayatkan hadits ini (al-Mu’jam al-Kabir, 14: 259) dari Mu’awiyah dengan ada tambahan pada akhir matan ini kalimat وَيُلْهِمُهُ رُشْدَهُ (dan ia diilhami petunjuknya).
Hadits ini menjadi petunjuk bahwa orang-orang yang dikehendaki mendapat kebaikan, akan dijadikan orang yang sangat paham terhadap berbagai masalah agama. Atau selaras dengan itu, orang-orang yang menginginkan kebaikan pada dirinya, maka perlulah baginya untuk belajar masalah agama sehingga pengetahuan agamanya banyak dan mendalam serta konsekuen terhadap ilmunya tersebut, yaitu dengan mengamalkannya.
-
Ulama Pewaris Para Nabi
2 – حديث ” الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ ”
“Ulama itu adalah pewaris para nabi”
Hadits ini adalah potongan hadits yang panjang. Diriwayatkan dari Nabi saw dari sahabat Abu Darda’ oleh Abu Dawud (Sunan Abi Dawud, 10:49), Tirmidzi (Sunan al-Tirmidzi, 9:296), Ibn Majah (Sunan Ibn Majah, 1: 181), Ahmad Ibn Hanbal (Musnad Ahmad ibn Hanbal, 1: 18), ad-Darimiy (Sunan, 1: 383), Ibn Hibban (Shahih ibn Hibban, 1: 171).
Hadits ini kualitasnya diperdebatkan. Ad-Daruquthni dan al-Mundziri menilai hadits ini sanadnya dha’if (lemah) karena terdapat pertentangan dalam sanadnya. Hamzah Al-Kittany dan Al-Tibrizi menilai sanadnya hasan. Sedangkan Ibn Hibban, Al-Hakim, dan Nashiruddin Al-Albani menilai sanadnya berkualitas shahih. (lihat, al-Sakhowiy, Al-Maqhasid Al-Hasanah,1:154; Al-Tibrizi, Al-Maqashid Al-Hasanah, 1: 46, Albaniy, Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud, 8:141).
-
Semua yang ada di alam semesta memohonkan ampun untuk orang Alim
3 – حديث ” يستغفر للعالم ما في السماوات والأرض ”
“Semua yang di langit dan di bumi memohonkan ampunan bagi orang alim”
Hadits ini adalah bagian potongan yang lain dari hadits riwayat abu Darda’ tersebut no. 2 di atas. Hadits selengkapnya adalah sebagai berikut:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Barangsiapa yang menempuh jalan yang padanya ia menuntut ilmu, maka Allah menempuhkannya jalan dari jalan-jalan ke surga. Dan sungguh malaikat itu akan membentangkan sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu karena ridho kepada apa yang ia lakukan. Dan sesungguhnya orang ‘alim itu akan memintakan ampun baginya semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi hingga ikan yang ada di dalam air. Dan sungguh keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas semua bintang. Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Dan sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, melainkan mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka dia telah mengambil kebaikan yang banyak”. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad ibn Hanbal, al-Darimiy, dan ibn Hibban dari sahabat Abu Darda’).
Kualitas hadits ini sebagaimana kualitas hadits no. 2 di atas.
-
Ilmu itu Menambah Kemuliaan
4 – حديث ” الحكمة تزيد الشريف شرفا وترفع المملوك حتى يدرك مدارك الملوك ”
“Sesungguhnya hikmah (ilmu) itu menambah orang yang mulia akan kemuliaannya dan mengangkat hamba sahaya sehingga ia mencapai capaian raja-raja”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim (Hilyat al-Auliya’: 6: 173), Ibn ‘Abd al-Bar (Bayan al-‘Ilm, 1:65) dan Ibn ‘Adiy (5:143) dari sahabat Anas bin Malik. Hadits ini juga diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib oleh al-Qudha’iy (Musnad al-Syihab al-Qudha’iy, 4:3).
Menurut penilaian al-‘Iraqi dalam kitab al-Mughni ‘an haml al-Asfar fi Takhrij ma fil Ihya’ min al-Akhbar, sanad hadits ini berkualitas dha’if. Penilaian dha’if juga dikemukakan oleh Nashiruddin al-Albani dalam kitab al-silsilah al-Dha’ifah (6: 497) dan dalam kitabnya yang lain, Shahih wa Dha’if al-Jami’ al-Shagir, (8: 303).
Kesimpulan penilaian sanad hadits ini adalah dha’if, artinya hadits tersebut tidak bisa dibuktikan bersumber dari Nabi Muhammad saw. Jika hadits tidak bisa dibuktikan sebagai bersumber dari nabi maka tidak berhak dan tidak boleh dipakai sebagai dasar acuan untuk hal agama, walaupun isi kandungannya baik. Sebab tidak semua kata-kata yang baik harus dijadikan hadits. Tolak ukur utama suatu hadits adalah bersumber dari nabi Muhammad saw. Bila terbukti bersumber dari nabi Muhammad saw, maka disebut sebagai hadits. Bila tidak terbukti bersumber dari nabi, maka tidak bisa dikatakan sebagai hadits. Bila suatu sanad hadits dikatakan berkualitas shahih (sah/benar) atau hasan (baik), artinya hadits tersebut telah diteliti dan terbukti bersumber dari Nabi Muhammad saw. Kualitas shahih tentu tingkat akurasinya lebih tinggi daripada hasan.
-
Orang Munafik tidak berperilaku baik dan tidak pandai agama
5 – حديث ” خَصْلَتَانِ لَا تَجْتَمِعَانِ فِي مُنَافِقٍ حُسْنُ سَمْتٍ وَلَا فِقْهٌ فِي الدِّينِ ”
“Dua hal yang tidak akan ada pada diri orang munafik, yaitu perilaku yang baik dan pandai dalam agama”.
Hadits Nabi saw ini diriwayatkan oleh Trimidzi (Sunan, 9:298) dan Thabrani (al-Mu’jam al-Kabir, 19:484; dan al-Mu’jam al-Ausath, 17:319) dari Abu Hurairah. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini sanadnya gharib, tetapi Muhammad Nashiruddin al-Albani menegaskan bahwa hadits ini berkualitas shahih (al-Silsilah al-Shahihah, 1: 47).
-
Sebaik baik manusia adalah orang mukmin yang ‘alim
6 – حديث ” أفضل الناس المؤمن العالم الذي إن احتيج إليه نفع وإن استغني عنه أغنى نفسه ”
“Seutama-utama manusia adalah orang mukmin yang ‘alim (berilmu) yang jika ia dibutuhkan maka ia bermanfaat, dan jika ia tidak dibutuhkan maka ia mencukupkan diri”.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab al-Iman dengan sanad yang mauquf (tidak bersambung kepada Nabi melainkan hanya bersumber dari sahabat) bersumber dari sahabat Abu Darda’ dan menurut penilaian al-‘Iraqi dalam kitab al-Mughni ‘an haml al-Asfar fi Takhrij ma fil Ihya’ min al-Akhbar (1: 9), sanad hadits ini berkualitas dha’if. Artinya, hadits ini tidak bisa dibuktikan sebagai bersumber dari Nabi Muhammad saw.
-
Pakaian Iman adalah Takwa
7 – حديث ” الإيمان عريان ولباسه التقوى وزينته الحياء وثمرته العلم ”
“Iman itu telanjang, pakaiannya adalah takwa, perhiasannya adalah malu, dan buahnya adalah ilmu”.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab Tarikh Naysaburi dari sahabat Abu Darda’. Sanad hadits ini dha’if menurut penilaian al-‘Iraqi dalam kitab al-Mughni ‘an haml al-Asfar fi Takhrij ma fil Ihya’ min al-Akhbar (1: 10). Al-‘Ajluni, sebagaimana dikemukakan oleh al-Suyuti dalam kitab Jami’ al-Ahadits (11:61) menilai hadits ini merupakan hadits maudhu’ (palsu). Penilaian sebagai hadits palsu juga dikemukakan oleh al-Ridho al-Shaghani dalam kitab Maudhu’at al-Shaghaniy (1:2).
-
Orang yang paling dekat dengan Nabi adalah orang yang berilmu dan berjihad
8 – حديث ” أقرب الناس من درجة النبوة أهل العلم والجهاد : أما أهل العلم فدلوا الناس على ما جاءت به الرسل وأما أهل الجهاد فجاهدوا بأسيافهم على ما جاءت به الرسل ”
“Orang yang paling dekat dengan derajat kenabian adalah ahi ilmu dan jihad. Adapun ahli ilmu maka mereka menunjukkan manusia atas apa yang dibawa para rasul, sedangkan ahli jihad maka mereka berjuang dengan pedang (senjata) mereka atas apa yang dibawa oleh para rasul”
Hadits ini diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas oleh Abu Nu’aim dalam kitab Fadhl al-‘Alim al-‘Afif. Menurut penelitian al-‘Iraqi sanad hadits ini berkualitas dha’if (al-Mughni, 1: 11). Kesimpulan yang sama sebagai hadits yang dha’if juga dikemukakan oleh al-Sakhawi (al-Maqhasid al-Hasanah, 1: 151).
-
Matinya suku bangsa lebih ringan dari matinya orang Alim
9 – حديث ” لموت قبيلة أيسر من موت عالم ”
“Sungguh matinya suatu kabilah itu lebih ringan daripada matinya seorang ‘alim”
Menurut al-‘Iraqi, hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabrani dan ibn ‘Abd al-Barr dari sahabat Abu Darda’ (al-Mughni, 1: 12). Menurut penilaian Nashiruddin al-Albani, sanad hadits ini dho’if jiddan (lemah sekali) (al-Silsilah al-Dha’ifah Mukhtasharah, 10: 341).
-
Manusia ibaratnya barang tambang
10 – حديث “ النَّاسُ مَعَادِنُ كَمَعَادِنِ الْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقُهُوا ”
“Manusia itu ibaratnya adalah barang tambang seperti tambang perak dan emas. Orang-orang pilihan mereka di masa Jahiliyyah adalah juga menjadi orang-orang pilihan mereka di masa Islam apabila mereka pandai”.
Hadits nabi Muhammad saw dari Abu Hurairah ini diriwayatkan oleh Bukhari (Shahih, 11: 176, 11: 314), Muslim (Shahih, 12:34, 13: 89) dan Ahmad ibn Hanbal (Musnad, 15: 224).
Hadits ini mendapat penilaian shahih, selain dari Bukhari dan Muslim, juga dari al-Tibrizi (Misykat al-Mashabih, 1:43), al-‘Iraqi (al-Mughni, 1: 13) dan Nashiruddin al-Albani (Shahih wa Dha’if al-Jami’ al-Shaghir, 24: 243).
-
Tinta Ulama akan ditimbang dengan darah syahid
11 – حديث ” يوزن يوم القيامة مداد العلماء ودماء الشهداء ”
“Pada hari Kiamat, tinta ulama itu ditimbang dengan darah orang-orang yang mati syahid”.
Manurut al-Suyuthi dan penulis kitab Kasyf al-Khofa’ (2: 400), hadits ini diriwayatkan oleh al-Syairazi dari Anas ibn Malik, al-Mauhibiy dari ‘Imran ibn al-Hushain, Ibn ‘Abd al-Barr dari Abu Darda’, dan Ibn al-Jauzi dari al-Nu’man ibn al-Basyir.
Semua sanad hadits tersebut berkualitas dha’if, tetapi saling kuat menguatkan. Demikian penilaian al-Manawi (Faidh al-Qadir, 6: 466). Tetapi penilaian al-Manawi ini tidak diikuti oleh ulama yang lainnya. Ibn al-Gharash tetap menilai hadits ini berkualitas dha’if (Kasyf al-Khofa’, 2: 400). Penilaian yang lebih tajam dikemukakan oleh Nashiruddin al-Albani. Al-Albani menilai hadits ini sebagai hadits maudhu’ (palsu). (al-Silsilah al-Dha’ifah Mukhtasharah, 10: 334, Shahih wa Dha’if al-Jami’ al-Shaghir, 30: 82).
-
Orang yang hafal 40 hadits akan diberi syafaat
12 – حديث ” من حفظ على أمتي أربعين حديثا من السنة حتى يؤديها إليهم كنت له شفيعا وشهيدا يوم القيامة ”
“Barang siapa yang hafal empatpuluh buah hadits dari as-sunnah atas ummatku kemudian menunaikannya, maka aku akan menjadi pemberi syafaat kepadanya dan menjadi saksinya pada hari kiamat”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn ‘Abd al-Barr dari sahabat Ibn ‘Umar dalam kitab al-‘Ilm. Ibn Abdul Barr, sebagaimana dikutip al-‘Iraqi, menilai hadits ini sanadnya dha’if (al-Mughni, 1:15). Nashiruddin al-Albani menilai hadits ini sebagai hadits maudhu’ (palsu) (Shahih wa Dha’if al-Jami’ al-Shaghir, 25: 479).
-
Orang yang hafal 40 hadits, akan bertemu Allah sebagai faqih yang alim
13 – حديث ” من حمل من أمتي أربعين حديثا لقي الله يوم القيامة فقيها عالما ”
“Barang siapa dari ummatku menghafal empat puluh buah hadits maka ia bertemu dengan Allah ‘Azza wa Jalla pada hari Kiamat sebagai seorang faqih yang ‘alim”.
Ibn ‘Abdil Barr meriwayatkan hadits ini dari sahabat Anas ibn Malik, sebagaimana dikutip oleh al-‘Iraqi, dan menilainya sebagai hadits yang dha’if (al-Mughni, 1: 16). Nashiruddin al-Albani menilainya lebih ketat lagi, yaitu sebagai hadits maudhu’ /palsu (Shahih wa Dha’if al-Jami’ al-Shaghir, 25: 487).
-
Allah akan mencukupi rizki ahli agama
14 – حديث ” من تفقه في دين الله عز و جل كفاه الله تعالى ما أهمه ورزقه من حيث لا يحتسب ”
“Barang siapa yang tafaqquh (paham) tentang agama Allah ‘Azza wa Jalla maka Allah Ta’ala akan mencukupkannya keperluannya dan memberinya rizki dari hal yang tidak ia duga”.
Menurut al-‘Iraqi, hadits ini diriwayatkan oleh al-Khatib (al-Baghdadi) dalam kitab Tarikhnya dari ‘Abdullah ibn Juz’i al-Zubaydi dengan sanad dha’if. (al-Mughni, 1:17).
-
Allah senang kepada hamba-Nya yang pandai
15 – حديث ” أوحى الله إلى إبراهيم يا إبراهيم إني عليم أحب كل عليم ”
“Allah ‘Azza wa Jalla memberi wahyu kepada Ibrahim as., ‘Hai Ibrahim, sesunguhnya Aku Maha Mengetahui. Aku senang kepada setiap orang yang pandai”.
Hadits ini dikemukakan oleh ibn ‘Abd al-Barr secara mu’allaq tanpa mengemukakan sanadnya. (al-‘Iraqi, al-Mughni, 1: 18).
-
Orang Pandai adalah kepercayaan Allah
16 – حديث ” العالم أمين الله في الأرض ”
“Orang pandai adalah kepercayaan Allah Yang Maha Suci di atas bumi”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn ‘Abdil Barr dari Muadz ibn Jabal dengan sanad dha’if (lihat al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, 2: 108; al-‘Iraqi, al-Mughni, 1: 13).
-
Penentu baik dan buruknya ummat: umara’ dan fuqaha’
17 – حديث ” صنفان من أمتي إذا صلحوا صلح الناس وإذا فسدوا فسد الناس : الأمراء والفقهاء ”
“Dua golongan dari ummatku apabila mereka baik maka manusia akan baik, dan apabila mereka rusak maka manusia akan rusak, yaitu para pemegang pemerintahan dan para ahli fiqih (ulama)”.
Hadits ini dari Abdullah ibn Abbas diriwayatkan secara marfu’ (bersumber dari Nabi) oleh Tamam (al-Fawaid, 1:238), Abu Nu’aim (Hilyat al-Auliya’, 4:96), Ibn ‘Abd al-Barr (Jami’ Bayan al-‘Ilm, 2: 291). Sanadnya melalui Muhammad ibn Ziyad al-Yasykuri dari Maimun ibn Mihran dari ‘Abdullah ibn ‘Abbas. Menurut penjelasan Nashiruddin al-Albani, Muhammad ibn Ziyad al-Yasykuri ini adalah seorang pendusta berdasar informasi dari para ulama kritikus rawi. Ahmad ibn Hanbal mengatakan: pendusta dan pemalsu hadits. Demikian juga menurut Ibn Ma’in, al-Daruquthni dan Abu Zur’ah. Sehingga karenanya, al-Albani menilai hadits ini sebagai hadits maudhu’ (palsu). (al-Silsilah al-Dha’ifah, 1: 20). Sedangkan al-‘Iraqi menilai sebagai hadits dha’if (al-Mughni, 1: 20). Perbedaan penilaian ini tidak perlu dipermasalahkan karena hadits maudhu’ termasuk dalam kategori hadits dha’if.
-
Tidak tambah ilmu dalam satu hari, tidak dapat berkah pada hari itu
18 – حديث ” إذا أتى علي يوم لا أزداد فيه علما يقربني إلى الله عز و جل فلا بورك لي في طلوع شمس ذلك اليوم ”
“Nabi saw bersabda, “Apabila datang hari kepadaku, padanya aku tidak bertambah ilmu yang mendekatkanku kepada Allah ‘Azza wa Jalla, maka aku tidak mendapat berkah pada terbitnya matahari pada hari itu”.
Hadits dari ‘Aisyah yang bersumber dari Nabi saw ini diriwayatkan oleh al-Thabrani (al-Mu’jam al-Ausath, 14: 403), Abu Rahawaih (Musnad, 2: 553), Ibn ‘Abd al-Barr (Jami’ Bayan al-‘Ilm, 1: 255), Ibn al-Muqri’i (Mu’jam, 3: 337), dan Abu Nu’aim (Hilyat al-Auliya’, 8: 188). Semua jalur sanad tersebut melalui al-Hakam ibn ‘Abdullah. Al-Hakam ini dinilai oleh Abu Hatim al-Razi sebagai rawi pendusta (kadzdzab). Sehingga karenanya hadits ini dinilai sebagai hadits dha’if oleh al-Haitsami (Majma’ al-Zawaid, 1: 78), al-Sakhawi (al-Maqashid al-Hasanah, 1: 173), al-‘Ajluni (w. 1162 H, Kasyful Khofa’, 1: 75) dan al-‘Iraqi (al-Mughni, 1:21). Penilaian yang lebih terperinci lagi diberikan oleh Nashiruddin al-Albani. Dia menilai hadits ini sebagai hadits palsu (maudhu’) (Shahih wa dha’if al-Jami’ al-Shaghir, 4: 320).
-
Perbandingan ahli ilmu dan ahli ibadah
19 – حديث ” فضل العالم على العابد كفضلي على أدنى رجل من أصحابي ”
“Keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah dari sahabatku”
Hadits ini diriwayatkan dari Abu Umamah dari Nabi saw oleh Tirmidzi (Sunan, 9: 299), Thabrani (al-Mu’jam al-Ausath, 7: 267), ad-Darimiy (Sunan, 1: 324). Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan shahih oleh Tirmidzi dan al-‘Iraqi (al-Mughni, 1: 22). Al-Albani menilainya sebagai hadits sahih (Shahih wa Dha’if Sunan al-Tirmidzi, 6: 185).
-
Perbandingan orang alim dan ahli ibadah
20 – حديث ” فضل العالم على العابد كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب ”
“Keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah adalah seperti kelebihan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang-bintang”
Hadits ini adalah potongan hadits yang panjang. Diriwayatkan dari Nabi saw dari sahabat Abu Darda’ oleh Abu Dawud (Sunan Abi Dawud, 10:49), Tirmidzi (Sunan al-Tirmidzi, 9:296), Ibn Majah (Sunan Ibn Majah, 1: 181), Ahmad Ibn Hanbal (Musnad Ahmad ibn Hanbal, 1: 18), ad-Darimiy (Sunan, 1: 383), Ibn Hibban (Shahih ibn Hibban, 1: 171).
Hadits ini kualitasnya diperdebatkan. Ad-Daruquthni dan al-Mundziri menilai hadits ini sanadnya dho’if (lemah) karena terdapat pertentangan dalam sanadnya. Hamzah al-Kittany dan al-Tibrizi menilai sanadnya hasan. Sedangkan Ibn Hibban, al-Hakim, dan Nashiruddin al-Albani menilai sanadnya berkualitas shahih. (lihat, al-Sakhowiy, al-Maqhasid al-Hasanah,1:154; al-Tibrizi, al-Maqashid al-Hasanah, 1: 46, Albaniy, Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud, 8:141).
-
Pada hari kiamat para Nabi, ulama dan syuhada akan memberi syafaat
21 – حديث ” يشفع يوم القيامة الأنبياء ثم العلماء ثم الشهداء ”
“Akan memberi syafa’at pada hari Kiamat tiga macam orang, yaitu: para nabi, para ulama kemudian para syuhada’ (orang yang mati syahid)”.
Ada dua matan hadits yang mirip ini, pertama: “awwalu man yasyfa’ yaumal qiyamati al-Anbiya’ tsumma al-‘ulama’ tsumma al-syuhada’. Hadits dengan matan ini diriwayatkan oleh al-Khathib al-Baghdadi dalam kitabnya ‘al-Tarikh’ (11:177), al-Daylami dalam kitab ‘al-Musnad’ 5:519), al-Bazzar, dan Abu al-Syaikh dalam “ al-Tsawab’. Sanad hadits ini berkualitas maudhu’ / palsu karena dalam sanadnya terdapat ‘anbasah ibn ‘Abdurrahman dan ‘Alaq ibn Abi Muslim. ‘Anbasah ibn ‘Abdurrahman matruk, dan dikategorikan pemalsu hadits oleh Abu Hatim al-Razi, sedangkan ‘Alaq adalah rawi yang majhul. (lihat, al-Suyuti, Jami’ al-Ahadits, 10:311; Nashiruddin al-Albani, al-Silsilah al-Dha’ifah, 5: 110).
Kedua, dengan matan ‘Yasyfa’u yaumal qiyamati tsalatsatun: al-anbiya’ tsumma al-‘ulama’ tsumma al-Syuhada’. Hadits dengan matan ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (Sunan, 12: 372), al-Bushairiy (4: 260). Menurut al-Albani, hadits ini juga diriwayatkan oleh al-‘Uqailiy dalam kitab al-Dhu’afa’ (h. 331), Ibn ‘Abd al-Barr (Jami’ Bayan al-‘Ilm, 1: 30), Nashr al-Muqaddasi dan Ibn ‘Asakir. Hadits dengan matan kedua ini sanadnya juga melalui ‘Anbasah ibn ‘Abdurrahman dan ‘Alaq ibn Abi Muslim. Hadits ini maudhu’ /palsu dalam penilaian Nashiruddin al-Albani dan dha’if menurut penilaian al-‘Iraqi (Silsilah al-Dha’ifah, 4:477; al-Mughni, 1: 24).
-
Seorang faqih lebih utama dari seribu ahli ibadah
22 – حديث ” مَا عُبِدَ اللَّهُ بِشَيْءٍ أَفْضَلَ مِنْ فِقْهٍ فِي دِينٍ، وَلَفَقِيهٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ، وَلِكُلِّ شَيْءٍ عِمَادٌ، وَعِمَادُ هَذَا الدِّينُ الْفِقْهُ ”
“Tidaklah Allah Ta’ala disembah dengan sesuatu yang lebih utama daripada pemahaman terhadap agama. Sungguh seorang faqih itu lebih berat bagi Syetan daripada seribu orang ahli ibadah. Sestiap sesuatu itu mempunyai tiang, dan tiang agama ini adalah fikih”.
Hadits dari Abu Hurairah ini diriwayatkan oleh al-Thabrani (al-Mu’jam al-Kabir, 19: 450; al-Mu’jam al-Ausath, 13: 423), al-Baihaqi (Syu’ab al-Iman, 4: 235), al-Daruquthni (Sunan, 7: 377), al-Syihab al-Qudha’iy (Musnad, 1: 331).
Dalam semua jalur sanadnya melalui Yazid ibn ‘Iyadh. Yazid ibn ‘Iyadh ini, menurut informasi al-Mazzi dalam kitab tahdzib al-Kamal, dinilai oleh para ulama hadits sebagai berikut: Imam Malik: Akdzab akdzab (paling pendusta), Yahya ibn Ma’in: dha’if. Ahmad ibn Shalih al-Mishri: Saya kira dia telah berbohong kepada orang lain, yakni tentang hadits. Abu Zur’ah: dha’if al-hadits. Abu Hatim al-Razi: dha’if al-hadits, munkir al-hadits. Bukhari dan Muslim: munkir al-hadits. Abu Dawud: haditsnya ditinggalkan. Al-Nasai: matruk al-hadits, kadzdzab. Semua ulama hadits mencelanya dan tidak ada satupun yang memujinya. Dengan demikian, hadits ini bisa disimpulkan sebagai hadits dha’if, atau kalau lebih detil barangkali sebagai hadits palsu / maudhu’ lebih tepat. Penilaian sebagai hadits dha’if sebagaimana dikemukakan oleh al-‘Iraqi (al-Mughni, 1: 25) dan al-Baihaqi (Syu’ab al-Iman, 4: 235). Sedangkan penilaian maudhu’/ palsu sebagaimana dikemukakan oleh al-Haitsami secara tidak langsung (Majma’ al-Zawaid, 1: 69) dan dikemukakan oleh Nashiruddin al-Albani (al-Silsilah al-Dha’ifah Mukhtashar, 11:163).
Al-Tirmidzi meriwayatkan sebagian dari hadits tersebut yakni:
فَقِيهٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ
Sungguh seorang faqih itu lebih berat bagi Syetan daripada seribu orang ahli ibadah.
Oleh al-Tirmidzi hadits ini diriwayatkan dalam kitab Sunan nya (9:295). Akan tetapi hadits riwayat Tirmidzi ini juga berkualitas dha’if karena melalui Ruh ibn Junah. Ruh Ibn Junah ini dalam kitab Tahdzib-Tahdzib (2:292) dicela oleh para ulama hadits, seperti, al-Nasaiy: (dia) bukan orang kuat. Abu Nu’aim: ia meriwayatkan hadits munkar. Al-Saji: meriwayatkan hadits munkar. Ibn Hibban: Ia meriwayatkan hadits palsu. Abu Sa’id al-Naqash: ia meriwayatkan hadits-hadits maudhu’ dari Mujahid.
-
Sebaik baik agama adalah yang termudah
23 – حديث ” خير دينكم أيسره وأفضل العبادة الفقه ”
“Sebaik-baik agamamu adalah yang termudahnya, dan sebaik-baik ibadah adalah (yang disertai) pemahaman (fiqh)”.
Hadits ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama:
إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ
“Sungguh, sebaik-baik agamamu adalah yang termudahnya, Sunggguh sebaik-baik agamamu adalah yang termudahnya”.
Bagian pertama ini diriwayatkan dari Mihjan ibn al-Adzra’ bersumber dari Nabi Muhammad saw oleh Ahmad ibn Hanbal di tiga tempat (Musnad Ahmad, 32: 119, 38: 454, 41: 307), dan oleh al-Thabarani di tiga tempat (al-Mu’jam al-Kabir 13: 141, 15: 23, al-Mu’jam al-Shaghir 3: 202).
Bagian pertama hadits ini berkuaitas shahih dalam penilaian Muhammad Nashiruddin al-Albani (Shahih wa Dha’if al-Jami’ al-Shaghir, 12: 492).
Bagian keduanya adalah:
أَفْضَلُ الْعِبَادَةِ الْفِقْهُ ، وَأَفْضَلُ الدِّينِ الْوَرَعُ
“sebaik-baik ibadah adalah (yang disertai) pemahaman (fiqh), dan sebaik-baik beragama adalah wara’ (perwira)”.
Bagin kedua ini diriwayatkan oleh al-Thabrani (al-Mu’jam al-Kabir, 11: 113, 140, 231) dari Abdullah ibn ‘Umar. Menurut penilaian Albani, bagian kedua ini berkualitas dha’if/lemah (Shahih wa Dha’if Jami’ al-Shaghir, 7: 396).
Adapun hadits tersebut, bila beriringan dua bagian sebagaimana hadits di atas, diriwayatkan oleh Ibn ‘Abd al-Barr dari Anas ibn Malik dengan sanad berkualitas dha’if (al-‘Iraqi, al-Mughni, 1: 25).
-
Keutamaan mukmin Alim atas ahli ibadah
24 – حديث ” فضل المؤمن العالم على المؤمن العابد بسبعين درجة ”
“Keutamaan mukmin yang ‘alim (pandai) atas mukmin yang ahli ibadah adalah tujuh puluh derajat”.
Hadits ini diriwayatkan oleh ibn ‘Adi dari Abu Hurairah dengan sanad yang dha’if, dan juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari ‘Abd al-Barr ibn ‘Auf juga dengan sanad yang dha’if. (al-‘Iraqi, al-Mughni, 1: 27).
-
Akan datang zaman dimana sedikit fuqoha dan banyak juru pidato.
25 – حديث ” إنكم أصبحتم في زمان كثير فقهاؤه قليل قراؤه وخطباؤه قليل سائلوه كثير معطوه العمل فيه خير من العلم . وسيأتي على الناس زمان قليل فقهاؤه كثير خطباؤه قليل معطوه كثير سائلوه العلم فيه خير من العمل ”
“Sesungguhnya kamu berada di zaman dimana banyak fuqoha’ nya (ahli ilmu agama) dan sedikit qurro (pembaca karya fuqoha’) dan juru pidatonya, sedikit yang bertanya dan banyak yang (siap) memberi (jawabannya). Amal pada waktu itu adalah lebih baik daripada ilmu. Dan akan datang pada manusia suatu zaman dimana sedikit fuqoha’ dan banyak juru pidatonya, sedikit orang yang (siap) memberi (jawaban) dan banyak yang bertanya. Ilmu pada waktu itu lebih baik daripada amal”.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabrani dari Hizam ibn Hakim dari pamannya dari ayahnya dengan sanad dha’if (al-‘Iraqi, al-Mughni, 1: 28). Imam Malik juga menukil seperti ini, tetapi ia tidak menyatakannya sebagai hadits nabi melainkan perkataan Abdullah ibn Mas’ud (al-Muwaththa’, 2: 44).
-
Antara orang alim dan abid terdapat jarak seratus derajat
26 – حديث ” بين العالم والعابد مائة درجة بين كل درجتين حضر الجواد المضمر سبعين سنة ”
“Antara orang ‘alim (berilmu) dan ahli ibadah terdapat seratus derajat, antara dua derajat itu ditempuh dengan kuda yang terlatih selama tujuh puluh tahun”.
Hadits ini diriwayatkan dari Abu Hurairah oleh Abu Ya’la dan Ibn ‘Adiy. Juga diriwayatkan dari Umar ibn al-Khattab oleh al-Ashfahani dalam kitab ‘al-Targhib wa al-Tarhib”. Menurut al-Iraqi hadits ini sanadnya dha’if. (lihat, Al-Sakhawi, al-Maqashid al-Hasanah, 1: 179; Kasyf al-Khofa’, 2: 144; al-Mughni, 1: 29).
-
Amal yang banyak tidak berguna bila tidak disertai pengetahuan tentang Allah
27 – حديث ” قيل له يا رسول الله أي الأعمال أفضل فقال العلم بالله عز و جل فقيل : أي العلم تريد ؟ قال صلى الله عليه و سلم : العلم بالله سبحانه فقيل له : نسأل عن العمل وتجيب عن العلم فقال صلى الله عليه و سلم : إن قليل العمل ينفع مع العلم بالله وإن كثير العمل لا ينفع مع الجهل بالله ”
“Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, amal-amal apakah yang lebih utama?”. Beliau bersabda, “Ilmu tentang Allah ‘Azza wa Jalla”. Lalu ditanyakan, “Ilmu apakah yang engkaunkehendaki?”. Belaiau saw bersabda, “Ilmu tentang Allah ‘Azza wa Jalla”. Lalu dikatakan kepadanya, “Kami bertanya mengenai amal sedangkan engkau menjawab mengenai ilmu”. Maka beliau saw bersabda, “Sesunggunya amal sedikit itu berguna bila disertai pengatahuan tentang Allah, dan amal yang banyak itu tidak akan berguna bila disertai kebodohan tentang Allah.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn ‘Abd al-Barr dengan sanad dha’if (al-‘Iraqi, al-Mughni, 1: 30).
-
Allah meletakkan ilmu pada ulama, agar Allah tidak menyiksanya
28 – حديث ” يبعث الله العباد يوم القيامة ثم يبعث العلماء ثم يقول : يا معشر العلماء إني لم أضع علمي فيكم إلا لعلمي بكم ولم أضع علمي فيكم لأعذبكم اذهبوا فقد غفرت لكم ”
“Allah yang Maha Suci membangkitkan hamba-hamba pada hari Kiamat, kemudian ia membangkitkan ulama. Dia berfirman, “Wahai golongan ulama, sesungguhnya Aku tidak meletakkan ilmu-Ku padamu kecuali karena Aku mengetahui tentang kamu, dan Aku letakkan ilmu-Ku padamu agar Aku tidak menyiksamu, pergilah karena Aku telah memberi ampunan kepadamu”.
Hadits Nabi ini diriwayatkan dari Abu Musa al-‘Asy’ari oleh al-Thabrani (al-Mu’jam al-Kabir, 10: 194, al-Mu’jam al-Shaghir, 2: 196). Menurut ibn ‘Adiy, sanadnya batil. Ahmad ibn Hanbal menyatakan bahwa tidak halal mengambil riwayat dari Musa ibn ‘Ubaidah, yaitu salah seorang rawi hadits ini. Ibn Hibban juga mengatakan tidak sah berhujjah dengan khabar dari Thalhah ibn Zaid, yang juga salah satu rawi hadits ini. Penilaian para ulama tersebut merupakan alasan kenapa Ibn al-Qayyim al-Jauzi memasukkan hadits ini ke dalam kitab kumpulan hadits-hadits palsunya (al-Maudhu’at, 1: 263). Al-‘Iraqi menilai hadits ini sebagai hadits dha’if (al-Mughni, 1: 31). Penilaian hampir sama dikemukakan oleh Nashiruddin al-Albani dengan mengatakan dha’if jiddan (sangat lemah) (al-Silsilah al-Dha’ifah, 2: 237).
Dr. Agung Danarta, M.Ag, Sekretari PP Muhammadiyah