Sehabis shalat jamaah Asar, lelaki yang dipercaya menjalankan tugas menunggu masjid itu justru menyapu serambi dan menggelar tikar di serambi. Bangku-bangku pendek dia tata. Desa yang sepi mulai sejuk. Angin panas menghlang, disusul datangnya angin segar.
Terdengar suara motor, bunyi lonceng sepeda lalu teriakan anak-anak yang bergembira. Satu-persatu santri TPA berdatangan. Ada yang diantar ibunya, ada yang ayahnya. Ada yang naik sepeda sendiri, ada yang berjalan kaki. Mereka membawa tas, melepas alas kaki lalu berwudlu.
Anak-anak duudk dengan rapi, berurutan mirp antri, di depan masing-masing meja kayu. Di belakang meja kayu telah ada remaja atau pemuda dan pemudi yang menjadi guru mengaji.
Lelaki berbaju koko ptih dan berpeci hitam yang sehari-hari menjadi penjaga masjid itu ternyata menjadi koordinator para guru ngaji itu. Ia berdiri di tengah-tengah anak-anak dan memulai kegiatan mengaji dengan berdoa. Setelah berdoa, dia memberi pengantar sebenta dengan mengucapkan terima kasih kepada ibu-ibu dan bapak-bapak yang mau mengantar anak-anak mengaji.
“Ibu-ibu dan bapak-bapak tidak akan merugi dengan mengantar anak-anaknya kesini. Ibu-ibu dan bapak-bapaj yang dengan ikhlas mengorbankan waktunya untuk menganatr dan menunggu anak-anak mengaji adalah orang tua yang bertanggung jawab terhadap nasib anak-anaknya di masa depan. Insya Allah, anak-anak ini akan menjadi anak sholeh yang mampu dan mendoakan ibu-ibu dan bapak-bapak. Nanti, ketika bu-ibu dan bapak-bapa sudah meninggal, maka doa anak sholeh inilah yang akan diterima Allah. Pahala amal sholeh mereka yang didapat ilmnnya dari uru ngaji di sini juga mengalir pada guuru ngaji. Kemudian kepada para muhilisin yang telah menyumbang masjid ini, baik ketika dibangun atau ketika memerlukan peralatan dan biaya kegiatan mengji kami pun mengucapkan banyak terima kasih. Insya Allah, amal jarihnya akan terus mengalir selama masjid ini dipergunakan untuk beribadah dan untuk mencari ilmu agama seperti sore ini. Jadi setiap sore ada pengajian anak-anak, sesugnghnya di masjid ini bertsburan pahala-pahala. Pahala yang didapat oleh pengelola masjid, pahala yang didapat orang tua, ahala yang didapat guru ngaji, pahala yang didapat oleh para mukhlsin sungguh tidak terhingga. Dan berkat adanya taburan pahala yang amat banyak itu menyebabkan kitya semua tidak bosan-bosannya menyelenggarakan pengajian anak-anak. Tentu bukan hanya pahala yang kita harapkan, tetapi juga redla Allah swt. Dengan adanya redla Allah maka hidup kita di dunai dan akhirat akan bahagia, amin,.”
Semua yang hadir mendengarkan dengan sepenuh hati pidato pengantar dari kordinator guru ngaji itu. Mereka terharu mendengar pidoto yang disampaaikan dengan suara lembut itu. Semua sadar, kegiatan pengajian anak-anak ini memang merupakan kegiatan yang benar dan baik. Juga merupakan kegiatan yang indah karena memberikan pengalaman beragama yang indah bagi anak-anak. Akibat positif dari pidato singkat itu dapat segera terlihat. Anak-anak makin bersemnagat mengaji. Guru ngajinya juga bersemangat memberi petunjuk dan contoh yang benar bagaimana membaca huru-hirif dan alimat dalam Al Qur’an. Para orangtua yang menunggu anak-anaknya mengaji juga makin mantap menunggui anaknya.
Kordinator guru ngaji itu pulang sebentar. Rumahnya hanya beberapa meter dari masjid. Di bersama isterinya menyiapkan minuman teh hangat dan makanan kecil yang nanti akan disuguhkan kepada para guru ngaji sesai pengajian.
Ketika semua anak-anak selesai mengaji, mereka diajak menyanyikan lagu pujian bernada lagu Jawa. Yaitu lagu Allahhumaghfirli. Seelah itu pengajian ditutup. Anak-anak rumahnya dusun lain segera pulang naik kendaraan. Anak-anak yang asli berempat tgngaldi di dusun itu menunggu adzan Maghrib untuk menjalankan shalat jamah Maghrib.
Sambil menunggu datangnya Maghrib, kordinatro guru ngaji ngobrok dengan para guru ngaji. Sambil minum teh dan mengunyah makanan kecil mereka berbagi pengalaman dan berbagi ide tentang bagaimana memajukan pengajian anak-anak sore di masjid itu.
”Jumlah anak yang mengaji terus meningkat. Sekarang yang hadir di masjid ini berjumlah delapan puluh anak. Ini adalah amanat dari Allah yang harus kita didik mendalami ilmu agama dengan sebaik-baiknya. Pada zaman seperti sekarang ini mengumpulkan anak-anak sejumlah delapan puluh anak untuk mengaji bukanlah hal yang gampang. Kita perlu mensyukuri semua ini karena kita dengan pertolognan Allah mampu mengumpulkan anak-anak sebanyak itu,” kata kordinator guru ngaji.
Yang lain mengangguk=angguk, membenarkan perkataannya. (Mustofa W Hasyim)