Santun Berkendara

Santun Berkendara

Keselamatan jiwa seseorang seringkali terancam oleh perilaku berlalu lintas di jalan yang tidak tertib, tidak taat pada rambu-rambu yang ada. Sudah jamak dimengerti bahwa hilangnya nyawa manusia di jalan sebagai buah dari kecerobohan berkendara sangat tinggi. Padahal, menjaga keselamatan jiwa, baik diri sendiri maupun jiwa orang lain, merupakan bagian penting dari ajaran Islam. Karenanya, para fuqaha mengklasifikasi lima hal pokok (al-kuliyyat al-khamsah) yang harus dijaga, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Ketidaksantunan berkendara menjadi awal terjadinya kecelakaan hingga menimbulkan korban jiwa manusia, baik terluka maupun meninggal dunia. Sungguh sangat besar ancaman bagi orang yang berbuat sesuatu yang dapat menyebabkan kerugian dirinya sendiri, merusak lingkungan, dan merusak jiwa orang lain (terlebih menghilangkan nyawa orang lain). Islam melarang segala perbuatan yang dapat merusak diri baik secara fisik maupun mental. Karena apa yang ada pada diri kita pada dasarnya adalah karunia Allah yang wajib dijaga dan disyukuri.

Begitu juga Islam sangat keras melarang melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain, apalagi sampai meyebabkan kematian. “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs Al-Maidah [5]: 32).

Perilaku yang sewenang-wenang dan mengabaikan tata tertib berlalu lintas di jalan jelas sangat rentan dengan keselamatan jiwa diri dan orang lain serta merusak lingkungan. Islam menekankan pentingnya sikap hormat-menghormati dan menjaga hak sesama orang yang berlalu lintas. Keselamatan lalu lintas menjadi tanggung jawab setiap orang, meskipun sudah ada yang berwenang mengatur dan membuat peraturan.

Di antara etika Islami berlalu lintas, antara lain pertama, tetap memberi perhatian dan hormat dengan bertegur sapa. Yang berkendara menyapa yang berjalan kaki, sedangkan yang berjalan kaki memberi sapaan kepada yang berdiam. Bertegur sapa pada saat berlalu lintas tentu hanya bisa dilakukan dengan berkendara secara hati-hati atau pelan-pelan. Inilah maksud diperintahkan untuk tetap memberi sapaan meski sedang bekendara.

Kedua, berlalu lintas berkendara sangat ditenkan untuk mempersilakan lewat kepada orang yang seharusnya lewat terlebih dahulu sebagai wujud dari sikap rendah hati dan tidak angkuh. Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Qs Luqman [31]: 18-19).

Kesombongan dalam ayat tersebut dapat dipahami sebagai ketidakpedulian terhadap orang lain dalam hal memenuhi hak-hak dan keselamatan bersama. Sedangkan kata waqshid pada ayat 19 (waqshid fi masyyika waqdhudh min shautika) itu secara harfiah berarti berhematlah, sehingga para mufasir menjelaskan berjalanlah yang biasa saja tidak sangat lambat dan tidak sangat cepat, jalanlah yang biasa itu cara berjalan yang sopan.

Dalam konteks berlalu lintas bentuk-bentuk kesombongan tampak dari sikap sembrono, ugal-ugalan, membuat bising dan gaduh, mengeraskan suara kendaraan secara berlebihan, memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi dengan tujuan agar cepat sampai ke tujuan adalah sikap mementingkan diri sendiri. Tak peduli apakah dengan perilakunya itu ia mendatangkan celaka bagi orang lain dan dirinya sendiri. Itu semua merupakan visualisasi mentalitas perusak.

Menjaga keselamatan jiwa bersama adalah kewajiban dan sekaligus tanggung jawab bersama pula. Karena itu, dengan semakin padatnya arus lalu lintas, dan kian banyaknya titik kerawanan serta kemacetan, maka sangat diperlukan penguatan mentalitas penyelamat bagi segenap pengendara.

—————–

Mutohharun Jinan, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta

Exit mobile version