Assalamu’alaikum wr. wb.
Selama ini selain dikenal sebagai organisasi modernis, Muhammadiyah juga dikenal sebagai organisasi yang bisa mandiri dalam urusan pendanaan. Walau tidak menutup diri dari bantuan pihak luar, sejak zaman dahulu Muhammadiyah selalu dapat mencukupi kebutuhan dirinya sendiri.Di masa awal,beberapa AUM baik yang berupa sekolah, rumah sakit, maupun panti asuhan dihidupi oleh Pimpinan Muhammadiyah setempat. Kini, ketika beberap AUM sudah bisa menghidupi diri mereka sendiri, sudah barang tentu, Muhammadiyah akan semakin mampu untuk mandiri. Kunci kemandirian Muhamadiyah saat itu terletak pada jiwa kedermawanan para anggota Muhammadiyah. Saat itu, Iuran Aggota memang pernah berjalan dengan baik. Saat ini, entah mengapa banyak anggota Muhammadiyah yang “lupa” untuk membayar iuran anggotanya. Sebenarnya, jiwa kedermawanan warga Muhammadiyah itu tidak pernah pudar hingga kini. Buktinya, saran dan tindakan H Ariswan yang mendebit otomatis rekeningnya untuk Muhammadiyah, sebagaimana dijelaskan di Suara Muhammadiyah Nomor 18 tahun 2015 yang lalu tentang “Gerakan Nyata Pasca Sukses Muktamar 2015” mendapat dukungan dari banyak pembaca. Kajian Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta, Prof Bambang Setiaji juga menghasilkan hal yang sama. Iuran Anggota Muhammadiyah masih sangat mungkin untuk kembali dihidupkan. Hanya saja, Guru besar ekonomi ini menyarankan agar peruntukan Iuran Anggota Muhammadiyah itu lebih banyak dimanfaatkan untuk mensejahterakan anggota Muhammadiyah itu sendiri. Dengan begitu Anggota Muhammadiyah tidak hanya dibuktikan dengan selembar kartu belaka. Namun pemilik kartu itu juga mempunyai konsekwensi untuk memberi dan berhak menerima sesuatau dari Persyarikatan Muhammadiyah. Terimakasih. Wassalamu’alaikum wr wb. Redaksi.