Hukum Donor Darah dalam Islam

Hukum Donor Darah dalam Islam

Pertanyaan dari Eswahos Shofiq, dari Bawean – Gresik,

(disidangkan pada hari Jum’at, 29 Syawal 1436 H / 14 Agustus 2015)

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum w.w.

Saya mau tanya, apakah mendonorkan darah itu boleh dalam Islam? Kalau boleh, apakah dapat pahala? Kalau iya, dalilnya mana?

Wassalamu ‘alaikum w. w.

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam w.w.

Terima kasih atas pertanyaan yang saudara sampaikan kepada kami. Donor darah adalah suatu kegiatan pemberian atau sumbangan darah yang dilakukan oleh seseorang secara sengaja dan sukarela kepada siapa saja yang membutuhkan transfusi darah. Transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia dengan cara memindahkannya dari tubuh orang yang sehat kepada tubuh orang yang membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya/menyelamatkan jiwanya.

Manusia tidak dapat hidup tanpa darah karena semua jaringan tubuh memerlukan darah. Otak manusia membutuhkan darah yang mencukupi dan teratur. Jika tidak menerima darah dalam tempo lebih dari empat menit, maka sel otak akan mati. Salah satu manfaat donor darah adalah bahwa darah dari pendonor dapat menyelamatkan jiwa orang lain secara langsung.

Hukum mempergunakan darah:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ …

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[*], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah … [Q.S. al-Maidah (5): 3].

[*] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surah al-An‘am (6) ayat 145.

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya” …

Dan firman Allah dalam surah al-An’am (6) ayat 119:

Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.

Dan kaidah fiqh yang berbunyi:

Perkara hajat (kebutuhan) menempati posisi darurat (dalam menetapkan hukum Islam), baik bersifat umum maupun khusus”.

Dan kaidah fiqh selanjutnya, berbunyi :

Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan darurat dan tidak ada yang makruh bila berhadapan dengan hajat (kebutuhan).

Sesuatu yang dibolehkan karena keadaan darurat, (hanya diberlakukan) untuk mengatasi kesulitan tertentu/diukur menurut kadar kemadharatannya.

dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.

Juga surah al-Baqarah (2) ayat 110;

Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Exit mobile version