NAMA Nabi Syu’aib ‘alaihi as-salâm disebut di dalam Al-Qur’an sebanyak 11 kali. Lima kali disebut dalam Surat Al-‘Araf (ayat 85, 88, 90 masing-masing satu kali dan ayat 92 dua kali), empat kali dalam Surat Hud (ayat 84, 87, 91 dan 94), satu kali dalam Surat Asy-Syu’ara (ayat 177) dan satu kali dalam Surat Al-‘Ankabut (ayat 36).
Dalam Surat Al-‘Araf, mulai ayat 59 sampai dengan ayat 84 Allah SWT berkisah tentang Nabi Nuh, Hud, Shaleh dan Luth, ‘alaihimus salam dengan kaumnya masing-masing. Setelah itu mulai ayat 85 Allah SWT melanjutkan dengan kisah Nabi Syu’aib dan kaumnya di Madyan. Allah SWT berfirman:
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”. (Q.S. Al-‘Araf 7: 85)
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa Syu’aib diutus kepada kaumnya sendiri yaitu kaum Madyan. Hal yang sama disebutkan kembali di awal kisah Syu’aib pada Surat Hud 84. Allah SWT berfirman:
“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya Aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat).” (Q.S. Hud 11:85)
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَارْجُوا الْيَوْمَ الْآخِرَ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan, saudara mereka Syu’aib. Maka ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan”. (Q.S. Al-‘Ankabut 29: 36)
Di awal tiga ayat di atas disebutkan dengan redaksi yang persis sama, bahwa kepada kaum Madyan diutus saudara mereka sendiri yaitu Syu’aib. Madyan adalah sebuah negeri atau kawasan yang terletak antara tanah Hijaz dan Syam, sebelah timur teluk Aqabah. Menurut Muhammad al-Washfi dalam Târîkh al-Anbiyâ’ wa ar-Rusul wa al-Irtibâth a-Zamani wa al-‘Aqâidi (2001:177) Madyan sendiri aslinya adalah nama nenek moyang mereka yaitu Madyan ibn Ibrahim ‘alaihis salam dari isteri beliau bernama Qathurah.
Menurut Ibn Katsir dalam Kisah Para Nabi (2011: 245-6) penduduk Madyan adalah suatu kaum yang tinggal di kota Madyan, yang terletak di daerah Mi’an di perbatasan negeri Syam (Syria) yang dekat dengan Hijaz. Penduduk Madyan itu tidak lama setelah kaum Luth binasa. Mereka ini dari Bani Madyan ibn Madyan ibn Ibrahim ‘alaihis salam. Tetapi Ibn Katsir tidak menyebutkan nama ibu dari Madyan. Selama ini yang sangat terkenal Nabi Ibrahim punya anak laki-laki bernama Ismail dari isteri beliau Siti Hajar dan Ishaq dari isteri beliau Siti Sarah.
Nabi Syu’ib diutus setelah Nabi Luth, masa antara azab Allah dijatuhkan kepada kaum Luth dan diutusnya Nabi Syua’ib tidaklah terlalu jauh seperti ditegaskan sendiri dalam dialog Nabi Syu’aib dengan kaumnya yang durhaka. Allah SWT berfirman:
“Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.” (Q.S. Hud 11:89)
Menurut Ibn Katsir dalam Tafsirnya, yang dimaksud dengan ba’id dalam ayat di atas bisa zamân (waktu) dan bisa pula makân (tempat). Kalau waktu berarti jarak antara azab Allah yang ditimpakan kepada kaum Luth dengan masa Nabi Syu’aib tidaklah terlalu jauh. Kalau tempat, berarti memang lokasi negerinya tidak jauh dari daerah Madyan.
Nabi Syu’aib juga diutus kepada Ashhabul Aikah sebagaimana yang dapat dibaca dalam Surat Asy-Syu’ara ayat 176-179. Allah SWT berfirman:
<177> إِذْ قَالَ لَهُمْ شُعَيْبٌ أَلَا تَتَّقُونَ<176> كَذَّبَ أَصْحَابُ الْأَيْكَةِ الْمُرْسَلِينَ
<إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ <178>فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ<179
“Penduduk Aikah telah mendustakan rasul-rasul; Ketika Syu’aib berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak bertaqwa? Sesungguhnya Aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu. Maka bertaqwalah kepada Allah dan ‘taatlah kepadaku.” (Q.S. Asy-Syu’ara’ 26: 176-179)
Aikah masih bagian dari Madyan, terletak di bagian pedalaman yang ada hutannya. Ada juga yang mengatakan Aikah adalah nama lain dari kota Tabuk terletak sebelah timur Madyan, antara dua gunung Jasama dan Syaraura (Syauqi Abu Khalil: Athlas Al-Qur’an 2001: 71). Aikah adalah sejenis kayu yang mereka sembah, sehingga mereka disebut Ashhabul Aikah. Ibn Katsir menguatkan bahwa sebenarnya mereka juga kaum Madyan, bukan kaum yang berbeda. Sehingga dengan demikian tidak benar Syu’aib diutus kepada dua kaum, tetapi hanya satu kaum yaitu Madyan. Al-Qur’an tidak lagi mengaitkan Syu’aib dengan para penyembah Aikah karena mereka tidak lagi menyembah Allah SWT, sehingga redaksi ayatpun berbeda. Untuk Madyan, disebutkan bahwa Syu’aib adalah saudara mereka sendiri, tetapi tatkala menyebut Ashhabul Aikah hanya disebut berkata kepada mereka Syu’aib, tanpa kata akhuhum (saudara mereka).
Nama dan Nasab
Menurut ‘Atha’ dan Ibn Ishaq, Syu’aib adalah putera Mikyal ibn Yasyjar ibn Madyan ibn Ibrahim. Dalam bahasa Siryaniyah namanya adalah Beirut, ibunya bernama Mikail bintu Luth. Versi lain menyebutkan Syu’aib putera dari ‘Aifa’ ibn Yubab ibn Madyan ibn Ibrahim. Versi lain lagi menyebutkan beliau adalah Syu’aib ibn Jaza ibn Yasyjar ibn Lawi ibn Ya’qub ibn Ishaq ibn Ibrahim. Yang lain lain menyebutkan Syu’aib adalah putera Shafwan ibn ‘Ifa’ ibn Tsabit ibn Madyan ibn Ibrahim (Washfi: 175)
Dalam Shahih Ibn Hibban diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW pernah menyatakan: “Ada empat orang yang termasuk bangsa Arab, yaitu Hud, Shaleh, Syu’aib dan Nabimu (Muhammad) ini hai Aba Dzar”.
Menurut Washfi, beberapa nama dalam nasab Syu’aib tidak ditemukan dalam sumber-sumber Bani Israil, barangkali hal itu terjadi karena orang-orang Yahudi tidak mengganggap penting kecuali nasab yang ada hubungannya dengan sejarah mereka saja dan menurut cara pandang mereka sendiri. Lalu Washfi mencoba menggabungkan antara sumber-sumber Islam dan Yahudi sehingga nasab Syu’aib menjadi berikut: Sy’aib ibn Jaza ibn Yasyjar ibn Lawi ibn Ya’qub ibn Ishaq ibn Ibrahim. Dalam versi ini tidak ada Madyan. Sepertinya yang ada Madyannya yang lebih sejalan dengan Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Syu’aib adalah dari kaum Madyan.
Disebut-sebut juga oleh sebagian Mufassir seperti Hamka dalam Tafsir Al-Azhar (VIII: 2960) bahwa Nabi Syu’aib adalah mertua dari Nabi Musa. Tatkala pemuda Musa—dalam statusnya sebagai buronan Fir’aun—membantu puteri Nabi Syu’aib mengambilkan air dari sumur untuk minuman ternak gembalaan keluarga Syu’aib, peteri Syu’aib tertarik dengan kebaikan dan ketulusan pemuda itu, sehingga dia mengusulkan kepada bapaknya untuk mempekerjakan Musa. Akhirnya Musa diundang dan ditawari untuk dinikahkan dengan salah seorang puteri beliau dengan mahar bekerja delapan tahun, tetapi lebih baik kalau secara sukarela menggenapkannya menjadi sepuluh tahun (Bersambung)