Keluarga adalah institusi pendidikan dasar suatu masyarakat. Di sanalah semua nilai dasar ditanamkan. Di sana pulalah setiap individu berproses menuju manusia yang seutuhnya.
Dalam dokumen dan naskah-naskah lama, hampir semua budaya umat manusia juga menyatakan kalau keluarga merupakan institusi yang sangat penting untuk membentuk sebuah peradaban. Oleh karena itu, kita juga menganggap keluarga sebagai madrasah pertama dan utama bagi setiap manusia. Keluargalah yang memelihara dan membentuk budaya dan perwatakan semua manusia.
Namun, bagimanakah seharusnya sebuah keluarga itu dibentuk dan dibina? Sudah barang tentu, saat ini pertanyaan ini sangat sulit dijawab.
Yang jelas, saat ini, karakter setiap keluarga di Indonesia semakin beragam. Seperti masyarakat yang terus berubah, tata nilai dalam keluarga juga mengalami pergeseran. Namun, dalam semua keragaman tersebut, ada benang merah yang dominan yang terjadi di dalam memaknai kesuksesan sebuah keluarga. Kesuksesan keluarga tersederhanakan menjadi sukses secara materi. Menjadi kaya.
Kalau suatu keluarga sudah hidup dalam limpahan materi yang berlebih maka keluarga itu dianggap sebagai keluarga yang sukses dan sempurna.
Sedangkan keluarga yang masih sering menemui kesulitan dalam mencukupkan kebutuhan sandang, pangan, dan papan dianggap sebagai keluarga yang belum sukses.
Ini semua pada dasarnya merupakan imbas dari perubahan tata nilai masyarakat secara umum. Semua tontonan dan pertunjukan yang secara tidak langsung telah menuntun anggota masyarakat ke arah sana.
Para pimpinan masyarakat semakin banyak yang tidak merasa rikuh memamerkan kemewahan hidup demikian pula sinetron yang ditonton oleh mayoritas keluarga Indonesia juga memamerkan hal yang sama.
Akibatnya, banyak di antara kita yang terseret dalam arus seperti itu. Kekayaan menjadi tujuan dalam sebuah keluarga. Efeknya, beberapa hal lain yang sebenarnya menjadi pondasi dasar seperti hak anak untuk memperoleh kasih sayang dan juga bimbingan justru terabaikan.
Tidak berlebihan kiranya, apalagi sekarang ini institusi yang bernama keluarga semakin banyak dipertanyakan. Apakah keluarga cukup diartikan sebagai ikatan seorang laki-laki dan perempuan yang punya anak dan tinggal dalam satu atap yang sama?
Apakah ketika suami istri semuanya bekerja dari selama enam hari dalam seminggu yang semuanya berangkat sebelum subuh dan pulang ketika malam telah larut malam juga layak disebut sebagai sebuah keluarga?
Mengidealkan bentuk keluarga masa sekarang dengan bentuk keluarga masa lalu seperti di cerita lama tentu sudah tidak relevan.
Pada masa lalu kehidupan jelas tidak sekompleks masa sekarang. Pada masa lalu, pola kehidupan masih terlalu sederhana. Semua punya waktu senggang karena, walau tanpa rekayasa manusia, alam sudah bisa mencukupi kehidupan semua manusia.
Pada masa sekarang daya dukung alam untuk kehidupan manusia sudah sangat terbatas. Daya dukung alam untuk kebutuhan manusia hanya bisa tercukupi dengan intervensi, rekayasa, dan kerja keras para manusia.
Walau begitu, pada masa dulu ataupun masa sekarang dan masa yang akan datang fungsi keluarga tetaplah sama. Sebagai madrasah pertama manusia. Lantas, harus seperti apakah keluarga sekarang kita selamatkan?• [isma]