Prof Dr Siti Chammah Soeratno, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UGM
Mengenai konsep keluarga itu mulai dari laki dan perempuan mulai bersatu dalam pernikahan. Karena dengan pernikahan manusia akan mampu melahirkan keturunan dan melangsungkan generasi. Dari konsep tersebut lahirlah ikatan yang baik dan menyenangkan antara kedua pasangan. Dari dua orang yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda ini, artinya orang dihadapkan kepada suatu hal yang harus diperhatikan mengikatkan diri dalam ikatan pernikahan.
Bukan perkara yang mudah ketika dua manusia yang memiliki karakter serta selera yang berbeda bersatu dalam kesatuan yang membangun suatu ikatan dan kebahagiaan bersama. Maka sudah seharusnya dipikirkan lebih jauh, sehingga mampu memahami karakter masing-masing untuk membuat sebuah kesamaan. Dalam artian, berusaha saling menyelaraskan karakter masing-masing, dan inilah keluarga dan dari keluarga itu lahirlah anak-anak.
Lalu Islam menerangkan bahwa anak-anak yang lahir dari sebuah keluarga akan menjadi generasi selanjutnya yang harus dibentuk dalam keluarga. Hal ini tentu sudah jelas banyak diterangkan di dalam Al Qur’an, Qur’an Surat Lukman, At Tahrim, dll. Apa yang diterangkan di dalam Al-Qur’an tersebut sudah seharusnya menjadi pedoman untuk menjawab problem yang dihadapi serta senantiasa dapat meningkatkan kualitas keturunan mereka sebagai human resources di masyarakat. Dalam urusan ini, pembinaan dilakukan di dalam keluarga. Secara langsung, peran bapak dan ibu sangat penting dan harus seimbang.
Tidak bisa hanya sekedar menjadi urusan ibu saja. Saat ini, masih banyak yang berfikir bahwa bapak tugasnya mencari uang dan ibu mengurusi urusan dibelakang. Menurut saya tidak bisa demikian, melainkan kedua-duanya, atau masing-masing ayah dan ibu ini mencari potensi. Potensi itu lalu dikumpulkan menjadi satu untuk anak. Dalam hal ini, seharusnya sudah terbayang bahwa anak kelak akan menjadi pembentuk generasi yang akan datang. Perhatian orangtua tentunya akan sangat besar. Perhatian bukan hanya yang diwijudkan dalam bentuk uang, tetapi juga bagaimana membentuk dan mendidik anak. Termasuk caranya, situasi rumahnya, fasilitasnya dan yang lebih penting adalah hubungan suami-isteri yang harmonis. Itulah kiranya yang harus dipahami.
Hari ini, kenakalan atau perilaku anak itu dibentuk sejak kecil. Tergantung bagaimana orangtua membentuk dan memberikan perhatiannya kepada anak. Menyerahkan anak ke pembantu atau baby sitter. Jika hanya mengandalkan uang, itu salah. Karena baby sitter tidak akan membentuk pribadi anak. Apalagi jika tahu bahwa ketika seseorang meninggal, hanya 3 amal jariyah yang akan menyelamatkannya. Salah satunya adalah amal anak shalih yang mendoakan orang tuanya. Bagaimana anak itu mau mendoakan orang tuanya jika anak itu tidak dididik dengan islam yang baik? maka anak itu harus dibina dan dididik oleh orang tuanya terlebih dahulu. Itulah sebabnya, mendidik anak menjadi sangat penting karena kebutuhannya itu bukan saja di masyarakat, tetapi juga kebutuhan masing-masing orang tua itu.
Kemudian, hubungannya dengan masyarakat adalah bahwa sang anak akan menjadi anggota masyarakat, yang akan membangun masyarakat menjadi Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur. Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam membangun masyarakat itu pertama akan dibentuk di rumah, bukan di luar.
Saat ini, pendidik anak di rumah mengalami erosi, ini adalah tantangannya. Kini semakin banyak yang bermalasan dalam mendidik anak. Padahal, kewajiban mendidik anak mulai dari bangun pagi hingga nanti tidur lagi, ini menjadi tanggung jawab orangtua. Bagaimana sejak kecil anak didik, bukan hanya diberi makan saja, disekolahkan, tentu itu tidak cukup. Orangtua itu hanya terdiri bapak dan ibu, jadi sudah seharusnya saling membagi peran dan kompetensi dalam mendidik anak.