Shoimah Kastolani : Keluarga Sakinah Tenda Besar Program ‘Aisyiyah

Shoimah Kastolani : Keluarga Sakinah Tenda Besar Program ‘Aisyiyah

Doa untuk menjadi keluarga sakinah selalu terlontar ketika ada pasangan yang menikah dan hampir semua keluarga mendambakan keluarga sakinah. Tetapi praktiknya tidaklah mudah, apalagi di era modern saat ini yang menuntut pasangan bekerja di ruang publik.

Untuk membahas hal ini, Lutfi Effendi dari Suara Muhammadiyah mewawancarai Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Dra Hj Shoimah Kastolani, untuk memperdalam hal tersebut. Menurutnya, Keluarga Sakinah adalah tenda besar program-program ‘Aisyiyah.

Di antara keputusan Muktamar ‘Aisyiyah adalah penguatan keluarga sakinah. Sebetulnya konsep keluarga sakinah itu bagaimana?

Sebetulnya konsep keluarga sakinah itu sudah menjadi keputusan Muktamar ke-41 di Solo tahun 1985, hanya mengalami beberapa revisi yang juga disempurnakan bersama Majelis Tarjih. Konsep ini terakhir direvisi waktu Tanwir periode 2010-2015.
Jika menilik definisinya, bangunan keluarga yang dibentuk berdasar perkawinan yang sah dan tercatat di kantor KUA yang dilandasi mawadah wa rahmah, sehingga masing-masing anggota keluarga dapat mengembangkan peran sesuai fungsinya dalam menghadirkan suasana kedamaian ketenteraman, keharmonisan, keadilan, dan kejujuran, untuk terwujudnya kebaikan hidup dunia wal akhirat.  Berarti keluarga sakinah sejak awal memasuki gerbang pernikahan sudah dipersiapkan secara prinsip legal formal baik menurut syar’i maupun perundang-undangan
Tanggung jawab mewujudkan keluarga sakinah adalah oleh seluruh anggota keluarga, maka Muhammadiyah pun juga mendukung konsep tersebut. Kita lihat sja rumusan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) juga mengatur kehidupan berkeluarga.  Ilahiyah, kesetaraan, berkeadilan, kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan hidup sejahtera dunia akhirat yang jadi asas keluarga sakinah harus diupayakan bersama seluruh anggota keluarga.

Lalu penguatannya bagaimana?

Hubungan antaranggota keluarga harus selalu dibangun dengan asas yang telah saya sebutkan, saling menghargai anggota keluarga kunci keharmonisan juga. Orangtua mampu memposisikan sebagai teladan bagi anak-anaknya untuk saat ini menjadi dambaan juga bagi keluarga sakinah
Hubungan komunikisi dikedepankan dengan dialog­is, antar keluarga menggunakan konsep BBM (Berpikir, Berpendapat dan Melibatkan). Di sisi lain tidak boleh mengenyampingkan membangun hubungan yang harmonis dengan keluarga besar (ipar mertua, dan lain lain).

Ada yang beranggapan keluarga sakinah hanya bisa terbentuk ketika perempuan ditarik dari ruang publik dan hanya mengurus keluarga, bagaimana menurut konsep ‘Aisyiyah atau Muhammadiyah?

Wah sangat menyalahi pesan KHA Dahlan “janganlah urusan dapur, menjadikan kamu tidak melayani masyarakat”. Ibu dengan segudang kesibukan masih sempat memberikan perhatian pada keluarga dan tugas domestik tak terabaikan. Kuncinya adalah membagi waktu dan komitmen untuk keluarga, dan itu semua karena ada saling pengertian dan dukungan dari seluruh anggota keluarga. Tidak sedikit pula anak bermasalah, pasangan suami istri (pasutri) sering cekcok, padahal ibunya nongkrongin anak di rumah, ubeg (hanya menyibukkan diri) di rumah.

Lalu bentuk-bentuk keluarga macam apa di era modern ini yang dapat mendukung pesan KHA Dahlan itu?

Keluarga yang menyadari fungsinya bahwa kehidupannya bukan hanya untuk kepentingan pribadinya, namun juga untuk ikut bertanggungjawab mewujudkan masyarakat sejahtera.

 Sejauh mana ‘Aisyiyah mewujudkan hal ini?

Dalam kajian sering ditekankan “sebaik-baik manusia, adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lain”, mendorong kesadaran nikmat berorganisasi. Kalau KHA Dahlan mengajarkan surat Al ‘Asr saja 7 bulan kan sangat bermakna, kalau kita merealisasikan keimananan kita dengan amal nyata dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera

Apakah artinya dalam mewujudkan keluarga yang demikian perlu proses?

Keluarga sakinah itu tidak semudah membalik tangan, harus diawali dari sejak pemilihan jodoh. Dalam ‘Aisyiyah sudah ada modul kursus keluarga sakinah untuk remaja, kini akan dikemas lagi lebih baik dan diterapkan lagi untuk membina keluarga sakinah secara dini.

Upaya-upaya apa saja selain kursus untuk mewujudkan keluarga sakinah?

Sebenarnya hampir semua program ‘Aisyiyah itu tenda besarnya adalah Keluarga Sakinah (KS). Antipasi kekerasan terhadap anak bukan lagi membuat pernyataan saja, tapi juga melakukan Gerakan ‘Aisyiyah Cinta Anak (GACA) dengan berbagai action masif  (usaha yang dikerahkan untuk mencapai hasil yang terbaik, yang paling memuaskan, dan paling bermanfaat) ke bawah hingga ke Cabang dan Ranting.
Penyadaran hak anak, mulai dari kandungan hingga 1000 hari pertama hidup anak (lahir-menyusui dua tahun) dengan gerakan ASI ekslusif menuju Generasi Emas, Standar Pelayanan Anak (SPA), standarisasi pelayanan sarana prasarana tempat amal usaha (Pendidikan, Panti) misal akses kamar mandi yang aman (sebab kejahatan seksual sering terjadi di kamar mandi), pelayanan di tempat ramai yang banyak didatangi anak, mendorong pemerintah menyediakan tempat untuk laktasi (menyusui). Pendidikan Kespro (kesehatan reproduksi), dakwah pemberdayaan dengan usaha ketrampilan/life skill semacam SWA (Sekolah Wiraswasta ‘Aisyiyah), pengentasan ke arah kemandirian, peduli dengan kelompok disabilitas, bahkan kegiatan Lansia Produktif adalah upaya-upaya mewujudkan Keluarga Sakinah.

Apakah upaya ini hanya untuk keluarga Muhammadiyah atau juga ke yang lain?

Program-program tersebut secara praktik di lapangan yang  melaksanakan Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah. Namun demikian program tersebut, bukan hanya untuk ‘Aisyiyah tetapi juga untuk masyarakat umum yang bukan warga ‘Aisyiyah.

Lalu apa kendala untuk mewujudkan program ini dan bagaimana mengatasinya?

Kendalanya bila pemerintah di bawah hanya memperhatikan organisasi wanita seperti PKK dan Darma Wanita. Tapi selama ini ‘Aisyiyah dapat mengatasinya, ‘Aisyiyah dapat masuk pada organisasi seperti itu, tanpa kehilangan identitas.• (eff)

Exit mobile version