Agama Pemersatu Bangsa

Agama Pemersatu Bangsa

Ilustrasi

Di Tahun 2015 ini Indonesia masih belum sepi dari persoalan atau konflik antarwarga negara, konflik horizontal. Salah satu konflik yang biasanya memperoleh perhatian besar masyarakat dan pemberitaan media adalah konflik agama, baik antaragama maupun intra-agama (konflik antar umat seagama).

Namun, kalau semua data konflik di Indonesia tahun 2015 ini ditelaah secara jujur dan jernih, konflik agama bukanlah konflik yang besar di tahun ini. Juga pada tahun-tahun sebelumnya. Konflik terbesar dan yang paling sering justru adalah tentang sumber daya alam yang meliputi penguasaan lahan dan proses ganti rugi antara perusahaan atau pemerintah dengan warga.

Konflik agama menjadi demikian besar bukan karena frekuensinya yang sering, melainkan karena resonansi dan gemanya saja yang besar. Misalnya, persoalan rumah ibadah. Sebenarnya konflik ini tidak sering terjadi. Bahkan dapat dikatakan sangat jarang. Akan tetapi, karena “dibesar-besarkan” maka konfliknya terkesan menjadi besar. Demikian juga, kasus penyesatan terhadap komunitas agama.
Harus diakui, konflik-konflik agama tersebut belum pernah bisa diselesaikan secara tuntas. Mengapa semua itu masih terjadi? Ini memberi sinyal bahwa bangsa ini sedang menghadapi persoalan serius. Persoalan kebangsaan yang sudah lama menjangkiti, tapi tidak kunjung diobati.

Persoalan itu adalah disintegrasi. Sebagai bangsa yang terdiri dari ribuan suku bangsa, budaya, dan juga ratusan aliran agama. Bangsa ini sebenarnya memang terkotak-kotak dalam setiap kotak semu yang dikehendaki masing-masing. Namun, setiap kotak semu itu sebenarnya tidak layak untuk memecah kesatuan bangsa.

Kotak semu ini akan menjadi masalah manakala masing-masing penghuni kotak itu membabi-buta membela kelompoknya tanpa mau tahu kondisi kelompok lain. Apalagi memahami dan memberi ruang toleransi. Kesadaran sebagai bangsa runtuh oleh perjuangan atas nama kelompoknya. Tidak ada lagi usaha untuk menjadi bangsa yang bersatu.
Di negeri ini, konflik dan kerusuhan kerap terpicu oleh peristiwa kecil. Misalnya suporter sepak bola kota A yang sering diberitakan mengamuk ketika timnya kalah. Pelampiasannya adalah dengan merusak kendaraan yang berplat nomor kota musuhnya. Demkian juga suporter sepak bola kota B, C, D, E dan semuanya nyaris sama. Di negeri ini salah pilih warna kaos saat ada perrtandingan bola ataupaun saat ada perayaan harlah partai bisa menjadi malapetaka.

Dapat dibayangkan betapa menghebohkanya ketika konflik itu dikaitkan dengan urusan agama, yang bagi penduduk Indonesia yang religius, masalah agama jelas memiliki daya gugah melebihi sentimen klub sepakbola.

Namun demikian, bukan berarti bangsa ini tidak lagi mempunyai masa depan. Pada sisi yang lain, muncul semangat dari kalangan umat beragama untuk saling menjaga kedamaian dan kerukunan. Kegiatan-kegiatan bersama antaragama atau antarkelompok agama memberikan harapan kepada kita. Bahwa kita masih tetap dapat memperbaiki kehidupan kita sebagai bangsa. Inisiatif membangun perdamaian dan kerukunan makin marak dan kuat di tahun ini. Kerjasama-kerjasama sosial dalam rangka membangun harmoni juga marak di beberapa daerah.
Dalam konteks terakhir inilah, Islam menunjukkan peran yang sangat besar. Islam adalah agama yang selalu mengampanyekan perdamaian. Sebagai umat mayoritas, umat Islam memiliki tanggungjawab untuk terlibat langsung dalam membangun bangsa ini agar tetap bersatu dan damai.

Pada titik itu pula, Muhammadiyah merupakan pilar utama dalam mengelola persatuan bangsa ini. Muhammadiyah adalah gerakan pencerahan untuk persatuan bangsa. Muhammadiyah relatif tidak pernah terlibat dalam konflik keagamaan, baik dengan agama lain maupun dengan kelompok Islam lain. Ini adalah modal untuk memperbesar perannya terlibat membangun perdamaian bangsa ini. Muhammadiyah dapat hadir sebagai solusi dalam mempersatukan bangsa yang sedang terjangkiti disintegrasi yang kronis.• [buAs]

Exit mobile version