Nabi Musa AS

pengajaran

Ilustrasi

Nama Nabi Musa ‘alaihi as-salam disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 136 kali, tersebar dalam 34 surat, 27 Makkiyah dan 7 Madaniyah. Paling banyak terdapat dalam surat Al-’Araf (21 kali), kemudian surat Al-Qashash (18 kali), surat Thaha (17 kali) dan surat Al-Baqarah (13 kali). Selebihnya berkisar antara 1-8 kali. Pertama kali disebut dalam Mushaf pada surat Al-Baqarah ayat 51. Allah SwT berfirman:

“Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim,” (Qs Al-Baqarah [2]: 51)
Ayat ini menceritakan satu episode dari perjalanan dakwah Nabi Musa, tatkala Nabi Musa as pergi ke bukit Thursina selama 40 malam untuk menerima Kitab Suci Taurat, Samiri membuat sebuah patung anak lembu dari emas yang dikumpulkan dari Bani Israil yang sudah diselamatkan oleh Allah SwT dari kejaran Fir’aun dan tentaranya lalu mereka menyembahnya sebagai tuhan. Benar-benar mereka telah berbuat zalim
Terakhir kali nama Musa disebut dalam Mushaf pada surat Al-A’la ayat 19. Kita kutip sekalian dengan ayat 18 karena masih satu rangkaian. Allah SwT berfirman:

“Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,  (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.” (Qs Al-A’la [87]: 18-19)

Nasab dan Tempat
Merujuk kepada beberapa sumber, Muhammad al-Washfi dalam Tarikh al-Anbiya’ wa ar-Rusul wa al-Irtibath a-Zamani wa al-‘Aqaidi (2001:187) menyatakan
Musa adalah putera dari ‘Imram ibn Quhat ibn Lawi ibn Ya’qub ibn Ishaq ibn Ibrahim. Sedangkan ibu Musa adalah Yukabid, saudara perempuan dari Quhat dan bibi dari ‘Imram sendiri. Dari ‘Imram, Yukabid melahirkan tiga orang anak, satu perempuan yang paling tua bernama Maryam, dan dua laki-laki yaitu Musa dan Harun. Lawi adalah saudara satu bapak dari Nabi Yusuf as. Lawi bersama saudara-saudaranya yang lain, serta keluarga masing-masing bersama Nabi Ya’qub diajak pindah oleh Yusuf dari Madyan ke Mesir.

Menurut Ibn Katsîr dalam Kisah Para Nabi (2011: 336) Musa adalah putera ‘Imrân ibn Qâhits ibn Azir ibn Lawi ibn Yaqub ibn Ishaq ibn Ibrâhîm. Terlihat ada perbedaan antara sumber yang dikutip Washfi di atas dengan Ibn Katsîr. Yang paling menonjol perbedaannya adalah antara Qahits dan Lawi dalam versi Ibn Katsîr ada Azir, sedangkan dalam versi Washfi, di atas Quhat langsung Lawi. Wallahu a’lam.
Keluarga besar Ya’qub itulah generasi pertama Bani Israil yang menetap di Mesir. Mereka berkembang dengan cepat, bekerja dengan giat dalam bidang pertanian dan peternakan sehingga menimbulkan kecemburuan dan ketakutan bangsa Mesir. Akhirnya di bawah perintah Fir’aun (sebutan untuk Raja Mesir) Bani Israil ditindas, dipaksa bekerja dan diperbudak, sampai akhirnya Allah SwT mengirim Musa untuk membebaskan mereka dan membawa keluar dari Mesir menuju padang pasir Sinai, menyeberang laut dengan mukjizat dari Allah SwT.

Pada masa mudanya Musa membunuh seorang pemuda Mesir, dan setelah itu dia melarikan diri ke Madyan, menikah dengan putera Nabi Syu’aib as serta menetap di sana selama delapan tahun.
Jadi perjalanan Musa bergerak dari Mesir ke Madyan, kemudian kembali ke Mesir, dan membawa Bani Israil ke Sinai dengan tujuan utama Yerusalem. Tetapi karena pembangkangan Bani Israil tujuan ke Yerusalem tidak tercapai pada masa Musa. Musa meninggal dunia di Sinai.

Mimpi Fir’aun dan Kelahiran Musa
Kita mulai kisah Fir’aun dengan mengutip surat Al-Qashash ayat 1-6. Allah SwT berfirman:


“Thaa Siin Miim. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah) Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman.Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu.”  (Qs Al-Qashash [28]: 1-6)

Allah SwT menegaskan pada ayat 3 yang dikutip di atas bahwa kisah Nabi Musa dan Fir’aun adalah kisah nyata, faktual, benar-benar terjadi, bukan fiktif. Dua tokoh yang dikisahkan yang pertama Musa sebagai tokoh protagonis (tokoh baik) dan Fir’aun sebagai tokoh antagonis (tokoh jahat). Musa adalah seorang Nabi dan Rasul sebagaimana yang difirman Allah SwT dalam surat Maryam ayat 51:

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang Rasul dan Nabi,” (Qs Maryam [19]: 51).

Sedangkan Fir’aun adalah tokoh jahat, seorang tirani yang berbuat sewenang-wenang di atas permukaan bumi. Fir’aun memecah belah rakyatnya. Bani Israil yang sudah bermukim di Mesir sejak zaman Nabi Yusuf ditindas dan diperbudak.

Fir’aun sangat khawatir dari rahim ibu-ibu Bani Israil akan lahir seorang anak laki-laki yang akan menghancurkan kekuasaannya. Fir’aun tahu bahwa di kalangan Bani Israil ada keyakinan bahwa dari anak cucu Nabi Ibrahim as akan lahir seorang anak laki-laki yang akan menghancurkan kerajaan Mesir. Oleh sebab itu dia perintahkan kepada pasukannya untuk mengawasi setiap perempuan Bani Israil atau perempuan Ibrani yang akan melahirkan. Jika yang lahir anak perempuan dibiarkan hidup, tetapi jika yang lahir anak laki-laki langsung dibunuh.
Apalagi kemudian Fir’aun bermimpi. Ibn Kattsir dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah (2:33) mengutip riwayat dari Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas dan beberapa sahabat yang lain bahwa Fir’aun bermimpi melihat api datang dari Baitul Maqdis menuju Mesir dan membakar rumah dan orang-orang Mesir tetapi tidak menyentuh sedikitpun Bani Israil. Fir’aun mengumpulkan ahli nujum dan semua dukun istana menanyakan apa maksud mimpi itu. Mereka meramalkan bahwa akan muncul seorang anak laki-laki dari Bani Israil yang akan menghancurkan Mesir. Mimpi itu sangat mempengaruhi Fir’aun.
Yukabid sedang hamil anak kedua. Anak pertamanya perempuan yang diberi nama Maryam. Dia khawatir kalau anak keduanya laki-laki tentu akan dibunuh oleh tentara Fir’aun. Semakin tua kehamilannya, semakin bertambah kekhawatirannya. Dengan segala daya upaya dia berusaha melahirkan di tempat yang sepi, jauh dari intaian tentara Fir’aun. Benar saja Yukabid melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu disembunyikannya selama tiga bulan.

Setelah itu Yukabid menyiapkan sebuah peti yang terbuka bagian atasnya. Lalu bayi laki-laki kecil itu diletakkan di atasnya kemudian dihanyutkan ke Sungai Nil. Dia minta anak perempuannya untuk mengikuti kemana peti itu hanyut, ternyata hanyut di depan pemandian puteri-puteri Istana Fir’aun. Lalu bayi itu diambil oleh isteri Fir’aun dan diasuhnya. Bayi itu dinamai Musa, terdiri dari kata Mu artinya air dan Sa berarti pohon atau kayu.• (Bersambung)

_______________
Prof Dr Yunahar Ilyas, Ketua PP Muhammadiyah

Exit mobile version