Mengutip Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua bahwa Muhammadiyah pada abad kedua meneguhkan komitmen gerakannya untuk berperan lebih proaktif dalam melakukan pencerahan bagi kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan universal. Islam yang berkemajuan akan membawa pencerahan bagi kehidupan semesta, tidak hanya pada kelompok tertentu. Di dalam gerakan pencerahan ini terkandung tiga dimensi yang sangat penting yaitu membebaskan, memberdayakan dan memajukan terutama untuk kelompok dhu’afa-mustadh’afin.
Di tengah berbagai problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ini, Muhammadiyah hadir untuk memberikan sumbangsih dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini. Problem kemiskinan yang tidak kunjung selesai, korupsi yang sudah akut merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, budaya politik yang telah mengabaikan etika dan norma-norma, melemahnya kohesivitas sosial yang selama ini menjadi jargon keunggulan bangsa Indonesia selama ini, meningkatkan tingkat kekerasan termasuk kekerasan seksual, lemahnya penegakan hukum yang masih berkarakter tajam ke bawah dan tumpul ke atas, masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, problem gizi buruk, menguatnya politik identitas, masih minimnya keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan publik, merupakan sebagian daftar problem yang dihadapi bangsa Indonesia dan membutuhkan penyelesaian dalam kerangka menggapai cita-cita luhur bangsa Indonesia yaitu masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera serta pemenuhan hak-hak pelayanan dasar bagi masyarakat.
Dalam usianya yang ke 100 tahun ini, komitment ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan muslim dan organisasi otonom Muhammadiyah, salah satunya terimplementasi strategi gerakan dakwah pemberdayaan di komunitas. Perempuan dhuafa mutadhafin merupakan kelompok yang paling rentan terabaikan kebutuhan pelayanan dasarnya. Negara sering kali absen untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya terutama pada kelompok dhuafa mustadh’afin ini.
Strategi Dakwah Pencerahan ‘Aisyiyah
Salah satu strategi dalam mendorong pemenuhan hak layanan dasar bagi perempuan adalah memperkuat masyarakat madani (civil society). Visi untuk memperkuat masyarakat madani ini secara eksplisit tertuang dalam visi pengembangan Aisyiyah yaitu tercapainya usaha-usaha ‘Aisyiyah yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar ma’ruf nahi munkar secara lebih berkualitas menuju masyarakat madani.
Meskipun sejak awal berdirinya, ‘Aisyiyah sebagai organisasi masyarakat sipil berkomitmen untuk melakukan dakwah pemberdayaan melalui berbagai program dan kegiatan serta amal usaha (poliklinik, rumah sakit ibu dan anak, panti asuhan, bina usaha ekonomi keluarga, koperasi dan pendidikan) yang telah banyak dikembangkan namun perubahan tantangan di tingkat eksternal mengharuskan ‘Aisyiyah mengembangkan strategi-strategi dakwah untuk menjawab berbagai problem dalam masyarakat. Berbagai problem dan tantangan dalam masyarakat saat ini yang mengharuskan Aisyiyah mengembangkan berbagai strategi dakwahnya.
Berbagai permasalahan dan tantangan yang semakin berat dan kompleks, memerlukan penguatan ghirah perjuangan yang dilandaskan pada faham Islam berkemajuan serta pengembangan strategi-strategi dakwah yang mampu menjawab semakin kompleksnya persoalan dalam masyarakat. Selain peneguhan ideologi Muhammadiyah dan faham Islam berkemajuan, para pimpinan ‘Aisyiyah terus menerus melakukan kajian terhadap berbagai persoalan-persoalan di atas sehingga memiliki kemampuan analisis yang mendalam dan komprehensif terhadap berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Kemampuan dan keterampilan dalam mengembangkan strategi dan pendekatan dakwah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perubahan sistem politik lokal/nasional menjadi salah satu faktor yang penting dalam kesuksesan dakwah.
Implementasi visi pengembangan ‘Aisyiyah memasuki abad kedua ini, diwujudkan melalui pengorganisasian di tingkat basis/komunita untuk memperkuat masyarakat madani (masyarakat Islam yang sebenar-benarnya). Strategi dakwah pemberdayaan, dilaksanakan pararel dengan pendekatan dakwah advokasi untuk mendorong perubahan kebijakan yang berpihak kepada kebutuhan perempuan dan kelompok miskin. Prinsip yang dipegang dalam dakwah pemberdayaan ini bahwa pemberdayaan harus dapat menjamin adanya pemenuhan hak bagi setiap manusia untuk hidup secara layak dan baik serta menyandarkan pada potensi dan kemampuan diri komunitas dan berkelanjutan.
Penguatan Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA)
Strategi penguatan komunitas melalui Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) di tingkat ranting merupakan pilihan strategi dalam kerangka memperkuat masyarakat madani sehingga meningkatkan akses perempuan dhu’afa mustadh’afin. Melalui pengorganisian di komunitas akan terbentuk komunitas atau ranting yang kuat; dan memiliki kemandirian serta mempunyai kemampuan melakukan advokasi kebijakan di tingkat lokal.
Berbagai problem kemiskinan perempuan, minimnya akses perempuan atas pelayanan dasar dan minimnya partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan harus diputus baik secara kultural maupun struktural melalui pemberdayaan perempuan di komunitas, penyadaran akan hak-hak perempuan, mendorong kepemimpinan perempuan dan melakukan advokasi untuk memperbesar akses perempuan terhadap sumber daya (pendidikan, ekonomi).
Terkait dengan disahkannya undang-undang Desa nomor 6 tahun 2014, memberikan peluang bagi Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) untuk berpartisipasi aktif dalam proses perencanaan pembangunan di tingkat lokal; baik sebagai kelompok yang akan terlibat langsung maupun melakukan monitoring pelaksanaan pembangunan di tingkat lokal. Kader-kader di Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) harus menjadi agen-agen perubahan di tingkat komunitas dengan keterlibatan aktif dalam proses pembangunan di desa. Pengalaman ‘Aisyiyah menunjukkan munculnya perempuan sebagai agen perubahan di tingkat lokal telah membawa perubahan bagi kehidupan perempuan yang lebih sejahtera, adil dan setara.
Artinya peluang pengesahan UU Desa bahwa kedaulatan desa yang telah ada dalam genggaman harus diwujudkan dalam meningkatkan kesejahteraan semua masyarakat melintas batas agama, status ekonomi, etnis dan lintas gender. ‘Aisyiyah melalui Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) di tingkat komunitas akan melahirkan kader-kader yang memiliki kemampuan dalam mengorganisasi komunitas serta mengartikulasikan kepentingan perempuan agar mendapatkan akses yang lebih besar terkait dengan layanan dasar yang menjadi haknya. Dan negara harus hadir dengan mangakomodasi kepentingan perempuan mulai di level komunitas dengan memberikan peluang pada perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan mengawasi proses pembangunan di desa.
Langkah-langkah yang dilakukan ‘Aisyiyah melalui Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) adalah 1) Mengidentifikasi dan melatih kader-kader ‘Aisyiyah yang akan dilibatkan dalam Musrenbang, BPD, BKM, LKMD 2) Melakukan dialog publik tentang UU Desa di tingkat kabupaten dan menyelenggarakan dialog forum warga di tingkat desa 3) Membangun komunikasi dengan stakeholder lain dalam mengawasi pelaksanaan UU Desa ; dan 4) Mengidentifikasi dan mendiskusikan usulan-usulan program sesuai dengan kebutuhan kelompok marginal, perempuan dan anak-anak.
Desa sebagai wilayah terdekat yang lebih mudah dikontrol masyarakat, sehingga bisa mendorong praktik baik tentang desa sebagai pusat pembangunan untuk menjawab masalah pemenuhan hak-hak perempuan. Di gerakan pencerahan melalui penguatan masyarakat madani untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menemukan siginifikansinya melalui pengawalan implementasi UU Desa.•
_____________________
Tri Hastuti Nur R, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.