“Manusia semua mati (seperti orang tidur) kecuali para ulama (yang selalu ingat bahaya siksa di akhirat). Dan ulama-ulama itu sama bingung (takut mengkhawatirkan dirinya sendiri kalau nanti akan disiksa masuk neraka), kecuali orang yang telah beramal (orang yang beramalpun masih takut) kecuali orang yang beramal dengan niat ibadah ikhlas karena Allah”.
Inilah yang dia tanamkan KHA Dahlan kepada santri-santrinya. Dan ia memberikan contoh dalam kehidupannya dengan penuh amal yang ikhlas. “Inilah manusia yang sepi ing pamrih, rame ing gawe.” kata Presiden Soekarno tatkala memberikan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1961 kepada KHA Dahlan. Soekarno sebagai seorang yang pernah menimba ilmu langsung dari KHA Dahlan merasakan keikhlasan yang ada pada jiwa KHA Dahlan.
KHA Dahlan merupakan angkatan pertama yang mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah Indonesia. Bersama ia, muncul nama H Agus Salim dan Dr Sutomo (pendiri Budi Utomo) mendapat gelar yang sama dari pemerintah. Bedanya, murid-murid KHA Dahlan, baik secara langsung maupun tak langsung, pada periode-periode berikutnya diangkat menjadi pahlawan nasional. Seolah-olah KHA Dahlan yang pahlawan melahirkan pahlawan juga.
Pada tahun 1964, santri dan koleganya seperti H Fakhruddin, KH Mas Mansur, dan Jendral Sudirman diangkat menjadi pahlawan nasional. H Fakhruddin merupakan murid dan sekaligus teman membangun Muhammadiyah. KH Mas Mansur merupakan murid dan sekaligus teman membangun Muhammadiyah Jawa Timur dan juga mewarisi menjadi Ketua HB Muhammadiyah. Sedangkan Jendral Sudirman merupakan murid tak langsung, karena merupakan gemblengan Pandu Hizbul Wathan yang dibentuk KHA Dahlan.
Mereka murid-murid langsung maupun tak langsung tersebut, ternyata usianya masih relatif muda ketika meninggalnya. Lebih muda dari KHA Dahlan. Jika KHA Dahlan meninggal sekitar 54 tahun, maka Fachruddin 39 tahun, KH Mas Mansur 49 tahun dan Jendral Sudirman 34 tahun. Usia muda yang penuh dengan amal dan mengharumkan Muhammadiyah.
Sedangkan periode-periode berikutnya lahir pahlawan Siti Walidah (istri KHA Dahlan) tahun 1971, Fatmawati tahun 2000, HAMKA tahun 2011 dan Sukarno tahun 2012. Mereka umurnya relatif lebih panjang dibanding KHA Dahlan ketika meningal. Siti Walidah usia 74, Fatmawati 57 tahun, HAMKA 73 tahun dan Sukarno 69 tahun.
Mungkinkah akan lahir pahlawan-pahlawan baru dari keluarga Muhammadiyah. Ini masih dimungkinkan, karena usulan nama-nama tokoh Muhammadiyah telah dilakukan untuk mendapatkan persetujuan diangkat menjadi pahlawan nasional. Paling tidak, mereka itu adalah Ki Bagus Hadikusumo (pernah menjadi Ketua PP Muhammadiyah), Mr Kasman Singodimedjo, dan KH Kahar Muzzakir.
Selain melahirkan pahlawan, secara internal KHA Dahlan juga melahirkan pimpinan yang tangguh, yang mampu meneruskan perjuangan Muhammadiyah dalam mencerahkan bangsa. Mereka adalah Ibrahim (adik ipar dan guru pengganti ketika KHA Dahlan berhalangan) menjadi Ketua kedua, Hisyam (murid KHA Dahlan) menjadi Ketua ketiga, Mas Mansur (sering mengikuti KHA Dahlan tabligh di Surabaya, dan Pendiri Muhammadiyah di Surabaya ) sebagai ketua keempat.
Ki Bagus Hadikusuma santri KHA Dahlan (Ketua Majelis Tabligh 1922) sebagai ketua keempat. AR Sutan Mansur (murid KHA Dahlan) sebagai ketua kelima, Muhammad Yunus Anis (murid sekolah Rakyat Muhammadiyah) sebagai ketua keenam, Ahmad Badawi (keponakan KHA Dahlan tetapi baru masuk Muhammadiyah 25 September 1927) ketua ketujuh. Pemimpin-pemimpin tanpa pamrih.• (eff)
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 15 Tahun 2015