Acara “Temu Jaringan Saudagar Muhammadiyah” yang diselenggerakan oleh Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Surabaya tanggal 11-12 Desember 2015, merupakan momentum penting yang patut memperoleh penghargaan positif. Melalui forum tersebut para pelaku usaha atau pembisnis yang dikenal sebagai para saudagar Muhammadiyah dapat menyatukan tekad, potensi, visi, dan langkah yang kuat untuk memajukan dunia ekonomi Persyarikatan ke arah yang lebih membumi dan membawa keberhasilan.
Wakil Presiden Republik Indonesia, Dr (HC) Moehammad Jusuf Kalla, bahkan sempat menyampaikan apresiasi atas ikhtiar Muhammadiyah menghimpun dan menggerakkan para saudagar itu. Hal itu beliau sampaikan dalam Pertemuan Tokoh Islam di rumah dinas Wakil Presiden pada tanggal 16 Desember 2015 di Jakarta, yang juga dihadiri Menko Polhukam, Menteri Agama, Kapolri, dan para pejabat negara lainnya. Padahal pertemuan nasional tersebut membahas tentang “Menghadapi Radikalisme dan Terorisme”, yang juga dihadiri tokoh nasional lain seperti Buya Syafii Maarif, M, Din Syamsuddin, Azyumardi Azra, Jimly Ash-Shiddieqi, Salahudin Wahid, M Aqiel Sieraj, serta tokoh lintas organisasi Islam lainnya.
Karenanya, dari forum Temu Jaringan Suadagar Muhammadiyah tersebut haruslah lahir kerja-kerja konkret yang membumi dalam program dan kegiatan bisnis atau usaha ekonomi Muhammadiyah. Bagaimana mengembangkan bisnis, niaga, dagang, wirausaha, dan usaha di bidang ekonomi yang benar-benar nyata serta membawa kemajuan lima tahun ke depan sehingga Muhammadiyah menjadi organisasi Islam yang kaya. Bersyukur jika usaha-usaha di bidang ekonomi tersebut dapat menjadikan Persyarikatan ini sebagai konglomerasi atau korporasi raksasa sebagaimana sering dikemukakan dengan semangat tinggi oleh Dr Anwar Abas selaku Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi ekonomi dan kewirausahaan.
Problem Klasik
Berniaga atau berbisnis sebagaimana usaha lain seperti membangun amal usaha di manapun, kapanpun, dan oleh siapapun tentu tidak akan simsalabim laksana legenda Bandung Bondowoso membangun Candi Prambanan dalam tempo semalam. Dalam kiasan, tidak ada kambing jantan lahir langsung bertanduk. Berakit-rakit dahulu berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Metafora tersebut mengajarkan kearifan agar setiap orang gigih bekerja di bumi nyata untuk akhirnya sukses meraih cita-cita.
Semangat tinggi harus disertai kegigihan tinggi dalam kerja-kerja nyata yang dapat dilihat dan dirasakan langsung hasilnya. Boleh berangan-angan setinggi langit, tetapi kaki harus tetap berpijak di bumi. Jangan dulu berhitung uang milyaran dan triliunan dengan segala kalkulasi yang serbaraksasa manakala berhenti di narasi lisan dan tulisan. Semuanya memerlukan bukti di lapangan yang membumi. Dari kecil menjadi sedang kemudian membesar. Konglomerat ternama Liem Sioe Liong konon memulai usahanya antara lain menjual bensin eceran. Chairul Tanjung selaku pengusaha pribumi dan konglomerat sukses yang juga hadir dalam Temu Saudagar itu, dalam biografinya pernah menjadi kernet. Mereka yang sukses banyak memulai dari nol, tidak tiba-tiba sukses, kecuali para pengusaha katrolan.
Mimpi dan visi besar sangatlah bagus, tetapi bagaimana cara mewujudkannya di dunia nyata. Membangun bisnis berskala besar hingga raksasa sangatlah didukung, tinggal bagaimana membuktikannya secara konkret sehingga bisnis atau perniagaan Muhammadiyah itu benar-benar hadir dan menjadi pilar keunggulan gerakan Islam ini. Pasca pertemuan para saudagar yang sarat semangat dan optimisme tinggi itu sungguh ditunggu umat bagaimana membumikan pilar ketiga Muhammadiyah menjadi nyata, sukses, dan dirasakan langsung guna membawa kemajuan dan keunggulan Muhammadiyah.
Problem klasik yang sering terjadi sebagaimana sebelum ini ialah, rencana besar tidak terlaksana dalam kenyataan, sehingga sebatas teori dan narasi. Nilai-nilai normatif yang positif tentang keniscayaan Islam membangun kemajuan ekonomi hanya berhenti dalam pengajian dan ujaran, tetapi tidak dapat dibuktikan oleh umat Islam untuk menjadi pelaku-pelaku bisnis yang sukses. Umat Islam sampai hari ini bahkan terbilang masih dhu’afa-mustadh’afin dalam bidang bisnis atau ekonomi, mayoritas masih miskin. Kenyataan tersebut harus diubah dengan bukti usaha-usaha bisnis yang nyata baik yang berskala mikro-kecil dan menengah maupun besar dan raksasa. Semua itu tidak harus sekali jadi dan dengan langkah spekulasi berisiko tinggi.
Problem klasik lain yang menyerupai mitos ialah, banyak kader atau anggota dan simpatisan Muhammadiyah yang sukses sebagai pembisnis, pengusaha, saudagar, dan konglomerat dengan puluhan usaha yang besar maupun kecil dan sedang.
Tumbuh anggapan kuat, bahwa ketika para pengusaha sukses itu bergabung di Muhammadiyah ternyata tidak dapat membuktikan keberhasilan atau kesuksesannya untuk menghasilkan atau membuahkan usaha-usaha bisnis Muhammadiyah yang patut dibanggakan. Kini saatnya problem klasik atau mitos itu diruntuhkan dengan membuktikan kesuksesan membangun bisnis atau usaha ekonomi Muhammadiyah yang bersifat kelembagaan atau milik organisasi atau membawa keberhasilan bagi Persyarikatan.
Usaha Sistematis
Berkembang pendapat dari kalangan pengusaha, jangan pernah merasa takut gagal dan rugi dalam berbisnis. Setiap usaha atau ikhtiar tentu ada batu sandungannya. Kegagalan bisnis, politik, dan mengembangkan amal usaha merupakan hal lumrah. Hidup itu ada berhasil dan gagal untuk menjadi pelajaran berharga. Dari kegagalan atau kejatuhan lantas timbul kecermatan, kegigihan, dan kewaspadaan untuk kemudian meraih keberhasilan.
Namun karena Muhammadiyah itu organisasi besar yang telah bersistem baik, maka segala sesuatu harus melekat dengan tatacara organisasi. Kalau perorangan jatuh dalam berbisnis maka menjadi tanggungjawabnya sendiri. Jika Muhammadiyah rugi atau jatuh dalam berbisnis dampaknya besar selain menyangkut kerugian finansial, tidak kalah pentingnya nama baik dan amanah organisasi pun menjadi pertaruhan. Apakah segala hal yang berkaitan dengan bisnis yang rugi itu telah disepakati dan mengikuti proses yang benar secara organisasi dan siapa yang harus bertanggngjawab ketika megalami kerugian. Hal-hal seperti itu teorinya mudah, tetapi menjalaninya tidaklah gampang, lebih-lebih ketika harus bertanggungjawab atas kerugian.
Demikian pula dalam memanfaatkan amal usaha sebagai lahan bisnis. Alhamdulillah amal usaha Muhammadiyah sekarang berkembang dengan pesat dan menjadikan Muhammadiyah lebih mandiri. Muhammadiyah bemuktamar mandiri antara lain karena topangan amal usahanya. Aset Muhammadiyah di bidang amal usaha pun makin besar, meski tidak perlu dipublikasikan jumlah nominal triliunan, cukuplah menjadi informasi dan keperluan internal sendiri. Semua amal usaha memulai dari nol dan terus berkembang menjadi sedang dan besar, hal itu karena kegigihan, ketulusan, kerja keras, dan kebersamaan dari semua pihak di tubuh Persyarikatan secara tersistem.
Karenanya jangan pernah membanding-bandingkan aset dan potensi amal usaha serta apa yang dimiliki Muhammadiyah dengan perusahaan-perusahaan raksasa milik para konglomerat, lebih-lebih dengan kesan memandang remeh atau kurang menghargai apa yang dimiliki Persyarikatan. Jika untuk memacu tentu positif, tetapi tetap dengan menghargai amal usaha dan apa yang dimiliki Muhammammadiyah hasil dari perjuangan dan kerja keras yang belum tentu pihak lain mampu melakukannya untuk ukuran organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang dibangun di atas etos keikhlasan dan kemandirian. Semua pihak justru dituntut dan ditantang untuk mengembangkan dan memajukan amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan lainnya ke arah yang lebih baik menuju keunggulan.
Khusus untuk para saudagar dan Majelis Ekonomi Muhammadiyah ialah bagaimana mengembangkan bisnis dan usaha di luar capaian amal usaha yang dilakukan Muhammadiyah selama ini melalui program-program baru. Pertama, kembangkan usaha mikro kecil dan menengah yang selama ini telah dilakukan di berbagai Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting dengan mengembangkan jaringan dan pendampingan yang luas sehingga tumbuh-kembang menjadi gerakan ekonomi yang masif. Selama ini sudah banyak keberhasilan yang dicapai untuk dikembangkan, ke depan bagaimana agar dikembangkan lagi melalui usaha-usaha pembinaan yang nyata dari Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Muhammadiyah.
Kedua, bagaimana Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan memprakarsai pemanfaatan program pemerintah dalam pengembangan UKM dan program-program lain yang diperuntukkan untuk pengentasan kemiskinan, daerah tertinggal, dan bagi kaum lemah. Saran Wakil Presiden ialah, Muhammadiyah dan organisasi Islam sebaiknya memanfaatkan program-program pemerintah tersebut. Memang tidak mudah bekerjasama dengan birokrasi pemerintah itu, tetapi manakala dilakukan dengan seksama maka tentu akan ada manfaat dan hasilnya untuk masyarakat di bawah. Program pemerintah itu memakai uang negara atau rakyat, maka sebaiknya Muhammadiyah mengambil peran proaktif dalam memanfaatkannya untuk pemberdayaan masyarakat.
Ketiga, mengembangkan bisnis atau usaha baru berskala sedang atau besar sebagaimana menjadi komitmen Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan periode ini. Usaha bisnis Muhammadiyah tersebut tentu sangat besar pengaruhnya untuk menambah kemandirian dan keunggulan Muhammadiyah. Muhammadiyah tentu akan menghadapi tantangan dan kendala yang tidak ringan bergerak di sektor ini baik yang menyangkut permodalan, sumberdaya manusia, pengembangan jenis usaha, dan sebagainya. Lebih-lebih karena bisnis atau usaha baru itu merupakan amal usaha baru Muhammadiyah sebagai milik atau atasnama organisasi dan bukan milik perserorangan. Di sinilah tantangan besar bagi Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan serta para saudagar Muhammadiyah untuk membuktikannya di lapangan dalam mewujudkan bisnis atau usaha ekonomi baru sebagai pilar ketiga gerakan Muhammadiyah. Kita percaya jika bersungguh-sungguh maka Allah akan memberi banyak jalan untuk meraih keberhasilan!•