Pendidikan Muhammadiyah yang Mencerahkan: Antara Cita, Fakta, dan Tantangan

Pendidikan Muhammadiyah yang Mencerahkan: Antara Cita, Fakta, dan Tantangan

Foto UMM

Sejarah Singkat Lahirnya Pendidikan Muhammadiyah
KH Ahmad Dahlan mengawali ide besarnya dalam bidang pendidikan dengan merintis lembaga pendidikan yang didirikan di rumahnya pada tahun 1911 dengan menyelenggarakan pendidikan yang diberi nama “Madrasah Diniyah Ibtidaiyah” yang muatan kurikulumnya meliputi mata pelajaran agama Islam dan mata pelajaran umum dengan tujuan agar umat Islam yang terbelakang pada saat itu mulai sadar untuk hidup yang lebih maju dan bermartabat.

Selanjutnya, pada tahun 1919, KH Ahmad Dahlan mendirikan Al-Qismul Arqa yang merupakan kelas tingkat lanjutan dari jenjang Standardschool dan berorientasi untuk memenuhi kebutuhan tenaga guru agama bagi Sekolah  (rendah) Muhammadiyah. Mata pelajaran agama Islam yang diberikan kepada siswa/murid/peserta didik mirip dengan mata pelajaran agama Islam yang ada di Pondok Pesantren hanya saja sistem pembelajarannya menggunakan sistem klasikal dengan media pembelajaran papan tulis tidak seperti pembelajaran Pondok Pesantren pada umumnya yang menggunakan metode sorogan, bandongan, wetonan, atau yang lainnya.

Kemudian, pada tanggal 8 Desember Al-Qismul Arqa menempati gedung baru dan berubah nama menjadi Pondok Muhammadiyah yang dipimpin oleh putra beliau yakni Siradj Dahlan. Namun demikian, Pondok Pesantren Muhammadiyah yang dikembangkan berbeda dengan Pondok Pesantren Salafiyah pada umumnya yang hanya fokus belajar agama Islam (tafaqquh fiddin). Menurut penelitian Amir Hamzah Pondok Muhammadiyah disebut sebagai institusi pendidikan Islam modern  pertama di Yogyakarta, karena menggunakan kurikulum terintegrasi antara ilmu-limu umum dan ilmu agama Islam.

Dalam perkembangannya, pada tahun 1923 Pondok Muhammadiyah berubah menjadi Kweekschool Islam Moehammadiyah atau disebut juga Kweekschool Moehammadiyah. Kweekschool Moehammadiyah dicitrakan sebagai sekolah Islam modern, karena metode pembelajarannya menggunakan metode belajar yang sering digunakan oleh sekolah model Barat. Pada tanggal 1 Januari 1932 Kweekschool Moehammadiyah berubah nama menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah.

Kondisi Obyektif Pendidikan Muhammadiyah

Pendidikan Muhammadiyah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah dari tingkat Pusat sampai dengan Cabang yang meliputi SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, Mu’alimin/Mu’alimat, dan Pondok Pesantren.
Keberadaan lembaga pendidikan Muhammadiyah yang saat ini kita saksikan tersebar di seluruh penjuru pelosok tanah air dari Sabang sampai Merauke baik dalam bentuk Sekolah, Madrasah, dan Pondok Pesantren tidak terlepas dari latar belakang sejarah mengapa KH Ahmad Dahlan menaruh perhatian besar terhadap bidang pendidikan sebelum organisasi masyarakat/lembaga lain memikirkan untuk mendirikan lembaga pendidikan.

Jawaban dari pertanyaan ini adalah bahwa KH Ahmad Dahlan memiliki cita-cita besar dan mulia dalam bidang pendidikan yaitu; (1) ingin membentuk manusia muslim yang baik budi dan alim dalam agama, (2) luas pandangan dan alim dalam ilmu-ilmu dunia (ilmu-ilmu umum), dan (3) bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.Tiga cita-cita besar tersebut tetap relevan sepanjang masa dan dapat kita bandingkan dengan tujuan pendidikan nasional pada pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 yaitu; untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat kita bandingkan dengan cita-cita KH Ahmad Dahlan bahwa berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia relevan dengan keingingan KH Ahmad Dahlan membentuk manusia muslim yang baik budi dan alim dalam agama, sedangkan menjadi peserta didik yang sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri sesuai dengan keingingan KH Ahmad Dahlan agar peserta didik menjadi manusia Indonesia yang luas pandangan dan alim dalam ilmu-ilmu dunia (ilmu-ilmu umum). Adapun menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab relevan dengan keingingan KH Ahmad Dahlan agar peserta didik menjadi manusia Indonesia yang bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Hanya saja apa yang diinginkan KH Ahmad Dahlan lebih dalam dan lebih tinggi dari apa yang diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional yakni menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab lebih kepada kepentingan diri peserta didik bukan untuk kepentingan masyarakat, sedangkan yang diharapkan oleh KH Ahmad Dahlan bahwa peserta didik yang diharapkan adalah peserta didik yang bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.

Dari uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa K.H. Ahmad Dahlan melalui pendidikan ingin memberi pencerahan dan mengajak kepada masyarakat dan bangsa Indonesia yang pada saat itu masih terbelenggu oleh cara berfikir kaum penjajah, sehingga tetap bodoh, miskin, dan terbelakang untuk bangkit dan berjuang melawan kebodohan, kemiskinan, dan ketertinggalan menjadi bangsa yang bermartabat dan maju sebagaimana bangsa-bangsa lain di dunia.

Secara kuantitas, Sekolah, Madrasah dan Pondok Pesantren Muhammadiyah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan yakni sebanyak 5.264 lembaga dengan rincian SD sebanyak 1.064, MI 118 lembaga, SMP 1.111 lembaga, MTs 521 lembaga, SMA 567 lembaga, MA 178 lembaga, SMK 546 lembaga dan Pondok Pesantren sebanyak 89 lembaga.

Secara geografis amal usaha pada Pendidikan Dasar dan Menengah telah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Input peserta didik secara umum sebagian besar bukanlah berasal dari orangtua yang berlatar belakang Muhammadiyah, tetapi dari orangtua yang simpati dengan pendidikan Muhammadiyah yang menyeimbangkan antara kemampuan spiritual dan intelektual serta keterampilan. Kemampuan spiritual adalah merupakan cita-cita dasar KH Ahmad Dahlan yang menginginkan pendidikan yang membentuk manusia muslim yang baik budi dan alim dalam agama, sedangkan kemampuan intelektual adalah agar pendidikan Muhammadiyah membentuk manusia Indonesia yang memiliki pandangan luas dan alim dalam ilmu-ilmu dunia (ilmu-ilmu umum). Kemudian, pengembangan keterampilan adalah agar pendidikan Muhammadiyah dapat membentuk manusia Indonesia yang beramal nyata untuk kemajuan masyarakat dan bangsanya.

Dari sisi kualitas, pendidikan Muhammadiyah juga patut dibanggakan, karena banyak Sekolah/Madrasah/Pondok Pesantren yang telah meraih prestasi yang membanggakan baik akademik maupun non akademik. Beberapa Sekolah/Madrasah/Pondok Pesantren telah ditetapkan sebagai unggulan yang dapat dijadikan model bagi Sekolah/Madrasah/Pondok Pesantren Muhammadiyah lainnya di seluruh Indonesia dengan ciri khas keunggulannya masing-masing yaitu:

Tantangan Pendidikan Muhammadiyah
Problem pendidikan nasional saat ini yang sering dikritik dan mendapat sorotan tajam dari masyarakat adalah kecenderungan pembelajaran yang hanya menekankan pada aspek pengetahuan dan pengembangan kecerdasan intelektual peserta didik semata. Aspek pembentukan sikap dalam bentuk akhlak mulia dan aspek pengembangan keterampilan yang dibutuhkan peserta didik dalam kehidupan nyata kurang atau tidak mendapat perhatian yang cukup.

Hal ini berakibat antara lain bahwa perkembangan akhlak/karakter generasi muda saat ini memprihatinkan seperti longgarnya tata krama dalam kehidupan sehari-hari, meningkatnya kenakalan remaja, pornografi dan pornoaksi, pergaulan bebas, narkoba, merebaknya tawuran antar pelajar dan di masyarakat, berkembangnya budaya korupsi pada berbagai lembaga birokrasi, merupakan indikator dari kecenderungan pendidikan yang hanya menekankan pada aspek intelektual belaka.

Kelemahan ini disinyalir akibat kelemahan guru dalam mengembangkan materi pelajaran. Guru pada umumnya hanya mengajarkan kepada siswa sejumlah fakta atau konsep, dan dalam porsi yang sangat terbatas juga mengajarkan keterampilan. Guru belum berhasil menanamkan secara utuh nilai-nilai agama Islam melalui pembiasaan dan pengamalan ajaran agama Islam kepada peserta didik dalam rangka pembentukan akhlak mulia.

Kondisi pendidikan dan kondisi akhlak bangsa sebagaimana tersebut di atas perlu mendapat perhatian semua pihak, terutama persyarikatan Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang misi utamanya adalah amar ma’ruf nahi munkar. Pendidikan Muhammadiyah ditantang untuk ikut serta secara aktif mencari solusi agar pendidikan yang kita bangun membentuk prilaku generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia sebagaimana yang diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional.

Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad (ke-47) di Yogyakarta mengamanatkan untuk mengembangkan Sistem Pendidikan Muhammadiyah yang Holistik atau menyeluruh. Majelis Dikdasmen telah menyusun konsep Pendidikan Holistik Muhammadiyah yakni penyelenggaraan pendidikan yang mengembangkan potensi akal, hati, dan keterampilan peserta didik yang seimbang, sehingga menjadi manusia yang utuh yang memiliki keunggulan dan daya saing.

Menurut Akhmad Jaenuri dalam Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah di Tengah Persaingan Nasional dan Global tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demokratis dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan karakteristik pendidikan holistik lebih menekankan pada pendidikan watak, karakter, dan prilaku peserta didik menjadi manusia seutuhnya.

Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa keseimbangan dalam mengembangkan potensi peserta didik pada aspek spiritual, pengetahuan, dan keterampilan akan membentuk pribadi yang utuh. Dengan kata lain proses pendidikan yang demikian akan menghasilkan pribadi peserta didik utuh yang menjaga hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama serta dengan lingkungannya.•
__________________________
Dr H Maskuri, MEd., Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2010-2015.

Exit mobile version