Muhammadiyah era kepemimpinan Prof Dr H M Din Syamsudin mempunyai hubungan yang lebih intens dengan dunia internasional. Beliau menjadi pimpinan organisasi kerjasama antar bangsa dan antar agama yang berskala internasional. Beliau antara lain menjadi Chairman Wordl Peace Forum (WPF), Presiden Asean Committee on Religion for Peace (ACRP), Honorary President World Conference on Religion for Peace (WCRP), dan jabatan lainnya di forum dunia. Hubungannya tidak sekadar seremonial, tetapi aktif mendialogkan berbagai pemikiran Islam dan perdamaian, serta memprakarsai pemecahan konflik seperti di Mindanao Philipna Selatan, dan lain-lain.
Prof Dr Din Syamsudin secara panjang lebar menerangkan gerak Muhammadiyah di dunia internasional ini beberapa waktu lalu di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Berikut beberapa keterangannya, tersusun dalam bentuk dialog di bawah ini:
Sejauh manakah pentingnya isu internasional bagi Muhammadiyah?
Isu internasionalisasi itu penting bagi Muhammadiyah. Orientasi mendunia internasional, orientasi menatap ke dunia luar (out world looking) itu sudah dimulai Muhammadiyah, bahkan sejak kelahirannya. Kalau kita buka hasil-hasil Kongres Muhammadiyah tahun 30an, 40an, 50an sampai terakhir, selalu ada bagian dari rekomendasi penting tentang dunia islam. Dalam berita media-media Muhammadiyah, juga selalu ada tentang dunia Islam. Jadi, orientasi tentang dunia Islam ini juga cukup kuat dimiliki oleh Muhammadiyah.
Selama saya menjadi aktivis muda di IMM, saya ikuti dari Muktamar ke Muktamar Muhammadiyah selalu ada rekomendasi keras, memberikan pembelaan kepada dunia Islam khususnya. Tercatat tokoh-tokoh yang go internasional dulu ada KH Mas Mansur, pada era modern bisa disebut antara lain almarhum Drs Lukman Harun yang memang sudah terlibat dalam kegiatan-kegiatan internasional. Bahkan Drs Lukman Harun mendirikan Komite Solidaritas Islam (Islamic Solidarity Committee) yang terutama memberikan pembelaan kepada Palestina dan negara-negara Islam.
Itulah orientasi luar negeri Muhammadiyah. Muhammadiyah juga memberikan pembelaan sejati terhadap kemerdekaan Palestina. Sehingga kalau Yaser Arafat ke Jakarta selalu memerlukan singgah ke kediaman Drs Lukman Harun. Orientasi ke dunia internasional itu semakin kuat, selain dalam bentuk rekomendasi-rekomendasi, pernyataan keberpihakan, tetapi sudah sedikit kita kembangkan menjadi engagement, enforcement, yang sifatnya terlibat. Kalau tadi sekadar ekspresi lewat rekomendasi, tetapi sejak tahun 2000an sampai sekarang, kita memasuki wilayah yang agak bersifat terlibat lebih aktif memberikan solusi dalam masalah-masalah internasional. Langkah baru tersebut dapat dianggap sebagai go internasional.
Bagaimana pula dengan pengembangan Muhammadiyah di dunia internasional?
Kita mampu mendirikan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM). Tercatat sekarang ini ada Lembaga Hubungan Luar Negeri. Lembaga ini sudah terlibat mendirikan PCIM PCIM, kalau tidak salah di 18 negara sekarang. Di Mesir sekarang masih cukup banyak sekitar 400an mahasiswa di Al Azhar, termasuk yang di Cairo University dan Iskandaria.
Di United Kingdom waktu saya datang terakhir ada sekitar 150an, termasuk dari Universitas Muhammadiyah Surakarta. Di Amerika masih ada, ketuanya Prof Dr Muhammad Ali dari UIN Jakarta yang sekarang sedang mengajar di University of California. Ada pula yang lain di Australia, Prancis, Jerman, Belanda, dan lainnya. Di Saudi Arabia agak banyak, selain di Ryadh juga di Jeddah. Memang kalau di negara lain terdiri dari mahasiswa-mahasiswa dan sebagian diplomat, tetapi kalau di Timur Tengah banyak juga TKI. Termasuk TKI yang di Taiwan.
Itulah yang disebut PCIM, para anggotanya warga indonesia. Kenapa istimewa? Karena dia cabang, tetapi SK-nya langsung dari PP Muhammadiyah. Kalau Pimpinan Cabang di dalam negeri SK-nya dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah. PCIM itu termasuk dalam naungan PP Muhammadiyah. Walau ada di Inggris yang anggotanya warga negara Inggris, mereka bergabung dengan Muhammadiyah. Mungkin ke depan Muhammadiyah perlu mengubah Anggaran Dasar bahwa Muhammadiyah bukan hanya warga negara Indonesia. Di Jepang, ada juga.
Namun selain itu, ada organisasi saudara (Sister Organization). Yaitu organisasi saudara yang bernama Muhammadiyah tetapi tidak punya hubungan organisatoris dan struktural dengan Muhammadiyah di Indonesia.
Organisasi Saudara yang paling lama ada di Singapura, sudah 45 tahun lebih. Sudah punya College dan rumah sakit. Bahkan punya sosial walfare activity. Panti Asuhannya kalau dari Air Port Changgi, itu ada gedung tinggi milik Muhammaiyah Singapura. Mereka cukup aktif. Sudah ada pula Muhammadiyah di Penang Malaysia, di Pathani Thailand. Bahkan Muhammadiyah di Pathani mengajak kerjasama sebagai hasil kerjasama kita dengan Kerajaan Thailand untuk revitalisasi pendidikan Islam, di sana mau mendirikan sekolah Muhammadiyah modern. Umat Islam Pathani sangat mendukung usaha ini.
Selain di tiga tempat ini, Singapura, Malaysia dan Pathani, saya mendapat informasi, tetapi belum berhubungan, telah berdiri Muhammadiyah di Laos dan Kamboja. Jadi sudah ada 5 sister organization Muhammadiyah di Asia Tenggara. Kini sudah berdiri juga Muhammadiyah di Mauritius. Berdirinua gara-gara ada mahasiswa luar negeri di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang datang lewat Muhammadiyah, pulang ke Mauritius kemudian mendirikan Muhammadiyah. Insyaallah segera terbentuk organisasi Muhammadiyah tersendiri di Jepang.
Bagaimana pentingnya PCIM itu bagi Muhammadiyah?
Mengenai PCIM menurut saya, pertama ingin menjadi ajang silaturahmi di lingkungan warga Muhammadiyah. Tanpa PCIM, begitu datang ke airport, dosen baru dari UMS yang mau studi di luar negeri, tentu yang menjemput orang lain. Setelah itu diajaknya ngaji ke tempat orang lain. Masuklah ke dalam lingkaran ideologi orang lain. Itu gunanya PCIM. Jadi PCIM yang harus cepat nangkap peluang untuk kepentingan ideologi.
Kepentingan yang kedua, berdakwah ke dalam masyarakat Indonesia yang ada di luar negeri. PCIM harus jadi subyek dakwah Muhammadiyah.
Misi yang ketiga, jika mungkin berdakwah di kalangan masyarakat di mana mereka berada. Itulah fungsi dari PCIM. PCIM itu harus menjadi proxy, perwakilan Muhammadiyah untuk berdakwah di negara atau kota setempat. Sekarang PCIM Kairo sudah merambah amal usaha, Aisyiyah-nya punya TK. Di sana para diplomat paling senang menyekolahkan anak-anaknya di TK Aisyiyah.
Muhammadiyah telah terlibat dalam memecahkan masalah internasional, apa saja itu?
Kita sudah mulai terlibat di dalam conflict resolution. Terutama untuk penyelesaian konflik di Mindanao dengan menjadi anggota Member of Contact Group, terdiri 8 pihak. Empat pemerintah yaitu Inggris, Jepang, Turki, dan Saudi Arabia. Sedangkan empat organisasi internasional, dua di antaranya Muhammadiyah, dan the HD Centre and Conciliation Resources.
Peran kita sangat dihargai, terutama bisa menjembatani aspirasi-aspirasi pemerintah Philipina kepada MILF dan sebaliknya aspirasi MILF kepada pemerintah Philipina. Sehingga ketika waktu penandatanganan Agreement di Istana Malacanang Manila saya pentingkan untuk hadir.walaupun begitu dari airport langsung ke Istana dan begitu selesai penandatanganan langsung balik ke airport untuk kembali ke Jakarta lagi.
Insya Allah dalam waktu dekat, kita akan terlibat program rekonstruksi pasca konflik di kawasan Mindanao meliputi 11 provinsi. Beberapa Rektor, termasuk UMS telah ke sana, untuk mapping bagaimana program rekonstruksi itu. Program itu bahkan sudah dipresentasikan dan diharapkan dapat segera berlangsung. Mereka sudah menunggu aksi kita.
Ada juga keterlibatan lain, termasuk penyelesaian konflik di Pathani. Waktu itu pemerintah Thailand mengundang saya bertemu dengan Raja, Perdana Menteri, dan Menteri Luar Negeri ke Phatani berdialog dengan 700an ulama dan kita sepakat. Sebelumnya mereka mengundang beberapa pihak tetapi tidak ada follow-up. Sekarang sudah 240an atau lebih mahasiswa Thailand yang sedang belajar, Muhammadiyah memberi beasiswa, di beberapa universitas Muhammadiyah, khususnya PTM di pulau Jawa. DPP IMM bahkan mulai ikut terlibat mengumpulkan mahasiswa Thailad dan diberi Darul Arqam Internasional.• (eff)