Nabi Musa AS: Dihanyutkan di Sungai Nil

pengajaran

Ilustrasi

Tentang kisah bayi Musa yang dihanyutkan di Sungai Nil dapat kita  baca dalam surat Al-Qashash ayat 7-13.

“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; ‘Susuilah dia. Dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (Qs Al-Qashash [28]: 7)

Istilah wahyu  di dalam Al-Qur’an tidak hanya digunakan dalam pengertian firman Allah SwT yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya, tetapi juga digunakan dalam pengertian lain yang beragam, salah satunya berarti  al-ilham al-fithri li al-insan atau ilham yang diberikan kepada manusia. Contohnya  ilham yang diberikan Allah SwT kepada ibu Musa untuk menyusukan bayinya yang dihanyutkan ke sungai Nil dalam rangka menyelamatkannya dari pembunuhan semua bayi laki-laki Bani Israil sebagaimana yang diperintahkan Fir’aun. Inisiatif Yukabid, ibu Nabi Musa untuk menghanyutkan bayinya ke sungai nil adalah ilham dari Allah SwT. Sebenarnya ibu Musa mengalami dilema antara dua kekhawatiran. Pertama, kalau tidak dihanyutkan khawatir puteranya akan dibunuh tentara Fir’aun. Kedua, kalau dihanyutkan khawatir bayinya tenggelam ke dasar sungai Nil. Allah SwT memantapkan hati Ibu Musa, bahkan menimbulkan harapan bahwa suatu saat bayinya akan kembali kepangkuannya.

Menurut Ibn Katsir dalam KitabTafsirnya (VI: 200), rumah ibu Musa berada di delta sungai Nil. Bayi yang baru dilahirkannya itu diletakkan dalam sebuah peti. Jika dia merasa aman, bayi itu dikeluarkan untuk disusui. Jika ada tamu, atau dia khawatir ada yang melihatnya menyusui bayi, maka segeralah bayi itu dimasukkan ke dalam peti. Peti itu diletakkan di pinggir sungai nil, lalu diikat ke tiang. Jika dalam keadaan mendesak, mudah baginya untuk memutuskan tali pengikat peti itu ke tiang sehingga peti akan segera hanyut. Begitulah pada suatu hari datang tamu yang membuat dia khawatir, maka segera bayi itu dimasukkan ke dalam peti dan talinya diputus, lalu peti itu hanyut mengikuti arus sungai Nil.

Peti berisi bayi Musa itu lewat di depan tempat pemandian Istana Fir’aun. Dayang-dayang melihat peti itu dan mengangkatnya ke tepian, kemudian memberi tahu  isteri Fir’aun Asiah binti Mazahim. Perempuan-perempuan itu tidak tahu apa yang ada dalam peti. Mereka tidak berani membukanya sebelum memberi tahu isteri Fir’aun. Semula mereka khawatir, tapi setelah dibuka dengan hati-hati, mereka kaget bukan kepalang karena isinya seorang bayi yang tampan.  Allah SwT berfirman:

“Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah.” (Qs Al-Qashash [28]: 8)

Keputusan untuk memungut bayi itu bagi kepentingan Fir’aun, adalah keputusan yang salah. Tidak ada yang tahu bahwa justru bayi dalam peti itulah yang akan menjadi musuh Fir›aun, menghancurkan kekuasaannya dan membuat dia berduka.
Sebenarnya, Fir’aun dan Haman sebagai panglima kerajaan, sudah khawatir kalau-kalau bayi itu yang mereka cari selama ini. Oleh sebab itu mereka ingin membunuhnya. Tetapi niat itu dicegah oleh Asiah. Allah SwT berfirman:

“Dan berkatalah isteri Fir’aun: (Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak, sedang mereka tiada menyadari.” (Qs Al-Qashash [28]: 9)

Asiah langsung jatuh hati pada bayi tersebut dan sangat ingin mengambilnya jadi anak, diasuh dan dididik di istana seperti anak sendiri. Sementara sikap Fir’aun sebaliknya. Begitu melihat bayi itu, dia langsung ingin membunuhnya, khawatir bayi tampan tersebut adalah bayi Bani Israil. Asiah berusaha sungguh-sungguh meyakinkan suaminya, Fir’aun, bahwa bayi itu menyenangkan mereka berdua dan mudah-mudahan ada manfaatnya kelak di kemudian hari.
Akhinya Fir’aun menyetujui keinginan isterinya, walaupun sebenarnya dia dipenuhi rasa khawatir dan ketakutan, kalau-kalau bayi itu lah yang akan menghancurkan kekuasaannya nanti.

Nanti terbukti, bayi itu mendatangkan manfaat bagi Asiah, disebabkan oleh bayi itulah nanti dia menjadi orang yang beriman dan masuk surga dengan keimanannya tersebut. Sementara bagi Fir’aun juga terbukti, kekhawatirannya menjadi kenyataan, disebabkan oleh bayi itu nanti dia celaka dan akan masuk neraka. Demikianlah, pada penutup ayat dinyatakan, mereka tidak mengetahuinya, artinya tidak mengetahui apa yang akan terjadi kemudian pada mereka berdua dalam urusannya dengan bayi yang dipungut itu.

Kembali kepada Ibu Musa, begitu tali diputusnya, dan peti itu hanyut di sungai Nil, dia khawatir sekali akan keselamatan bayinya di sungai Nil. Hampir saja dia menyerah dan memberitahu orang-orang bahwa bayinya hanyut. Tapi untunglah Allah SwT memantapkan hatinya, sehingga dia tidak jadi teriak. Kalau saja dia tetap berteriak, tentu bayinya akan segera dibunuh oleh tentara Fir’aun. Tentang hal ini Allah SwT berfirman:

Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hati- nya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).” (Qs Al-Qashash [28]: 10)

Dengan bimbingan ilham dari Allah SwT, ibu Musa menyuruh puteri sulungnya, Maryam untuk mengikuti ke mana hanyutnya peti yang berisi adiknya tersebut. Maryam berlari-lari mengawasi peti itu tanpa ada yang mengetahui apa yang dia lakukan. Allah SwT berfirman:

“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ‘Ikutilah dia”. Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya.” (Qs Al-Qashash [28]: 11)

Karena bayi perlu menyusu, maka istana mengumumkan pendaftaran ibu susuan. Maka banyaklah ibu-ibu yang sedang menyusui bayinya mendaftar ke istana Fir’aun dengan harapan mendapatkan upah yang lumayan. Tetapi semua ibu yang datang ditolak, karena bayi Musa tidak mau menyusu kepada mereka. Allah SwT berfirman:

“Dan kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; Maka berkatalah saudara Musa: ‘Maukah kamu Aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?’” (Qs Al-Qashash [28]: 12)

Lalu Maryam, kakak perempuan Musa datang menawarkan ibunya. Lalu ibunya datang ke istana menyusui Musa, dan tentu saja bayi Musa mau menyusu kepada ibu kandungnya sendiri. Begitulah kuasa Allah mengatur segalanya, sehingga segera Musa dikembalikan kepada ibunya. Allah SwT berfirman:


“Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Qs Al-Qashash [28]: 13)

Alangkah bahagianya ibu Musa, dapat bertemu kembali dengan bayinya bahkan dapat menyusuinya dengan leluasa. Sekarang dia tidak lagi berduka. Allah SwT menegaskan dalam ujung ayat, supaya ibu Musa tahu bahwa janji Allah SwT itu benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.• (bersambung)

Exit mobile version