Prof Dr Bambang Setiaji: Muhammadiyah yang Berkemajuan dari Sisi Ekonomi

Prof Dr Bambang Setiaji: Muhammadiyah yang Berkemajuan dari Sisi Ekonomi

Masyarakat maju atau berkemajuan dari sisi ekonomi banyak dibahas dalam ekonomi pembangunan, beberapa istilah misalnya masyarakat maju atau developed country, sedang bergerak maju developing country, dan kurang maju less developed  country. Ekonomi pembangunan sendiri merupakan ilmu yang mengoreksi ilmu ekonomi konvensional yang berasumsi bahwa perkembangan atau kemajuan terjadi berbasis pertumbuhan produksi, dan pertumbuhan produksi terjadi berbasis investasi. Investasi dilakukan untuk membiayai riset dan aplikasinya dalam industri. Kemajuan bangsa diukur dari banyaknya barang dan jasa yang memberi fasilitas untuk mempermudah hidup.

Ekonomi konvensional mementingkan pertumbuhan produksi dan kurang tertarik untuk mempertanyakan siapa yang tumbuh dan untuk siapa hasilnya. Mengapa demikian, karena ekonomi konvensional berasumsi bahwa dengan mengikuti hukum alam, atau yang disebut hukum pasar, maka keadilan sudah otomatis terjadi di dalamnya. Keadilan akan terjadi ketika biaya marginal baik diukur secara sendiri maupun sosial sama dengan manfaat marginal baik diukur secara sendiri maupun sosial. Singkat ketika marginal cost sama dengan marginal benefit maka akan terjadi kesetimbangan dan di dalam kesetimbangan itu terjadi keadilan. Bahwa semua orang akan memperoleh sesuai dengan pengorbanannya. Dan dalam keseimbangan di mana semua pihak diberi kebebasan maka tidak akan terjadi dominasi.

Ekonomi konvensional atau ekonomi berbasis sinyal pasar, mengandalkan mekanisme hukum alam. Dalam globalisasi misalnya ekonomi pasar mendorong dibuka lebar pintu perbatasan baik untuk lalu lintas hasil produksi dan kapital. Kapital akan mengalir dari daerah yang sudah jenuh dengan kemajuan dan akan mencari daerah yang belum dikembangkan. Hasil produksi akan mengalir dari yang harganya murah kepada yang harganya tinggi. Sumber daya manusia akan mengalir dari yang upahnya rendah ke daerah yang upahnya tinggi. Sehingga dicapailah kesamaan harga (untuk hasil produksi), suku bunga (untuk modal), dan upah (untuk SDM). Kalau demikian apabila semua bangsa mengikuti skenario ini bangsa bangsa yang kurang maju akan menjadi berkembang dan kemakmuran seluruh dunia akan meningkat.

Inti koreksi dari ekonomi pembangunan terhadap ekonomi pasar adalah masalah keadilan. Bahwa pertumbuhan ekonomi tidak menjamin menghilangnya kemiskinan. Memang benar bahwa modal yang mengalir akan membangkitkan ekonomi di negara atau daerah yang baru. Akan tetapi modal itu akan digunakan untuk mengembangkan daerah yang paling menguntungkan lebih dahulu. Antrian untuk daerah yang tandus dan tidak memiliki sumber alam mungkin akan sangat panjang. Ekonomi pasar juga sangat pro swasta bahwa pertimbangan lokasi investasi untuk membuka dan memakmurkan daerah atau negara baru diserahkan kepada pertimbangan investor swasta. Pertimbangan investor swasta juga adalah memilih daerah yang memberikan hasil untuk setiap dolar yang ditambahkan (marjinal) memberikan keuntungan yaang tertinggi. Orang swasta akan mengerjakan tanah subur lebih dahulu sebelum lahan yang tandus, demikianlah hukum alam dan sifat manusia terjadi.

Perilaku di atas menimbulkan permasalahan bahwa lapisan terbawah yang belum mendapatkan giliran tidak bisa menunggu lama. Mereka mungkin menganggur dan tidak bekerja atau bahkan kelaparan dan atau sakit. Namun bahwa pertumbuhan ekonomi atau teknisnya pertumbuhan produksi tetaplah penting karena pertumbuhan itu diperlukan untuk memajukan bangsa.

Kemajuan itu sendiri juga perlu lestari (sustained growth) untuk menjamin bahwa dari waktu ke waktu suatu bangsa menuju tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Di samping harus diupayakan terus tumbuh harus juga diupayakan melibatkan kelompok lapisan terbawah (inclusive economic growth), di samping inclusive juga harus tidak memboroskan bahkan merusak sumber daya alam dan lingkungan, inclusive sustainable economic growth.

Jalan menuju kemajuan ekonomi tersebut dilakukan melalui industrialisasi. Industrialisasi juga harus bersifat inclusive yang melibatkan kemajuan semua sektor usaha rakyat. Pertama-tama bahwa hasil pertanian perlu diolah untuk meningkatkan nilai tambah supaya petani dan daerah pedesaan menjadi lebih baik. Dengan perbaikan daya beli tersebut sektor pertanian akan menjadi partner baik untuk menjadi pemasok bahan baku dan tenaga kerja dan juga untuk menjadi pembeli hasil produksi sektor industri. Kemajuan yang inclusive dan sustained atau maju bersama-sama akan terjadi.

Infra Struktur
Untuk mengembangkan industri, peran pemerintah sangat menentukan dengan kemampuan budgetnya. Infra struktur yang diperlukan untuk menuju masyarakat industri yang maju antara lain, perlunya memperkuat dan memperluas jaringan komunikasi dan internet. Hal ini akan menurunkan biaya pemasaran dan distribusi. Jalan jembatan dan pelabuhan, bandara, rel, dan alat transportasinya. Suplai energi, pipa gas, dan pipa air bersih. Infra struktur spesifik SDM yaitu perawatan kesehatan pendidikan untuk seluruh generasi muda.

Dengan peran pemerintah dalam menyediakan infra struktur seperti di atas ditambah dengan program kesejahteraan seperti bagaimana memberi bantuan kepada MANULA yang tidak kuat lagi bekerja dan tidak memiliki tabungan hari tua, keluarga yang kelaparan, sangat miskin, menghadapi bencana. Maka masyarakat industri akan terbentuk yang diikuti perubahan dari relasi tradisional menjadi relasi modern yang berbasis transaksi dan transfer resmi. Ikatan keluarga besar menjadi ikatan berbasis asuransi, tabungan, dan santunan negara.

Ekonomi Islam
Paradigma dari ekonomi Islam adalah kemajuan inklusif, supaya kemajuan ekonomi tidak hanya pada kelompok atas akan tetapi bisa maju bersama putaran ekonomi kelompok bawah, pedesaan, pertanian, dan UMKM. Di samping inklusifisme Islam juga mendorong pelestarian sumber daya (larangan boros, mubadzir, berlebihan). Dan Islam sangat menekankan keadilan, larangan riba adalah larangan yang bertujuan menghalangi eksploitasi. Jangan sampai terjadi eksploitasi modal atau pemilik modal kepada SDM.

Antara ekonomi Islam dan ekonomi pembangunan merupakan koreksi terhadap mainstream ekonomi neo klasik atau ekonomi pasar. Dengan demikian muara dari ekonomi Islam juga kepada politik ekonomi yang memihak keadilan.
Ekonomi Islam dewasa ini berkembang bukan kepada politik ekonomi, tetapi lebih teknis seperti industri makanan halal, industri pakaian muslim, dan industri keuangan. Industri-industri ini diperlukan dalam masyarakat Islam untuk memperkuat identitasnya tetapi sama sekali tidak cukup. Misalnya industri keuangan Islam, khususnya keuangan mikro yang secara akad memenuhi kaidah fikih tetapi hakikatnya mahal yang bisa berfungsi menghisap nilai tambah SDM. Peran pemerintah untuk memberikan subsidi bunga sangat penting sehingga penghisapan nilai tambah SDM oleh kekuatan modal tidak terjadi. Muhammadiyah juga bisa berperan dengan mempelopori lahirnya lembaga keuangan dana murah.

Peran Muhammadiyah dalam Kemajuan Ekonomi
Peran Muhammadiyah untuk memberikan pencerahan bahwa di samping akadnya halal, maka harga tidak boleh eksploitatif. UMS sudah membuktikan hal ini dengan mendirikan koperasi AUM Bersinar, di mana AUM yang meminjam ke koperasi UMS memperoleh harga di bawah Bank. Koperasi ini sangat efisien karena tidak memerlukan infra struktur yang mahal seperti bank. Akan tetapi koperasi ini juga berkembang baik. Ternyata untuk bisa memberi layanan keuangan yang murah dan tidak eksploitatif, permodalan harus cukup, sehingga tidak tergerus oleh biaya operasional dan dikelola secara profesional modern.
Di samping peran dalam sektor keuangan, Muhammadiyah dimungkinkan menjadi pelopor kemajuan di sektor industri riel. SMK Borobodur dengan peralatan dan modal sederhana berhasil membuat mobil. Dua bus buatan SMK Borobudur yang dipakai oleh UMS selama 8 tahun berjalan dengan baik. Bus itu digunakan untuk mengangkut perawat ke RS dengan jarak tempuh lebih 100 km per hari.

Dengan memiliki 30-an Fakultas Teknik mesin Muhammadiyah dan ratusan SMK mesin, dimungkinkan memelopori industri mobil nasional (Mobnas). Di universitas negeri konsorsium seperti itu sangat sulit diwujudkan karena hambatan birokrasi, akan tetapi di bawah koordinasi PP Muhammadiyah dimungkinkan Muhammadiyah menjadi sumber kemajuan yang riel.

Struktur industri dilihat dari teknologi bisa diurutkan dari yang paling sederhana ke yang lebih tinggi, industri makanan, industri pakaian dan alas kaki, industri kayu dan bambu, industri kertas dan penerbitan, industri kimia, industri barang galian, besi, transportasi, alat-alat kantor dan rumah, ICT, dan industri lain. Industri di Indonesia stuck pada industri tertentu sehingga tidak atau belum bisa merambah pada bidang seperti mobil nasional (industri transportasi), dan industri ICT.

Muhammadiyah dengan amal usahanya yang bersifat swasta sangat mungkin dikoordinasikan untuk melaksanakan industri tranportasi khususnya mobil nasional. UMS sudah memulai untuk usaha ini dengan mencari partner baik di dalam dan di luar negeri. Dengan dikoordinasi PP Muhammadiyah sangat mungkin ke 30-an fakultas teknik berbagai jurusan dan SMK-SMK membuktikan sekali lagi peran Muhammadiyah dalam memajukaan ekonomi.

Dalam bidang ekonomi lain melalui universitas dan sekolah-sekolahnya, Muhammadiyah berperan untuk memajukan teknologi yang dipakai dalam produksi dan distribusinya. Bisnis berbasis ICT sebagai contoh banyak dilakukan oleh SDM yang melek IT. Bisnis-bisnis sejak dari makanan kaki lima, sudah tidak sejalan dengan kemajuan ekonomi bangsa. Para sarjana dan tenaga terdidik Muhammadiyah tentu membantu perbaikan kualitas di berbagai sektor UMKM.

Peran Konvensional Keagamaan
Peran Muhammadiyah dalam membimbing mordernisasi sangat penting. Modernisasi yang dibimbing oleh lembaga sekuler menghasilkan kehidupan yang kering dan bahkan mengancam keimanan. Negara-negara industri baru yang disebut macan Asia (tua) yaitu Jepang, Korea, Taiwan, dan Singapura sudah memanen masalah ini. Modernisasi mendidik masyarakat untuk bertindak serba uang, biaya hidup yang tinggi, jam kerja yang panjang, kompetisi, dan tuntutan lain membuat manusia menjadi stres, robotik, kehilangan keramahan atau apa yang disebut dalam agama ruh silaturrahim. Tabel berikut menggambarkan bagaimana akhir modernisasi dalam bidang melemahnya keagamaan, di mana mayoritas masyarakat tidak lagi memilih suatu agama dan lebih-lebih mempraktikkannya. Data negara Korea Selatan berikut sebagai contoh.
————————————————-
No Religion       46,4 %
Buddhism          22,8 %
Protestansm      18,3 %
Catholicism       10,9 %
Lain lain             0,97 %
————————————————–
Sumber: Inside Korea: Discovering the People and Culture. Hollym International Corp, 2012.

Macan – macan Asia bahkan lebih kering dari Amerika dan Eropa, di mana sapaan standar seperti selamat pagi, bagaimana kabar, terima kasih, dan maaf, dan sebagainya selalu ada. Ruh silaturrahmi ini akan selalu terjaga dengan motor modernisasi Muhammadiyah. Profesionalitas, produktifitas dan kinerja tetap menjadi acuan dalam budaya kerja Muhammadiyah, tetapi shalat jamaah dan silaturrahim personal masih sangat kental. Ditambah ruh keikhlasan yang tercermin misalnya dalam etika dan kesantunan dalam Muktamar yang sebentar lagi akan digelar, Muhammadiyah bisa jadi satu-satunya organisasi nasional besar yang masih memiliki etika dan kesantunan dalam berebut kepemimpinan.

Penutup
Peran Ekonomi Muhammadiyah sangat luas baik dalam memajukan ekonomi per se dalam arti memajukan kualitas teknologi dan kualitas produksi. Keadilan ekonomi, pemerataan, dan pembebasan dari kelaparan dan kemiskinan merupakaan tugas lain yang melekat dari amanat Al Qur’an. Di samping itu pengendalian pertumbuhan dan kemajuan industri, perilaku SDM dalam mengejar kinerja tetap harus dibimbing dengan tetap mengajarkan keimanan dan keshalihan serta silaturrahim. Dengan demikian tujuan yang lebih mulia dari ekonomi yaitu keberadaban manusia, fungsi sosial, dan kemanusiaan merupakan misi tertinggi. Hal ini membedakan ekonomi Muhammadiyah dengan ekonomi konvensional yang hanya mengejar kemajuan kemakmuran an sich. Konsep manusia seutuhnya yang dulu terkenal pada zaman Orde Baru yang merupakan keseimbangan untuk mengakomodasi kelompok Muslim perlu didakwahkan kembali.•
___________________
Prof Dr Bambang Setiaji, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta

Exit mobile version