Ada perbedaan target Muhammadiyah dalam usianya yang 100 tahun dengan Muhammadiyah yang menuju usia 200 tahun. Kiranya layak dikatakan, Muhammadiyah satu abad adalah ijtihad Persyarikatan dalam lapangan dakwah islam amar ma’ruf nahi munkar dengan spirit tajdid dengan tetap merujuk pada Al-Qur’an dan al-Hadits. Muhammadiyah abad kedua adalah ikhtiar Persyarikatan untuk tetap terlibat dalam pembangunan manusia Indonesia dan dunia sebagai bagian dari warga dunia dengan memperluas keterlibatan dan pelayanan yang dirasakan oleh umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya. 20 tahun terakhir di bawah kepemimpinan Prof Amin Abdullah dan Prof Syamsul Anwar, Majelis Tarjih dan Tajdid telah menghasilkan berbagai putusan dan fatwa serta wacana yang cerdas dan bersentuhan langsung dengan hajat umat. Misal putusan, Tafsir Tematik tentang Hubungan antar Umat Beragama, Tuntunan Manasik Haji, Tuntunan Hisab, Fikih aAl-Ma’un, Fikih Air, Fikih Kebencanaan, Tuntunan Keluarga Sakinah, demikian untuk menyebut beberapa. Misal fatwa, antara lain, Hukum Nikah Siri, Hukum Talak di Luar Pengadilan, dan fatwa-fatwa lainnya yang sebagian kecil dibukukan hingga 4 jilid (dari jilid 5 hingga 8 dari semula jilid 1). Selain itu, Majelis Tarjih dan Tajdid juga rutin melakukan pertemuan persidangan fatwa setiap hari Jum’at. Dalam persidangan fatwa ini hadir para ulama Tarjih baik laki-laki maupun perempuan untuk menjawab berbagai persoalan yang ditanyakan umat. Sungguh pun demikian, beberapa kalangan masih saja melihat apa yang telah dilakukan Majelis Tarjih dan Tajdid masih dirasakan kurang. Alasan mereka, dari sekian persoalan yang dihasilkan MTT sejauh ini masih banyak masalah yang tercecer yang kurang mendapat perhatian. Jika persoalan kekinian itu disederhanakan dalam persoalan ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan maka sebanyak cakupan itu juga turunan masalah yang belum tersentuh oleh MTT. Misalnya persoalan sosial seperti perlindungan anak dalam berbagai kasusnya, buruh migran, perdagangan manusia, lokalisasi perjudian dan lain sebagainya. Langkah-Langkah Solutif untuk Majelis Tarjih yang Berkemajuan Memperhatikan beberapa kesuksesan serta kendala yang dialami Majelis Tarjih dan Tajdid dalam beberapa periode kemarin, kiranya perlu dilakukan beberapa upaya sebagai berikut: Pertama, kaderisasi ulama yang berkelanjutan melalui berbagai lembaga kader yang berada di lingkungan Muhammadiyah baik sekolah kader seperti pondok pesantren, pesantren tinggi atau pendidikan ulama Tarjih ataupun Majelis yang menyusun kurikulum khusus pengkaderan ketarjihan. Merujuk pada berita baik pengkaderan yang dilakukan Persyarikatan di Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM). Pada semester tertentu ketika dipandang memenuhi syarat latihan menyelesaikan macam-macam persoalan di kelas, para thalabah dan thalibat PUTM diwajibkan untuk presentasi menyajikan jawaban atas pertanyaan umat yang disampaikan kepada Majelis. Di bawah bimbingan musyrif dan dosen senior, umumnya para thalabah dan thalibat menyajikan jawaban dengan sangat baik. Hemat penulis, jika kemampuan thalabah dan thalibat PUTM ini diasah secara terus menerus dengan perangkat keilmuan yang lebih lengkap dalam jangka panjang mereka akan sangat terlatih untuk menjawab berbagai persoalan yang diajukan umat. Pada gilirannya secara bertahap para alumni PUTM ini dilibatkan dalam berbagai event Majelis untuk pada saatnya nanti mereka pun menjadi anggota lajnah Tarjih. Kedua, membentuk kembali dan memaksimalkan fungsi Lajnah Tarjih yang merepresentasikan para ulama dan sarjana Muhammadiyah yang relatif mengkhususkan diri sesuai bidang keahlian masing-masing dalam bidang-bidang garapan program Majelis. Meskipun persoalan yang menjadi garapan Majelis lebih banyak bersentuhan dengan persoalan agama. Namun tidak jarang persoalan tersebut memerlukan perspektif keilmuan lain yang memperkaya pertimbangan Majelis dalam memutuskan suatu masalah. Misalnya fatwa keharaman rokok. Untuk tiba pada natijah haram Majelis dibantu oleh para dokter, ekonom dan pengamat sosial yang dengan jujur menyajikan efek negatif rokok baik secara kesehatan, maupun secara ekonomi dan sosial. Ketiga, mendesain alat komunikasi apapun nama dan jenisnya yang memudahkan para ulama Tarjih (Lajnah Tarjih) yang berasal dari berbagai daerah dengan tidak perlu meninggalkan tempat tinggalnya, untuk terlibat dalam seminar, halaqah atau permusyawaratan Majelis yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prioritas masalah dan persoalan yang dipandang penting dan mendesak. Penggunaan alat komunikasi sebagaimana disebutkan akan sangat membantu Majelis untuk terlibat menyelesaikan secara intensif dan massif berbagai masalah umat. Cara ini tentu saja tidak menghilangkan sama sekali permusyawaratan Majelis yang dilakuan secara tatap muka sebagaimana lazimnya. Keempat, bekerjasama dengan pelbagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah untuk membuka kemungkinan perluasan cakupan program-program Majelis sejauh masih dalam bingkai penyelidikan dan pembahasan persoalan agama serta pengembangan pemikiran Islam. Misal kemungkinan Majelis untuk memberikan sertifikasi halal dengan bekerjasama dengan PTM yang memiliki ahli dan perangkat terkait. Kelima, merancang publikasi putusan, fatwa serta wacana yang dihasilkan Majelis dalam berbagai bentuknya secara massif sehingga sebagian besar produk Majelis dikenali umat dan membantu terbentuknya militansi umat. Keenam, mendorong Persyarikatan dalam berbagai tingkatannya untuk memahami pentingnya tugas Majelis bagi umat dan Persyarikatan sedemikian rupa sehingga perhatian dan dukungan bagi perjalanan Majelis terus semakin meningkat. Akhirul kalam, dengan tawaran solutif sebagaimana dituliskan diharapkan kehadiran Majelis Tarjih dan Tajdid ke depan semakin dirasakan umat Persyarikatan sehingga ikut berperan dalam merancang Muhammadiyah yang Berkemajuan. Semoga.•
______________________
Wawan Gunawan Abdul Wahid, Ketua Devisi Kajian Kemasyarakatan dan Keluarga MTT PP Muhammadiyah (2010-2015)