Tepuk tangan berulang kali membahana ketika Muklish Bahrainy, saudagar Muhammadiyah di bidang industri bahan makanan, menyampaikan uraian usahanya yang bisa dikerjasamakan kepada saudagar Muhammadiyah yang lain. Uraiannya membuka mata, bahwa dari buah-buahan yang sering dibuang karena nggak laku ternyata dapat diolah menjadi bahan makanan sebagaimana yang selama ini ia lakukan. Inilah suasana ketika saudagar Muhammadiyah bertemu pada satu forum di Surabaya.
Tak kalah seru, kelompok lain dengan uraian saudagar Muhammadiyah yang menggeluti bidang usaha yang lain, seperti yang dilakukan Marmin Siswoyo yang bergerak di bidang peternakan unggas. Sorak-sorai pertanda ada harapan untuk bisa saling kerjasama di antara mereka, tinggal melanjutkan deal-deal (kesepakatan) secara pribadi-pribadi atau kelompok usaha yang diwakilinya. Awal kebangkitan saudagar Muhammadiyah nampaknya.
Deal-deal memang terjadi, Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PPA) yang membidangi ekonomi Dra Hj Latifah Iskandar melakukan pembicaraan dengan Mukhlis Bahrainy. Latifah berharap Mukhlis mau membantu persoalan ‘Aisyiyah Garut Jawa Barat. Ini karena masyarakat binaan ‘Aisyiyah Garut terpaksa membuang hasil panen tomat yang harganya jatuh dan tak laku di pasaran. “Tolong Pak dibicarakan dengan ‘Aisyiyah Garut,” ujar Latifah pada Mukhlish.
Mukhlish pun menyanggupinya dan telah memberikan jadwal pertemuan dengan ‘Aisyiyah Garut. Deal-deal juga dilakukan dengan perseorangan. Bagi Mukhlis akan sangat bagus jika bisa saling kerjasama dengan sesama saudagar Muhammadiyah. Namun demikian, kerjasama tersebut harus tetap profesional, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Nurhayati, saudagar Muhammadiyah di bidang kosmetika. Nurhayati terbuka untuk saling kerjasama dengan saudagar Muhammadiyah, baik dalam bidang pemasaran maupun pemasokan bahan baku untuk produk kosmetik. Tetapi semuanya harus sesuai dengan standard baku yang berlaku bagi industri kosmetika yang ia kelola.
Untuk pemasaran produknya, Nurhayati mengaku tertarik bekerjasama dengan ‘Aisyiyah. Menurutnya, ‘Aisyiyah yang anggotanya wanita merupakan pasar potensial bagi produk kosmetik. Harapan ini pun disambut gembira oleh Ketua PPA Latifah Iskandar, tinggal ditindaklanjuti dengan langkah-langlah yang menguntungkan bagi keduanya.
Tidak semua bahan baku yang potensial di suatu daerah dapat ditampung oleh industri yang dikelola oleh saudagar Muhammadiyah. Ini karena bahan tersebut tidak diperlukan oleh industri tersebut atau karena jarak yang tak memungkinkan bahan tersebut dibawa ke pabrik. Karena jarak yang jauh membutuhkan biaya yang mahal atau bahan tersebut dapat membusuk di jalan. Untuk hal yang demikian, Mukhlis Bahreny menganjurkan untuk dikelola di tempat bahan baku dihasilkan.
Ini sebagaimana permasalahan yang disampaikan oleh salah seorang saudagar dari Minang yang disampaikan kepada Mukhlis. Menurut saudagar Minang itu, daerahnya mempunyai potensi bahan baku kelapa yang sangat melimpah. Tetapi potensi yang melimpah tersebut belum diberdayakan secara maksimal.
Menurut Mukhlis, sebenarnya semua bagian dari buah kelapa bernilai ekonomi. Sabutnya bisa dibuat kerajinan, batoknya bisa dibuat arang, airnya bisa dibuat nata de coco, tinggal sekarang bagaimana memanfaatkan buahnya secara ekonomis. Buah tersebut setelah diparut bisa diambil santannya, tetapi harus ada sisa sedikit di dalam ampasnya agar masih terasa gurih.
Ampas kelapa ini setelah dikeringkan dapat dijual sebagai bahan baku untuk membuat kue. Proses-proses ini bisa dilakukan oleh industri rumah tangga, tidak perlu industri yang besar. Tentu saja pengelolaan bahan makanan ini tetap harus memperhatikan nilai-nilai higienis.
Ini juga yang disarankan oleh Marmin Siswoyo, pengelolaan bahan makanan harus dilakukan secara higienis (memenuhi persyaratan kesehatan). Karena industri besar akan mempersyaratkan hal ini jika akan membangun kemitraan dengan kita. Sampai-sampai toilet yang ada di lingkungan pabrik atau usaha diperiksa dengan seksama. “Jika tempat yang paling kotor saja bersih, maka tentu penjagaan kebersihan di lokasi kerja betul-betul terjaga,” kata Siswoyo.
Industri atau perdagangan makanan memang tidak ada matinya, tinggal bagaimana meraih peluang dari pasar yang terbuka. Menurut Dr Hendri Saparini, pasar makanan tidak hanya terbuka di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Misalnya Jepang saat ini, ada trend untuk mendapatkan makanan halal dan sehat.
Trend-trend demikian yang mestinya ditangkap oleh saudagar Muhammadiyah. Tetapi sayangnya Jepang malah merangkul Malaysia dalam hal makanan halal ini, padahal turis Indonesia ke Jepang lebih banyak ketimbang turis Malaysia. Nampaknya pengusaha Indonesia tidak dapat melihat peluang seperti ini, padahal pasar telah terbuka.
Pasar yang terbuka sebetulnya bukan hanya untuk pasar luar negeri, pasar dalam negeri pun sebenarnya sangat terbuka tetapi sampai saat ini belum tergarap. Di antaranya pasar penunjang pariwisata yang saat ini digalakkan oleh pemerintah. Tidak adanya yang khas di suatu kawasan wisata, baik makanan khas maupun sauvenir khas, menjadikan kurang berkesannya wisatawan ketika mengunjungi tempat wisata.
“Pernah saya mengantar wisatawan ke Monas, tetapi saya lihat nggak ada sauvenir khas Monas. Padahal Monas merupakan ikon Jakarta,” kata Hendri Saparini sambil menambahkan bahwa yang ada di Monas malah kaos dagadu Yogya. Ini merupakan peluang bagi saudagar Muhammadiyah untuk menciptakan cenderamata khas itu.
Pasar cinderamata ini amat sangat terbuka, mengingat banyaknya destinasi (tempat) wisata yang ada di Indonesia. Apalagi tahun 2016 ini, pariwisata menjadi prioritas pengembangan pemerintah. Tidak saja cenderamata tetapi makanan yang khas juga akan menjadi pilihan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.
Tawaran untuk mengembangkan usaha juga datang dari Gubernur Jawa Timur Dr Sukarwo. Pak De Karwo (sebutan akrabnya), menawarkan sejumlah peluang untuk investasi di Jawa Timur. Di antaranya juga tentang pembukaan destinasi wisata baru.
Meskipun banyak terjadi interaksi antar pengusaha dalam forum saudagar, tetapi ada juga yang sebagai penggembira dalam acara ini. Ada pengusaha asal Bogor yang berlatar belakang pertambangan terpaksa asal nimbrung ke satu kelompok, meski bukan minat usaha yang digelutinya. Demikian juga seorang saudagar asal Minang yang meminati usaha tour terpaksa nimbrung tanpa harus memilih cocok atau nggak dengan usahanya.
Namun ada juga saudagar yang sukses dalam suatu bidang usaha tidak bisa menawarkan usahanya, karena dagangannya butuh investasi tinggi. “Pengusaha Kapal Selam dan Helikopter,” kata Ketua PP Muhammadiyah Dr Anwar Abbas. Meskipun demikian, pertemuan saudagar Muhammadiyah ini diapresiasi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pertemuan semacam ini harus ditindaklanjuti.• (lut)