Jamaah shalat Jum’at yang
dirahmati Allah.
Pada hari ini tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengucap syukur kepada Allah SwT. Hanya karena karunia-Nyalah kita bisa berkumpul dan di tempat yang mulia ini.
Jamaah shalat Jum’at yang dikasihi Allah
Saat ini sentimen anti Islam kembali marak di negeri-negeri non Muslim. Saat ini kita pasti mengenal Donald Trump, calon Presiden Amerika yang mendadak terkenal bukan karena prestasinya. Tapi karena secara terang-terangan menunjukkan kebenciannya terhadap Islam.
Sebelum Donald Trump populer kita juga telah mengenal gerakan Pegida. Perkumpulan pembenci Islam, yang juga semakin terang-terangan menunjukkan kebenciannya terhadap Islam.
Mungkin benar, itu semua hanya rekayasa untuk menyudutkan Islam. Namun, apakah kita sendiri, umat Islam ini juga sudah menunjukkan prestasi sehingga mereka, umat yang tidak tahu Islam itu bisa menghormati Islam? Atau setidaknya menunjukkan keteladanan sebagai umat yang lebih beradab daripada mereka?
Jamaah shalat Jum’at yang
dikasihi Allah.
Kita, umat Islam ini, pasti tidak akan ikut-ikutan membenci Islam hanya karena seorang atau dua orang yang mengaku memperjuangkan Islam membuat kerusakan secara ngawur. Kita tidak akan membenci Islam hanya karena ada orang yang mengaku beragama Islam meledakkan bom di tengah pasar yang menyebabkan salah satu kerabat kita meninggal dunia.
Kita tidak akan membenci Islam karena kita tahu, apa yang dilakukan orang itu jelas tidak mewakili Islam dan Islam juga tidak mengajarkan para pembelanya untuk membunuh orang lain secara ngawur seperti itu.
Oleh karena orang non Islam hanya akan bisa melihat dan menilai Islam dari kelakuan orang-orang Islam, di forum yang mulia seperti ini tampaknya kita perlu merenung apakah kelakuan kita sehari-hari sudah mencerminkan dan menggambarkan ajaran Islam. Apakah kita sudah bisa menunjuk dada dengan sadar, kalau kamu ingin seperti apa ajaran Islam lihatlah kelakuanku.
Jamaah shalat Jum’at yang
dikasihi Allah.
Beberapa hari yang lalu ada tulisan bagus tentang kesalahan sepele umat-islam di USA dan negara mayoritas non Muslim. Sang penulis membuka tulisannya tentang ceramah Tariq Ramadan yang dimulai dengan sebuah cerita (nyata) tentang dua orang Polisi Swiss yang menunggu seorang pemilik mobil karena parkir sembarangan di depan sebuah masjid.
Akan tetapi, walau sudah parkir salah sehingga menghalangi mobil lain, pemilik mobil tidak merasa bersalah dan berusaha menjelaskan bahwa dia terburu-buru mengejar waktu shalat dan terpaksa harus parkir di tempat itu agar tidak terlambat shalat berjamaah.
Mendengarkan penjelasan tersebut, dua polisi (non Muslim) yang menilang itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Polisi itu jelas tidak mengerti dengan cara berpikir pemilik mobil itu. Kenapa untuk melakukan sebuah perbuatan yang seharusnya baik dan benar (shalat berjamaah di masjid) Muslim itu harus melanggar hukum terlebih dahulu? Kenapa sebuah perbuatan benar harus dimulai dengan perbuatan yang salah? Ceramah Tarik Ramadan disambut dengan tawa seluruh hadirin.
Kita sebagai orang Muslim mungkin bisa memahami walau sulit untuk membenarkan alasan seperti itu, namun bagaimana dengan orang lain? Kalau hal kecil seperti ini menjadi kebiasaan tentu Muslim akan selalu jadi bahan tertawaan.
Jamaah shalat Jum’at yang dikasihi Allah.
Barangkali kita menganggap budaya untuk hidup tertib dalam parkir kendaraan, parkir sepatu, bertatakrama di jalan, maupun membiasakan hidup bersih itu tidak ada kaitannya dengan sesat lurusnya akidah.
Namun, jangan lupa, kelakuan kita dalam hidup sehari-hari adalah nilai kita. Itulah nilai Islam kita. Sayangnya, di sini inilah kita sering gagal untuk memberi contoh yang nyata untuk anak, istri, keluarga, dan orang lain tentang nilai nilai Islami di kehidupan sehari-hari.
KHUTBAH KEDUA
Jamaah Jum’at yang berbahagia dan dimuliakan Allah.
Dalam surat Al-Ashr Allah mengingatkan kepada kita semua untuk senantiasa saling berwasiat dalam menaati kebenaran dan saling berwasiat dalam kesabaran.
Dalam surat al-Balad Allah juga mengingatkan untuk saling berwasiat dalam kesabaran dan berkasih sayang.
Oleh karena itu dalam rangka saling menasihati ini, tampaknya kita perlu buru-buru marah apabila saat orang-orang yang tidak tahu Islam itu mengkritrik ataupun membenci Islam, apalagi buru-buru mengkaitkannya dengan teori konspirasi Yahudi. Ada baiknya kita mengaca diri apakah kita sudah menunjukkan kalau kita memang sudah menjalankan budaya yang lebih utama dalam hidup keseharian kita?
Akhirnya marilah kita akhiri pertemuan yang mulia ini dengan berdoa kepada Allah SwT semoga kita senantiasa mendapat bimbingan dalam mewujudkan budaya utama dalam keseharian kita sehingga kita selalu diridlai-Nya.•
——————————–
Isngadi Marwah Atmadja, Sekretaris Lembaga Pengembangan Cabang & Ranting Pimpinan Pusat Muhammadiyah