• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Jumat, Desember 5, 2025
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Sudirman; Guru yang Menjadi Jenderal Besar

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
14 Februari, 2020
in Wawasan
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Sudirman; Guru yang Menjadi Jenderal Besar
Share

”Kuatkan persatuan kita. Pegang teguh pendirian kita. Berjuang terus di bawah satu komando, mewujudkan dan mempertahankan kedaulatan serta kemerdekaan Negara Republik Indonesia, supaya kita dapat syukur dan gembira yang abadi. Sekali Merdeka, Tetap Merdeka! Sekali Diproklamasikan, Tetap Kita Pertahankan.”

Demikian bunyi amanat Jenderal Sudirman pada kegiatan ta’aruf keluarga besar Muhammadiyah yang naskah lengkapnya dimuat di majalah Suara Muhammadiyah  bulan Juli 1946. Dari ujung amanat itu terasa sekali getar semangat perjuangannya yang sampai hari ini mampu menyentuh dan menggetarkan jiwa kita.

Baca Juga

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

Waktu ibukota Republik Indonesia berada di Yogyakarta dan Jenderal Sudirman menjadi Panglima Besar, keutuhan sesama tentara nasional Indonesia terjaga. Demikian juga keutuhan antara pejabat militer dan sipil, keutuhan rakyat dengan pemerintah. Berada di bawah ancaman dan tekanan serdadu Belanda yang ingin coba-coba menjajah kembali, Jenderal Sudirman mampu menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Caranya sederhana, dengan memberikan keteladanan. Misalnya dalam menjaga sikapnya, penuh disiplin teguh dalam pendirian, shalih dalam beribadah dan santun serta lembut dalam berbicara kepada siapa pun. Tetapi Pak Dirman tegas dalam memutuskan dan memerintahkan anak buahnya untuk maju menyerbu musuh.

Para sesepuh kampung Kauman Yogyakarta yang sering menyaksikan Jenderal Sudirman ikut dalam Pengajian Malam Selasa di Gedung ‘Aisyiyah Kauman mengakui hal itu. Jenderal Sudirman terasa memiliki wibawa yang kuat. Ia sangat menghormati tokoh Muhammadiyah yang hadir di pengajian itu. Selalu patuh menjalankan keputusan Persyarikatan. Posisi sebagai Panglima Besar pun mau ia sandang setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan Muhammadiyah. Sudirman pun menjalankan perannya sebagai panglima dengan kesadaran sedang menjalankan perintah agama dan memenuhi kebutuhan bangsanya. Agama memerintahkannya berjihad melawan penjajah, maka ia pun bergerak gesit melawan penjajah.

Sebagai guru Muhammadiyah dan menjadi Kepala Sekolah HIS Muhammadiyah Cilacap ia mampu menyerap spirit KHA Dahlan. Ia mengembangkan sekolah itu dan menghargai para guru dan koleganya. Sebagai aktivis Muhammadiyah di bagian Pemuda ia pun menjalankan kepemimpinannya dengan baik. Sebagai kader Muhammadiyah yang dididik di Pandu Hizbul Wathan (yang memberikan kepadanya bekal soft militerisme) dan kader bangsa yang dididik di Bogor sebagai tentara PETA (yang memberikannya bekal hard militerisme) ia mampu memadukan dua bekal itu ketika memimpin Tentara Nasional Indonesia yang semula bernama BKR dan TKR itu. Tentara Nasional Indonesia pun tumbuh menjadi tentara pejuang yang ditakuti Inggris dan Belanda.

Ketika berpamitan dengan pimpinan dan warga Muhammadiyah Cilacap menjelang keberangkatannya menempuh pendidikan militer di Bogor ia berpesan agar Muhammadiyah jangan ditelantarkan. Harus tetap hidup di Cilacap. “Saya akan mempunyai tugas baru, saya akan menjadi serdadu dan akan berangkat latihan ke Bogor. Sedulur-sedulur tulung dienget-enget Muhammadiyah,” katanya mengharap agar Muhammadiyah jangan dilupakan.

Keberangkatannya ke Bogor itu merupakan awal perjuangannya di kancah militer. Mempertahankan Indonesia. Ia meninggalkan Cilacap, dari kader Muhammadiyah menjadi kader bangsa. Sebab sejak itu ia tidak kembali ke Cilacap. Ia bertugas di ibukota RI yang waktu itu di Yogyakarta, dengan masih menjaga silaturahmi dengan tokoh dan warga Muhammadiyah. Ia memimpin perang gerilya dari pelosok Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur ketika para pemimpin sipil pilih menyerah kepada Belanda. Perjuangannya lewat perang gerilya berhasil. Belanda pun dapat diusir. Ia kembali masuk ke kota dengan pakaian sederhana, dan tetap menghormati para pemimpin bangsa yang dibebaskan Belanda, untuk menjaga keutuhan Indonesia. Ketika Jenderal Sudirman berpelukan dengan Bung Karno, banyak orang  yang menitikkan air mata.• (Mustofa W Hasyim)

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 15 Tahun 2015

Tags: Jenderal Sudirmanmuhammadiyahtokoh muhammadiyah
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah
Berita

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

28 September, 2024
Prof Dr Abdul Mu'ti
Berita

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

22 Agustus, 2024
Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah
Berita

Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah

2 Juli, 2024
Next Post
Muhammadiyah Sumbar Rencanakan Bangun Gedung SMA Baru yang Layak di Padang

Muhammadiyah Sumbar Rencanakan Bangun Gedung SMA Baru yang Layak di Padang

Please login to join discussion
  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In