Tidak ada manusia yang ingin merugi dalam hidupnya. Semua mendambakan keuntungan, termasuk dalam berbisnis, berniaga, atau berdagang. Mendapatkan untung atau laba besar dalam berbisnis itu bukan saja merupakan harapan dan tujuan, tetapi juga salah satu indikator kesuksesan hidup di dunia. Namun demikian, Mukmin tidak boleh terjebak dalam “bisnis duniawi” yang membuatnya melupakan Allah SwT dan Rasul-Nya. Bisnis duniawi yang dilakukannya juga tidak boleh menghalalkan segala cara, karena Islam memberi tuntunan mulia dalam berniaga.
Islam menawarkan bisnis jangka panjang, bisnis masa depan, atau bisnis duniawi-ukhrawi, yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga menyelamatkan dan membebaskan sang pebisnis atau saudagar dari azab Allah yang pedih. Bisnis ini bukan sembarang bisnis, melainkan “bisnis berbasis iman dan jihad” di jalan Allah. Inilah bisnis yang tidak pernah merugi dan selalu menjanjikan harapan masa depan yang paling mencerahkan, yaitu mendapatkan ampunan dari Allah dan surga-Nya. Dalam hal ini Allah SwT berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah kemenangan yang agung. (Qs. As-Shaff [61]: 10-12)
Ayat tersebut turun berkaitan dengan pertanyaan sejumlah sahabat kepada Nabi saw mengenai amalan paling dicintai oleh Allah SwT, lalu turunlah ayat tersebut. Artinya, amalan paling dicintai Allah adalah berbisnis dengan Allah dengan cara mengimani-Nya sepenuh hati, mengaktualisasikannya dalam amal shalih dengan penuh keikhlasan, kesungguhan, dan konsistensi. Meyakini Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati membuat Mukmin mencintai keduanya dengan penuh ketaatan. Jika Mukmin sudah merasakan cintanya yang tulus dan mendalam, maka melakukan amal shalih, termasuk jihad di jalan Allah dengan mengurbankan harta dan jiwa, menjadi ringan dan kebiasaan positif. Iuran anggota Persyarikatan yang digelorakan oleh Ketua PP Muhammadiyah dalam SM No. 24, 16-31 Desember 2015 merupakan bentuk jihad finansial yang sangat strategis bagi pemberdayaan, peningkatan, dan pemajuan peradaban masa depan umat dan bangsa.
Dengan kata lain, bisnis berbasis iman dan jihad di jalan Allah: jalan kebenaran, jalan keadilan, jalan kedamaian, jalan keberuntungan, dan jalan kemenangan, merupakan bisnis super menguntungkan. Iman menjadi energi penggerak dan pemacu Mukmin untuk gigih memperjuangkan kebenaran, keadilan, tegaknya hukum, kedamaian, kerukunan, kesejahteraan, dan kemakmuran. Energi iman kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan energi cinta yang melimpah, tidak kenal lelah, tetapi selalu menginspirasi Mukmin untuk selalu mendedikasikan dirinya dalam ber-fastabikulkhairat (berlomba-lomba dalam kebajikan), bukan fastabiqul ma’ashi wal munkarat (berlomba-lomba dalam melakukan kemaksiatan dan kemunkaran).
Bisnis berbasis iman dan jihad adalah bisnis petunjuk (huda), bisnis komitmen untuk selalu menaati perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Pesan-pesan Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak hanya penting dijadikan sebagai landasan dan manual kehidupan, melainkan juga diimplementasikan sebagai petunjuk dalam meraih keberuntungan dan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Oleh karena itu, berbisnis dengan Allah harus terus dibarengi dengan etos ilmiah dan etos amaliyah untuk mau “membeli petunjuk” itu sendiri, bukan malah “membeli kesesatan”, karena membeli petunjuk Ilahi pasti mengantarkan kepada keberuntungan, bukan sebaliknya. Dalam hal ini, Allah berfirman yang artinya: “Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak mendapat petunjuk.” (Qs Al-Baqarah [2]: 16).•
_____________________
Muhbib Abdul Wahab, Sekretaris Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah dan Ketua III IMLA (Asosiasi Pengajar Bahasa Arab se-Indonesia)