YOGYAKARTA — Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi kader perlu untuk lebih serius dalam mempersiapkan generasi penerus. Di tengah kondisi merebaknya pragmatisme dan gaya hidup instan, para Angkatan Muda Muhammadiyah harus lebih diberdayakan dan digembleng secara berkualitas untuk menjadi kader-kader yang berkualitas mumpuni. Kondisi real hari ini, Muhammadiyah dan juga ormas Islam lainnya mengalami permasalahan dalam proses kaderisasi. Hal ini dikemukakan Direktur Muhammadiyah Boarding School (MBS), Prambanan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nashirul Ahsan Lc, dalam Kajian Malam Sabtu (KAMASTU), yang rutin diadakan oleh Angkatan Muda Muhammadiyah, pada Jumat malam (22/1), di gedung PWM DIY.
Dalam kajian yang mengangkat tema besar “Kader Dakwah Masih Adakah?” ini, Direktur MBS DIY, menyayangkan sikap generasi tua yang kadang mengabaikan kaderisasi bagi Angkatan Muda Muhammadiyah. “Di banyak tempat, keberadaan kader-kader muda yang loyal di jalan dakwah sudah sedemikian sedikit. Tidak hanya di daerah-daerah, di Yogyakarta sendiri yang notabene kota Muhammadiyah juga mengalami problem serupa. Lebih parah lagi, bahkan ada para generasi tua yang setingkat cabang atau ranting tidak memiliki minat yang besar dalam hal kajian-kajian keislaman dan kemuhammadiyahan,” ujarnya.
Di bagian lain, Ustaz Nashirul Ahsan memaparkan problem kaderisasi yang harus segera dibenahi. Pertama, sedikitnya kaum muda yang aktif di dunia dakwah. Kedua, para kader muda kurang memahami gerakan dakwah Muhammadiyah dan apa urgensi dakwah. Ketiga, sedikitnya kader yang mau mendalami agama. Keempat, kurangnya minat membaca di kalangan kaum muda Muhammadiyah. Kelima, banyak kader muda yang masih belum mantap kemuhammadiyahannya, akhirnya berpindah ke gerakan lain (eksodus/migrasi jamaah). Keenam, sedikitnya kader muda yang punya ghirah berjuang. Ketujuh, Generasi tua kurang serius dalam menyiapkan kader.
Bertempat di Aula Gedung Muhammadiyah DIY, kajian rutin ini selalu disesaki kaum muda Muhammadiyah dari seluruh DIY. Materi yang diajukan pun sangat beragam dan cenderung kekinian, sesuai dengan target untuk menarik minat peserta kajian, yang umumnya adalah para generasi muda Muhammadiyah. Demikian halnya dengan pilihan pemateri atau pengisi kajian, yaitu para tokoh Muhammadiyah dan akademisi, sesuai dengan bidang kompetisi dan materi yang diketengahkan. (M. Ridha Basri)