Muhammadiyah itu besar. Namun sesuai hukum perkembangan, bangunan besar Muhammadiyah sebagai gerakan Islam pembaru memang belum sempurna. Masih ada sejumlah hal yang kurang dan perlu terus diperbarui. Walau begitu, menganggap remeh Muhammadiyah jelas tidak faktual dan mengingkari realitas.
Selama ini, Muhammadiyah sudah banyak berbuat. Untuk umat, untuk bangsa, dan untuk kemanusiaan. Saat ini, sangat sedikit lembaga swasta dan organisasi kemasyarakatan yang mempunyai ratusan amal usaha yang mandiri dan gerakan dakwah praksis di komunitas.
Hanya saja, karena semua prestasi Muhammadiyah sudah ditorehkan secara ajeg sejak lama, umat dan bahkan warga Muhammadiyah sendiri menganggap semua itu sebagai hal yang biasa-biasa saja. Sebagai sesuatu yang normal dan bahkan mungkin membosankan. Perasaan dan penilaian seperti itu tentu saja tidak dapat disalahkan. Malah positif untuk memacu kemajuan dan pembaruan.
Akan tetapi, kalau penilaian itu kemudian diikuti dengan memutar balik haluan gerakan. Maka pertaruhannya sungguh besar. Sebutlah ketika Muhammadiyah dipandang tidak “berprestasi” di dunia politik, lantas menganggap gerakan Islam ini seolah salah “konstruksi”. Lalu, diperlukan “orientasi” ke politik praktis. Sehingga wawasan Muhammadiyah yang “menasional” dan bermasa-depan itu ialah yang berkiblat ke politik.
Demikian pula dengan orientasi ke luar. Muhammadiyah memang tidak lepas dari dunia di sekitarnya, baik nasional maupun internasional. Muhammadiyah bahkan harus berperan dalam dua kancah itu. Tetapi semua ada batas dan koridornya, tidak bisa “terjun bebas”.
Letakkan semuanya dalam kerangka Muhammadiyah yang memiliki dinamikanya sendiri yang bersifat “inner dynamic”. Yaitu kekuatan inti dari dalam berupa potensi, spirit, prinsip, ideologi, dan apa yang selama ini dimiliki Muhammadiyah sebagai modal inti gerakan.
Dengan inner-dynamic Muhammadiyah dapat menggarap ranah lokal, nasional, dan global dalam batas keseimbangan dan kemampuan nyata. Muhammadiyah yang membumi dan tidak mercusuar.
Muhammadiyah itu sudah memiliki banyak modal dan potensi diri yang cukup untuk dikembangkan secara serius dan optimal. Potensi amal usaha, pemberdayaan ekomomi, dan kerja-kerja kemasyarakatan yang selama ini dibangun wajib dikembangkan. Bangun kemandirian yang positif dan bersinergi. Pikirkan dan cari langkah terobosan untuk pemberdayaan daerah-daerah tertinggal. Masih banyak anggota, kader, dan pimpinan yang mau berkhidmat tulus dan sungguh-sungguh untuk diikat dalam kolektivitas yang kuat. Lihatlah betapa banyak ibu Aisyiyah dan angkatan muda Muhammadiyah di akar rumput yang masih mau berkiprah tak kenal lelah untuk kemajuan gerakan.
Jangan terjangkiti penyakit “gumunan” alias gampang takjub. Mungkin, di antara kita banyak yang lupa potensi gerakan, sehingga ingin mencari yang instan. Semua prestasi Muhammadiyah yang sekarang ada ini adalah buah dari kerja keras dari satu generasi ke generasi. Jangan diangap sepele karena silau dengan pesona luar. Bukan ekslusif, tetapi berjiwa mandiri, membumi, dan dinamis berbasis potensi diri yang selama ini belum dioptimalkan.
Muhammadiyah bisa semakin kokoh dan berdiri tegak. Para kader didorong dan didukung penuh untuk mengembangkan diri, termasuk ke dunia politik, keilmuan, dan profesi. Kader profesional dikembangkan seperti dokter, ahli hukum, seniman, pengusaha, ilmuwan, dan profesi yang lainnya. Kalau serius pasti banyak jalan yang terbuka. Man jadda wajada.
Dengan semua potensi yang dimilikinya, Muhammadiyah berpeluang besar untuk meraih keunggulan dan keberhasilan. Kuncinya ialah sadar akan potensi diri, berkomitmen tinggi, solid secara kolektif, bervisi luas, dan kerja keras. Tidak kalah penting, jadilah diri sendiri dan jangan menjadi orang lain!•