Prof Dr HM Din Syamsuddin MA; Indonesia Terkena Dampak Perang Proxy

Prof Dr HM Din Syamsuddin MA; Indonesia Terkena Dampak Perang Proxy

Untuk Membahas Masalah Ini, Lutfi Effendi Dari Suara Muhammadiyah Mewawancarai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Prof Dr Hm Din Syamsuddin, Ma Yang Juga Honorary President, World Conference On Religions For Peace/ Wcrp, Based In New York. Berikut Ini Pandangan Prof Din Syamsuddin:

Pemerintah seringkali ngetes (test of the water) umat Islam sebelum melakukan kebijakan, dari penghilangan kementerian Agama, penghilangan kolom agama dalam KTP, meminta maaf kepada PKI dan sebagainya serta yang terakhir pemberian bebas visa terhadap Israel. Bagaimana mengenai hal ini?

Memang dapat diamati selama ini, pemerintah sering melakukan uji kadar air (Test of the water atau testing the water) dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan tertentu, termasuk dalam bidang keagamaan, dengan maksud memeta reaksi dari masyarakat atau umat beragama bersangkutan. Tentu kalau reaksinya keras menolak, pemerintah membatalkannya. Sebaliknya jika reaksinya nggak ada atau datar-datar saja, pemerintah akan melanjutkan kebijakan tersebut.
Tes demikian biasa dilakukan pada dunia inteljen. Bahkan pada era pemerintahan Soeharto dahulu Badan Inteljen Nasional (BIN) mempunyai bagian khusus untuk menangani test ini. BIN saat itu mempunyai Deputy V yang secara khusus melakukan tes ini. Tujuannya untuk melakukan penjajakan reaksi masyarakat yang acap mereka lontarkan terhadap isu-isu tertentu.
Sesungguhnya tes demikian sangat riskan dan tidak mengenakkan jika dilakukan pemerintah. Sebab tugas pemerintah yang sebenarnya adalah bagaimana melaksanakan amanat rakyat yang telah mempercayai untuk memimpin negeri ini. Tinggal bagaimana pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan yang dapat memakmurkan negeri ini dan mensejahterakan rakyatnya, tanpa harus melakukan tes seperti itu yang dapat berdampak negatif.

Dari sejumlah tes yang dilakukan pemerintahan saat ini, ada yang kemudian dicoret dari kebijakan karena mendapat tantangan keras, tetapi ada juga yang lahir menjadi kebijakan meski sebetulnya merugikan umat Islam karena lemahnya perlawanan. Bagaimana seharusnya umat Islam menyikap tes-tes yang dilakukan rezim ini?
Bagi masyarakat, khususnya umat Islam, dalam hal menghadapi isu-isu yang demikian, perlu menyikapinya secara sewajarnya saja. Kalau toh kebijakan tersebut akan benar-benar merugikan masyarakat atau umat ya langsung ditolak saja, tetapi jika kebijakan itu mempunyai efek positif selain juga negatif, maka perlu didiskusikan terlebih dahulu di antara internal kita.
Sebab tidak semua isu kebijakan itu mempunyai sisi buruk semuanya. Kadang-kadang kebijakan tersebut mempunyai sisi baik tetapi juga ada sisi buruknya. Kebijakan yang demikian jangan langsung ditolak, tetapi harus dilakukan kajian sebagai bahan diskusi internal umat beragama. Bagaimana sesungguhnya jika kebijakan ini dilakukan apakah lebih menguntungkan bagi umat atau malah merugikan. Jika lebih menguntungkan tentu tidak akan kita tolak, tetapi jika sebaliknya bisa saja ditolak.

Dari tes-tes yang dilakukan pemerintah tersebut yang sering bereaksi adalah ormas Islam dan tokoh-tokoh umat, jarang parpol Islam yang ikut bereaksi keras. Kenapa terjadi demikian?
Ketika test of the water dilakukan untuk menerapkan kebijakan tertentu yang terkait dengan umat Islam, memang tokoh ormas atau tokoh umat yang lebih dahulu bereaksi ketimbang politisi Islam. Ini karena memang merekalah yang merasa terkena dampaknya ketimbang para politisi. Merekalah yang sehari-hari dekat dengan masyarakat, sehingga mengetahui dampak negatif yang akan ditanggung masyarakat atau umat.
Mestinya politisi Islam paham demikian ini, merekalah yang seharusnya bereaksi terlebih dahulu ketimbang tokoh ormas ataupun tokoh umat. Terlebih umumnya kebijakan-kebijakan yang dilontarkan sebetulnya lebih dekat dengan isu-isu politik. Mereka kan dapat langsung memanggil pemerintah untuk menjelaskan tentang kebijakan tersebut, sehingga akan bisa langsung memotong atau menghentikan penerapan kebijakan tersebut jika betul-betul akan merugikan umat.

Untuk yang terkait dengan parpol Islam ini, nampaknya juga tidak ada kepedulian dengan amanat umat terbukti dalam pemilihan pimpinan KPK, dari 5 pimpinan KPK yang terpilih mayoritas merupakan non Islam?
Ini memang bentuk ketidakpedulian partai Islam terhadap aspirasi umat. Tentu ada kepentingan dibalik itu semua, entah itu kepentingan pribadi anggota dewan yang ada di komisi III ataupun kepentingan partainya. Hal ini mengingat bahwa ada dua pucuk pimpinan partai Islam yang terjerat oleh KPK.
Meski sebetulnya masyarakat tahu, dari yang tidak terpilih menjadi anggota KPK tersebut ada yang mempunyai nilai lebih jika dibanding yang lain. Baik dari segi pengalaman maupun dari segi integritas, ini seperti terlihat pada Dr Busro Muqoddas dan Johan Budi. Tetapi sayang keduanya mendapatkan nilai kecil dari komisi III.
Tetapi mungkin karena pengalaman masa lalu terhadap keduanya yang banyak menjerat politisi dalam tindak korupsi, baik di DPR maupun DPRD dan politisi yang menjadi kepala daerah. Bahkan ada yang dipucuk pimpinan partai yang dijadikan tertuduh, mungkin mereka trauma dan tidak mempedulikan aspirasi rakyat pemilih dalam memilih pimpinan KPK.,

Jika tes-tes ini selalu dilakukan oleh rezim ini, boleh jadi energi umat akan terkuras menghadapi tes-tes ini. Akibatnya, sebagian kebijakan yang merugikan umat Islam akan lahir atau bahkan umat Islam tidak mampu melakukan agendanya sendiri karena kehabisan energi. Bagaimana membangun energi umat sehingga tetap mampu melaksanakan agendanya sendiri di samping mampu memfilter kebijakan-kebijakan yang merugikan umat?
Alhamdulillah umat Islam sekarang ini terlihat lebih cerdas ketimbang sebelumnya dalam menanggapi isu-isu yang terkait dengan umat Islam. Ini bisa kita lihat dari bagaimana cara menanggapi isu-isu teroris yang sudah menjadi proyek bagi instansi tertentu dalam pemerintahan.
Ini dibuktikan dengan tanggapan terhadap isu terorisme yang semakin pas oleh tokoh Islam. Bahkan terkadang cuek dengan isu-isu tersebut, karena mereka tahu ini hanya merupakan pancingan. Kadang malah isu tersebut hanya merupakan pengalihan isu besar yang terjadi pada waktu itu.
Jika ini terus bisa dilakukan oleh umat Islam, maka energi membangun umat akan dapat tersalurkan dengan baik. Meskipun demikian, tetap harus waspada terhadap isu-isu tertentu yang dapat merugikan umat.

Apakah kebijakan ini memang betul-betul kebijakan Jokowi atau memang ada kepentingan kelompok lain di balik Jokowi?
Saya yakin itu bukan kebijakan Jokowi. Dua kali saya langsung membicarakan hal yang demikian dengan Jokowi, pertama ketika bertemu sebelum Idul Fitri lalu dan kedua saat diselenggarakan KTT di Paris beberapa waktu lalu. Sikap Jokowi tentang hal ini, ia tunjukkan langsung ketika ada kasus polisi versus KPK beberapa waktu yang lalu. Ia menghimbau keduanya agar bisa kerjasama dan tidak membuat kegaduhan.

Benarkah dalam hal ini  Umat Islam Indonesia jadi sasaran perang proxy?
TKP (tempat kejadian perkara) perang proxy saat ini adalah Timur Tengah. Sebagaimana Malaysia, Indonesia hanya terkena dampak dari perang proxy yang terjadi di Timur Tengah tersebut. Namun demikian, umat Islam tetap harus waspada terhadap isu-isu yang terlontar dari dampak perang proxy tersebut.
Karena perang proxy selalu berpindah lokasinya. Afghanistan pernah dijadikan ajang perang proxy. Kemudian perang proxy pindah ke Irak, selanjutnya terjadi Arab Sprink yang melanda beberapa negara di Afrika Utara dan Timur Tengah. Dan saat ini terpusat di Timur Tengah, khususnya Syiria dan Irak.
Baik yang terjadi di Afghanistan hingga Syiria saat ini mempunyai dampak di Indonesia. Kejadian-kejadian tersebut melahirkan isu-isu tentang Al Khaeda dan ISIS. Gerakan-gerakan itu juga berdampak di Indonesia.

Mengapa “islamophobia” juga menjalar dan membesar di Indonesia yang Islam jadi  mayoritas?
 Sebetulnya islamophobia yang terjadi di Indonesia, sangatlah kecil dibanding umat Islam yang ada di Indonesia. Hanya saja yang menjadikan islamophobia kelihatan besar adalah media sosial. Namun jika tidak hati-hati, yang kecil bisa mengadu domba yang besar.

Saya jadi ingat suatu syair shalawat :
 ”Allahumma shalli ’ala sayyidina Muhammad,
wa asyghilizh zhaalimien bizh zhaalimien (2X)
wa akhrijnaa min bainihim saalimien,
wa’ala aalihi washahbihi ajma’ien”

Semoga rahmat dan berkah Allah dicurahkan kepada Nabi Muhammad saw
Ya Allah, adu dombalah orang-orang dzalim dengan sesama orang dzalim (2X)
Dan keluarkanlah kami dari mereka dalam keadaan selamat.
Semoga rahmat dan berkah Allah dicurahkan kepada keluarga dan para pengikut setia Rasullah saw.” Aamiin.

Syair itu kan minta agar Allah mengadu domba orang-orang dzalim, tetapi yang terjadi malah kebalikan. Kitalah, umat Islam, yang sering diadu domba oleh orang dzalim.• (eff).

Exit mobile version