STIKES Aisyiyah Yogyakarta (SAY) baru-baru saja menyabet juara I Nasional dalam sebuah ajang Olimpiade Fisioterapi yang dihelat di Kampus SAY. Ketiga mahasiswi yang mewakili Tim SAY yaitu Endah Noor Cahyo Wulan, Asiyah Dwiyaningsih, dan Nurul Muharrika berhasil mengungguli mahasiswa fisioterapi yang berasal dari berbagai jenjang studi di 11 perguruan tinggi se-Indonesia yang dibagi ke dalam 24 tim. Dalam ajang Olimpiade Fisioterapi yang mengusung tema Pediatri ini secara spesifik mengadu kompetensi skill mahasiswa fisioterapi dalam menangani kasus Cerebral Palsy (CP) dan Delayed Development berdasarkan International Classification of Function (ICF).
Salah satu anggota tim SAY yang berhasil menyabet peringkat pertama dalam kompetisi ini yaitu Endah, mengatakan bahwa dengan diberikan kesempatan untuk mengikuti ajang ini, memberikan banyak sekali pelajaran untuknya dan juga anggota timnya Asiyah dan Rika. Pasalnya, tidak seluruh pengetahuan serta skill fisioterapi yang diujikan di dalam ajang ini pernah dipelajarinya di semester sebelumnya. Namun, ada banyak teori serta praktik-praktik yang pada akhirnya harus dipelajarinya beserta kedua anggota timnya dalam waktu yang sangat singkat. “Karena kami berasal dari mahasiswa dengan jenjang studi S1, kami sempat minder melihat beberapa peserta dari kampus lain yang berasal dari jenjang D3 dan D4 yang pastinya sudah di-supply banyak pengalaman praktik dalam menangani pasien secara langsung, berbeda dengan kami yang masih berada di ranah teori. Tapi teori juga sangat penting menurut kami karena sangat menunjang ketika nanti akhirnya kami harus terjun menangani pasien secara langsung,” ungkap mahasiswa yang masih duduk di semester 5 ini saat ditemui di SAY.
Prosesi penyisihan internal sendiri sudah berlangsung dari bulan Oktober, hingga akhirnya lolos lah 9 mahasiswa SAY yang dibagi menjadi 3 tim untuk selanjutnya dibimbing secara intensif sebelum bertanding di Olimpiade. Dalam proses bimbingan yang cukup singkat ini, Rika memaparkan bahwa faktor yang membuat mereka sangat termotivasi dalam menghadapi ajang ini adalah para dosen pembimbing serta panitia dari Himpunan Mahasiswa Fisioterapi (HIMAFI) SAY yang selalu mendampingi saat bimbingan. Endah juga memaparkan, bahwa salah satu tantangan ketika mempelajari tentang Fisioterapi Pediatri ini sendiri adalah karena pasien yang mereka tangani adalah anak-anak. Maka, dibutuhkan kesabaran lebih dan kehati-hatian dalam penanganannya. “Dalam Olimpiade ini diujikan segala pengetahuan mengenai dunia anak-anak khususnya dalam hal fisioterapi dan kasus cerebral palsy,” papar Endah.
Hingga kini, fisioterapi memegang peran penting sebagai treatment untuk mengoptimalkan kemampuan anak pengidap CP ini agar mampu mandiri ketika akhirnya tumbuh dewasa, serta mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.
Ditanya mengenai kasus Cerebral Palsy sendiri, Asiyah menambahkan bahwa di Indonesia, kasus CP nampaknya belum mampu ditangani dengan baik, karena faktor minimnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit ini dan juga pemeriksaan medis yang belum komprehensif.
Harapan mereka, ke depannya dunia fisioterapi bisa lebih berkembang dan masyarakat mampu memiliki pemahaman yang lebih baik tentang fisioterapi sebagai kebutuhan dalam penanganan kesehatan. Di luar negeri, dunia fisioterapi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Selain itu mereka juga mengharapkan fisioterapi nantinya mampu mandiri dalam menjalankan tugasnya dalam melayani kebutuhan kesehatan. “Kami berharap nantinya masyarakat bisa fisioterapi bisa mandiri atau mampu melakukan assessment sendiri dan diagnosa sendiri, bukan berdasarkan rujukan dari rehabilitasi medic,” tandas Rika.• (thari)