Oleh: Haedar Nashir
Muhammadiyah pascamuktamar ke-47 memiliki agenda strategis berupa visi dinamisasi dan kemandirian gerakan, baik dalam mewujudkan progam-program dakwah secara umum maupun pengembangan amal usahanya. Mendinamisasikan dan memandirikan Muhammadiyah mengandung arti dan fungsi agar seluruh gerak Persyarikatan diharapkan makin maju secara lebih cepat dan berdikari sebagai organisasi dakwah Islam. Muhammadiyah dituntut untuk bergerak di semua lini, sekaligus tangguh sebagai kekuatan Islam di hadapan pihak lain, sehingga menjadi organisasi Islam yang kuat di banyak aspek gerakannya.
Ibarat tubuh seseorang, Muhammadiyah harus kuat fisik-jasmani dan ruhaninya plus peran-perannya sehingga menjadi sosok yang tangguh. Jika fisik-jasmaninya kuat tetapi ruhaninya keropos maka seperti orang kaya atau sehat tubuh namun lumpuh otak dan hatinya. Sebaliknya manakala ruhaninya kuat tetapi jasmaninya ringkih, maka seperti orang yang sakit-sakitan, yang tentu saja tidak akan mampu menolong orang lain karena dirinya sendiri lemah. Muhammadiyah harus kuat tubuh, jiwa, pikiran, dan tindakannya sehingga tampil menjadi kekuatan yang berperan positif dalam membangun kehidupan bersama. Jika ingin banyak membantu dan berperan terhadap orang lain, perkuatlah diri sendiri.
Masih Kekurangan
Nabi bersabda, “yad al-’ulya khaira min yad al-shufla”, bahwa tangan di atas lebih utama ketimbang tangan menengadah. Muhammadiyah dan umat Islam yang lemah tidak akan memberikan apa-apa kepada bangsa dan masyarakat dunia. Hanya umat Islam dan Muhammadiyah yang kuat yang dapat menjadi uswah hasanah dan menjalankan misi rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di muka bumi ini. Apalah artinya sering menggembar-gemborkan Islam rahmatan lil-’alamin, Islam yang mendunia, Islam yang menusantara, Islam yang mengindonesia, dan segala atribut yang gagah lainnya jika umat dan organisasi-organisasi Islam di negeri ini masih terbatas dana, akses, kepercayaan, dan segala potensi diri.
Umat Islam dan sampai batas tertentu Muhammadiyah itu secara faktual masih belum kuat dalam sejumlah hal. Cobalah amati dan kumpulkan fakta nyata di lapangan, mayoritas warga umat Islam itu masih miskin atau lemah secara ekonomi. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, jika ada seratus pengusaha maka hanya sepuluh orang yang Muslim, sebaliknya manakala disebut seratus orang miskin maka sembilanpuluh orang umumnya beragama Islam. Akibatnya, umat dan organisasi-organisasi Islam tidak jarang sering meminta-minta, bahkan mudah tergantung pada dan terkooptasi oleh pihak lain. Karena serba terbatas maka sering rebutan posisi dan apapun dengan sesama kalangan sendiri. Daya tawar umat pun masih lemah di hadapan pihak lain.
Dalam politik memang kalangan Islam santri mulai merangkak ke sejumlah struktur di pemerintahan. Hal ini merupakan modal awal yang positif. Namun di kalangan umat Islam ini artikulasi politiknya masih sendiri-sendiri atau sektarian golongan, sehingga belum menjadi kekuatan yang mewakili suara umat Islam secara luas. Kelompok-kelompok Islam masih sulit menyatukan kekuatan politiknya, masih berjalan sendiri-sendiri. Sejumlah aktivis politiknya malah terjebak korupsi dan belum dapat dijadikan contoh berpolitik secara Islami. Kondisi politik seperti ini masih belum menjadi modal yang memadai jika dibandingkan dengan kekuatan politik yang lain, yang tergabung dengan partai-partai politik besar.
Kelemahan-kelemahan umat Islam maupun Muhammadiyah seperti itu, lebih-lebih secara ekonomi atau finansial, jika tidak diusahakan untuk dipecahkan maka sampai kapanpun kelompok mayoritas itu hanya besar secara jumlah tetapi tetap kecil atau lemah secara kualitas dan peran strategisnya. Tengoklah di lingkungan Muhammadiyah sendiri, kalau sudah ke Cabang dan Ranting masih banyak yang kesulitan mendanai aktivitas dakwahnya. Da’i atau mubaligh dan penggerak Muhammadiyah semakin ke daerah jauh dan terpencil kian kurang jumlah dan perannya, malah masih banyak yang belum terpenuhi. Dari Aceh hingga Papua, baik organisasi Islam umumnya maupun Muhammadiyah, masih kekurangan pelaku-pelaku dakwah yang mampu melayani kebutuhan umat. Dana pun masih menjadi kendala utama, sehingga harus meminta-minta kepada pihak lain.
Padahal mana mungkin Muhammadiyah maupun umat Islam bisa membantu pihak lain atau orang luar manakala di dalam kalangan sendiri masih banyak yang harus dibantu dan diberdayakan. Sesekali kita bangga dapat membantu pihak luar, tetapi sangat prihatin jika menengok ke dapur sendiri di daerah-daerah terjauh. Kita boleh bicara besar tentang peran ke luar, tetapi jika di dalam masih banyak kekurangan dan membutuhkan, sungguh menjadi wajib hukumnya untuk memberdayakan dan memenuhi kebutuhan sendiri. Bukanlah sikap egois manakala muncul keniscayaan memperkuat potensi ke dalam sambil melakukan peran ke luar secara selektif, sehingga terjadi keseimbangan. Allah SwT bahkan mengingatkan, quu anfusakum wa ahlikum naara, artinya selamatkanlah diri dan keluargamu dari siksa api neraka (Qs At-Tahrim: 6), sebelum menyelamatkan orang lain.
Menjadi Berkecukupan
Muhammadiyah jika ingin kuat memang harus mandiri. Muhammadiyah disebut mandiri jika dirinya berkecukupan, baik secara ruhani maupun jasmani. Berkecukupan secara ruhani ialah memiliki kekuatan moral dan integritas diri yang kokoh sehingga dipercaya pihak lain, yang menjadikan dirinya terhormat dan bermartabat. Orang tidak akan menghargai, mempercayai, dan kemudian mau bekerjasama dengan Muhammadiyah manakala gerakan Islam ini melalui para pelakunya banyak bicara minus konsistensi diri, kata tak sejalan perbuatan, tidak amanah, tidak jujur, tidak cerdas, dan tidak memiliki komitmen. Sebaliknya pihak mana pun akan percaya, hormat, dan mau kerjasama dengan Muhammadiyah jika gerakan Islam ini benar-benar memiliki kredibilitas moral-spiritual yang tinggi.
Kekuatan ruhani Muhammadiyah yang terpercaya sangat penting dan mahal yang harus terus dijaga, ditumbuhsuburkan, dan dioptimalkan sehingga menjadi kelebihan atau keutamaan gerakan Islam ini di hadapan pihak lain. Muhammadiyah selama ini dihormati pihak lain karena memiliki memiliki integritas diri yang tinggi dan teruji baik. Banyak kasus menunjukkan pihak luar tidak hormat dan tidak percaya, apalagi mau bekerjasama, manakala orang atau organisasinya tidak memiliki integritas moral, spiritual, dan ruhaniah yang jelas. Jika pihak lain mau kerjasama dengan Muhammadiyah karena nama besar dan integritas moral organisasi Islam ini yang terawat baik. Di belahan bumi mana pun integritas moral itu penting dan mahal.
Bagaimana dengan kecukupan secara fisik-materi? Muhammadiyah alhamdulillah makin tahun menunjukkan kemandiriannya karena memiliki amal usaha yang membuat dirinya relatif mampu memenuhi kebutuhan pokok yang diperlukan. Muktamar setiap periode mampu diselenggarakan dengan dana sendiri, meskipun tidak menutup diri dari bantuan pihak lain yang halal dan tidak mengikat. Secara umum kemandirian secara dana itu mampu menjadikan Muhammadiyah relatif memiliki posisi “tangan di atas” dan tidak “tangan di bawah”. Secara umum untuk memenuhi kebutuhan rutin dan pembangunan internal relatif memadai.
Namun kemandirian dana Muhammadiyah tersebut terus terang masih belum mencukupi dan belum berlebih jika dikaitkan dengan semakin banyaknya kegiatan dakwah dan gerakan yang memerlukan dana lebih besar dan luas. Menurut pengamat dari Korea Selatan, terutama manakala ukurannya di tingkat Cabang dan Ranting, Muhammadiyah itu belumlah termasuk organisasi yang kaya secara finansial. Apalagi jika dikaitkan dengan perusahaan-perusahaan besar di negeri tercinta ini. Banyak kegiatan-kegiatan di berbagai tingkatan yang belum terlaksana karena masih kekurangan dana, semakin ke daerah yang minus tentu semakin berkekurangan. Dengan tetap bersyukur atas apa yang dimiliki selama ini, sesungguhnya Muhammadiyah secara finansial masih belum berkecukupan.
Karenanya penting untuk menggerakkan seluruh unit organisasi agar Muhammadiyah sukses dalam kegiatan amal usaha dan pengembangan ekonomi atau bisnis agar berkecukupan secara finansial. Muhammadiyah perlu memobilisasi seluruh potensi dan mengembangkan kapasitas dirinya dalam menggali sumber-sumber dana yang besar, halal, dan baik. Amal usaha yang besar dan menengah perlu mengembangkan uni-unit bisnisnya secara optimal. Usaha-usaha bisnis yang selama ini telah dirintis langsung oleh Persyarikatan harus terus dipacu dan dikembangkan secara serius dan meluas disertai kemampuan bersinergi yang kuat. Namun sebagai catatan, dalam mengembangkan bisnis dan mengusahakan dana besar tidak perlu main spekulasi, salah kaprah, dan serba ingin gampang yang akhirnya merugikan diri sendiri seperti pengalaman pahit di masa lalu.
Dalam menjadikan Muhammadiyah berkecukupan wajib bekerja keras, profesional, dan memiliki integritas amanah yang tinggi. Jangan ingin instan atau sekali jadi seperti main sulap simsalabim. Dalam peribahasa, tidak ada kambing jantan langsung bertanduk, semuanya memerlukan proses bertahap. Perkuatlah diri sendiri agar bermanfaat bagi orang lain. Sebelum banyak membantu orang lain, bantulah diri sendiri agar menjadi kuat secara finansial di samping moral, sehingga dapat berbagi rizki dengan sesama tanpa kekurangan sesuatu apapun. Mana mungkin mampu memberdayakan sesama jika diri belum berdaya. Di sinilah pentingnya memobilisasi potensi Muhammadiyah, lebih khusus di bidang amal usaha dan ekonomi agar sukses menjadi pelaku dakwah yang mencerahkan untuk memajukan umat dan bangsa. Jika semua kekuatan bersatu dan memobilisasi seluruh potensi, Muhammadiyah sungguh memiliki peluang yang relatif besar untuk menjadi gerakan Islam yang berkecukupan!•
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 18 Tahun 2015