Melihat Visi Muhammadiyah 2020, tidak ada pilihan lain bagi Muhammadiyah kecuali harus maju dan unggul. Karena memang hanya Muhammadiyah yang berkemajuan yang bisa mendorong Indonesia yang berkemajuan. Hanya Muhammadiyah yang berkeunggulan yang bisa mendorong umat Islam berkeunggulan. Hanya Muhammadiyah yang demokratis yang bisa membangun Indonesia yang demokratis. Mana mungkin kekuatan yang tidak demokratis, tidak bermajuan, dan tidak berkualitas bisa mendorong demokrasi, kemajuan, dan kualitas? Makanya, Muhammadiyah harus berkualitas, berkeunggulan, dan berkemajuan.
Walau begitu, kemajuan itu bukan untuk Muhammadiyah sendiri, melainkan kemajuan untuk umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan universal. Maka dari itu sebagai organisasi nonpolitik dan sekaligus gerakan kultural, Muhammadiyah harus terus bergerak dalam lingkungan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan universal.
Muhammadiyah tidak hanya berbicara tentang Islam berkemajuan. Bahkan sebenarnya, Muktamar Muhammadiyah jauh lebih banyak berbicara tentang Indonesia yang berkemajuan daripada Islam yang berkemajuan. Maka tidak tepat alias misleading kalau orang men-juxtapotition-kannya dengan Islam Nusantara. Tema Muktamar ke-47 Muhammadiyah adalah ”Gerakan Pencerahan untuk Indonesia Berkemajuan”! Tidak ada kata Islam berkemajuan, tetapi ”Indonesia berkemajuan”. Walhasil, Muhammadiyah itu nasionalis dan patriotis sekali! Muhammadiyah itu sangat mencintai bangsa dan negara ini.
Dalam konteks nasionalisme dan patriotisme inilah Muhammadiyah menyatakan sedih, prihatin, dan geram: mengapa setelah 70 tahun merdeka Indonesia masih mengalami kejumudan (stagnasi), penyimpangan (deviasi), dan peluruhan (distorsi) dalam berbagai bidang kehidupan kebangsaan. Apalagi jika ditimbang dari semangat, pemikiran, dan cita-cita nasional yang diletakkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Ada berbagai paradoks dan pengingkaran atas nilai-nilai keutamaan yang selama ini diakui sebagai nilai-nilai luhur bangsa. Singkatnya, Indonesia tertinggal dalam banyak hal.
Padahal, Muhammadiyah yakin: sesungguhnya Indonesia punya semua modal untuk berkembang menjadi negara berkemajuan. Indonesia juga punya modal sejarah, fondasi ideologi dan konstitusi yang kuat, dan mayoritas muslim yang berkemajuan.
Muhammadiyah sungguh-sungguh percaya bahwa Islam merupakan agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan. Islam adalah agama kemajuan (dinu ‘l-hadharah) yang diturunkan untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan dan membawa rahmat bagi semesta alam. Pendiri Muhammadiyah sejak awal pergerakannya senantiasa berorientasi pada sikap dan gagasan yang berkemajuan. Demikian juga tokoh-tokoh Muhammadiyah sekarang ini.
Muhammadiyah sebagai kekuatan nasional sejak awal berdirinya telah berjuang dalam pergerakan kemerdekaan melalui para tokohnya: Dahlan, Mas Mansyur, Bagus Hadikusumo, Jenderal Sudirman, maupun Djuanda. Kiprah tersebut melekat dengan nilai dan pandangan Islam yang berkemajuan. Muhammadiyah dengan pandangannya mengenai Islam sebagai agama kemajuan, senantiasa berusaha untuk mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Oleh karena itu Muhammadiyah dan umat Islam merupakan bagian integral dari bangsa ini. Tidak ada bukti yang lebih kuat daripada peran historis mereka di dalam membangun Indonesia sejak periode pergerakan kebangkitan nasional hingga masa kemerdekaan.
Bagaimana Muhammadiyah ke depan? Muhammadiyah akan terus memajukan diri dan bangsanya. Muhammadiyah harus menjadi organisasi dan gerakan yang maju, moderen, profesional dalam bidangnya, transformatif, dan bekerja untuk umat dan bangsa! Mengenai poin yang tersebut terkahir ini Muhammadiyah punya modal ideologi yang sangat hebat: yaitu ideologi amal shalih dan ideologi keikhlasan. Orang Muhammadiyah diajarkan untuk sedikit bicara dan banyak kerja. Dan kerjanya pun kerja yang tanpa mengharapkan imbalan, bahkan sekadar ucapan terima kasih sekalipun. Semuanya ikhlas lillahi ta’ala.
Sebagai gerakan masyarakat Muhammadiyah selalu bergerak di tiga lingkungan strategis umat, bangsa, dan kemanusiaan universal yang sarat dengan dinamika, masalah, dan tantangan aktual yang sangat kompleks itu. Muhammadiyah senantiasa melakukan ikhtiar untuk mencermati, mengantisipasi, dan memberikan solusi strategis atas isu-isu aktual yang kompleks dan complicated tersebut dalam bingkai Islam berkemajuan menuju pencerahan peradaban.
Muhammadiyah melihat salah satu masalah bangsa yang sangat serius sampai hari ini adalah rendahnya budaya keilmuan. Hal ini ditandai oleh masih rendahnya budaya baca, kegemaran mencari ilmu, produktivitas karya ilmiah, dan kreativitas teknologi. Karena lemahnya budaya ilmu, bangsa Indonesia belum mampu mengelola kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah ruah itu. Bangsa Indonesia oleh karena keterbatasan ilmu juga belum mampu mengeksplorasi kekayaan alam semaksimal mungkin dengan memperhatikan ekses-ekses negatif dan destruktifnya secara keilmuan, membangun keadaban publik, melahirkan produk budaya yang unggul, dan menggunakan teknologi secara produktif.
Kelemahan dalam budaya keilmuan juga menyebabkan sebagian warga bangsa sering bertindak tidak rasional, primordial yang sempit, dan beragam perilaku klenik atau mistis yang mematikan akal sehat.
Tak heran jika dalam kehidupan dan praktik politik yang sejatinya sangat rasional itupun masih marak dengan perdukunan dan kepercayaan pada wangsit gaib yang sangat mistik serta beraroma mesianistik. Tak heran juga jika praktik-praktik politik masih sarat dengan sikap-sikap primordialistik yang sangat parokialistik dan komunalistik.
Bangsa Indonesia perlu membangun keunggulan dengan mengembangkan masyarakat ilmu melalui budaya baca, menulis, berpikir rasional, bertindak strategis, bekerja efisien, dan menggunakan teknologi untuk hal positif dan produktif. Bukan sekadar menjadi sarjana, melainkan berjiwa sarjana (schoolar) yang selalu mengembangkan sikap-sikap keilmuan.
Kelemahan budaya keilmuan ini pula yang melahirkan reaksi-reaksi yang instan, tidak jernih dan emosional terhadap suatu informasi yang belum jelas keakuratan dan kebenarannya karena tanpa ilmu. Juga seringnya terjadi sikap-sikap reaktif yang tergesa-gesa, intoleran dan sektarianistik yang menyesatkan, yang tidak berlandaskan budaya ilmu. Benarlah kata sebuah syair Arab ”Barang siapa tidak mau merasakan lelahnya mencari ilmu untuk beberapa waktu, maka rasakanlah gelapnya kebodohan sepanjang hidupnya.”
Dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan seni hidup menjadi halus, dan dengan agama hidup menjadi bermakna. Sebaliknya tanpa ilmu hidup menjadi susah, tanpa seni hidup menjadi kasar, dan tanpa agama hidup menjadi tidak bermakna. Kelemahan di bidang ilmu lah yang menyebabkan bangsa ini selalu dalam kesulitan, kesusahan, dan ketertinggalan sehingga tidak kunjung bisa maju mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain.
Dalam konteks dan perspektif itu bangsa Indonesia perlu membangun keunggulan dengan mengembangkan masyarakat ilmiah melalui budaya baca, menulis, berpikir rasional, bertindak strategis, bekerja efisien, dan menggunakan teknologi untuk hal positif dan produktif.
Maka Islam haruslah menjadi agama yang menggerakkan kemajuan sekaligus memajukan peradaban bangsa dengan membangun masyarakat ilmu. Membangun bangsa memang hanya bisa dilakukan dengan ilmu. Bukan dengan magi dan mitos.
Muhammadiyah percaya bahwa bangsa dan negara ini dapat menyelesaikan masalah-masalah berat yang dihadapinya. Optimisme ini terbangun karena bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki modal untuk maju. Tetapi ini mensyaratkan perjuangan yang sungguh-sungguh dari semua pihak: pemerintah, warga negara, dan seluruh komponen bangsa, disertai tekad, kebersamaan, dan pengerahan potensi nasional secara optimal. Ini semua memerlukan rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna yang sejalan dengan jiwa dan cita-cita nasional sebagaimana digariskan oleh para pendiri bangsa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Karenanya sebagai bentuk komitmen moral dan tanggungjawab kesejarahan yang melekat dalam jiwa pergerakan, serta didorong oleh kehendak untuk mewujudkan cita-cita nasional, Muhammadiyah merumuskan pandangan atau pemikiran dasar mengenai Indonesia Berkemajuan, yang mungkin dicapai melalui rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna dalam buku yang diberi judul Indonesia Berkemajuan: Rekonstruksi Kehidupan Kebangsaan yang Bermakna (2014).
Semua visi Muhammadiyah tersebut akan dapat diwujudkan jika Muhammadiyah juga berhasil mentransformasikan dirinya menjadi gerakan ekonomi. Maka pada periode ini Muhammadiyah harus sungguh-sungguh menggarap bidang ekonomi. Bidang ekonomi tidak boleh hanya dijadikan sebagai program cangkingan, melainkan harus sungguh-sungguh. Tanpa kemandirian ekonomi susah untuk maju.•
————————-
Tulisan ini diolah oleh Redaksi Suara Muhammadiyah berdasarkan hasil wawancara.