MAKASSAR — Sudah saatnya bangsa Indonesia mencontoh mekanisme pemilihan pemimpin di Muhammadiyah. Pasca muktamar, tiga bulan selanjutnya, seluruh pimpinan wilayah harus melaksanakan musyawarah wilayah. Tiga bulan selanjutnya, seluruh pimpinan daerah harus melaksanakan musyawarah daerah, disusul musyawarah cabang dan ranting. Begitu ungkapan Dahlan Rais, Wakil Ketua PP Muhammadiyah dalam acara Pelantikan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan, di Auditorium Al-Amin Unismuh Makassar, Sabtu, 30 Januari 2016 lalu.
Seluruh musyawarah pemilihan pemimpin terlaksana dengan guyub, tertib, dan demokratis. Lebih lanjut, Dahlan mengungkapkan, sebelum musyawarah, seluruh wilayah dan daerah diminta untuk mencalonkan pimpinan. Jadi, seluruh calon pemimpin dicalonkan, bukan mencalonkan diri. “Karena kekuasaan itu harus dibatasi, kita ini beda dengan Rasulullah yang makzum, makanya Beliau memimpin sepanjang hayatnya”, papar Dahlan.
Pelantikan ini mengukuhkan kepemimpinan Prof. Ambo Asse dan 12 pimpinan lainnya yang terpilih pada Musyawarah Wilayah Ke-39 di Palopo, Desember lalu. Dalam sambutannya, Ambo Asse menekankan sinergitas antar pimpinan, amal usaha, dan organisasi otonom. Visi kepemimpinan PWM periode 2015-2020 ini mengusung “Gerakan Pencerahahan untuk Pembangunan Sulawesi Selatan menuju Indonesia Berkemajuan.”
Lebih lanjut, Ambo Asse mengungkapkan, pihaknya akan mengusahakan kerjasama yang baik antara pimpinan wilayah dan pimpinan daerah Muhammadiyah dengan pemerintah daerah se-Sulsel dalam pembinaan masyarakat dan pembangunan daerah. “Kami akan meminta rancangan pembangunan setiap daerah agar Muhammadiyah bisa mengkajinya. Ini karena kita punya dua lembaga yang memungkinkan hal itu, yaitu Lembaga Hukum dan HAM serta Lembaga Hikmah,” tukas Guru Besar UIN Alauddin ini.
Sementara itu, Alwi Uddin, Ketua PWM Sulsel demisioner, mengungkapkan kepemimpinan periode ini adalah kado akhir tahun dan akhir periode untuknya. Kepemimpinan ini sudah sesuai dengan porsi dan fungsinya masing-masing. Setiap pimpinan memiliki latar belakang akademik, profesi, dan karakter yang berbeda-beda. Untuk itu, sinergitaslah yang paling dibutuhkan. (Muh. Basri Lampe-Ed. Nisa)