Islamophobia di Eropa

Islamophobia di Eropa

Ada beberapa hal mengapa ada warga Eropa yang masih takut terhadap Islam. Yang pertama adanya riset di USA yang memprediksi bahwa di Eropa pada tahun 2050 Kristen akan tetap agama terbesar, tetapi Islam akan tumbuh sangat cepat, sehingga persentasi umat Islam akan mencapai 30% sedangkan Kristen 31%. Umat kristen tetap mayoritas, tetapi secara kuantitatif mengalami penurunan. Tahun 2050 diperkirakan ada sekitar 70 juta umat Islam di Eropa.

Kedua, adanya hipotesis Samuel P. Huntington tentang clash of civilation, yaitu budaya dan agama akan menjadi sumber konflik di masa datang. Dinatara budaya yang saling berbneturan ini adalah antara Islam dan Barat. Selain itu, ada beberapa tulisan yang menyatakan bahwa syariat Islam menghalangi kebebasan dan demokrasi. Bahkan tidak sedikit warga Eropa yang berpendapat bahwa kerjasama dengan dunia Islam akan membahayakan dunia Barat.

Peristiwa Arab Spring seolah-olah menjustifikasi alasan-alasan tersebut. Terjadinya revolusi yang menyulut perang saudara mengakibatkan gelombang pengungsi besar-besaran dari Timur Tengah dan Africa Utara ke negara-negara Eropa, seperti Jerman, Perancis, dan Inggris.  Gelombang pengungsi ini seolah-olah akan berkontribusi dalam pertumbuhan Islam yang pesat di Eropa.

Perilaku negative sebagian kecil pengungsi atau migran, seperti tidak taat peraturan, tidak menjaga kebersihan, tidak menghormati wanita dan lain-lain seolah-olah mewakili budaya Islam. Perilaku negative inilah yang dikhawatirkan akan merusak budaya Barat.

Akibatnya, muncullah gerakan-gerakan anti Islam seperti di Denmark (Koran pelecehan Nabi Muhammad tahun 2005), dimunculkan di Italia; Belanda (Film Fitna, 2012); USA (Innocent of Moslem, 2015); dan beberapa Negara lain.Sikap anti-Islam ini dijawab dengan serangan terror seperti di Charlie Hebdo di awal 2015, Paris Attack, dan lainnya. Akibatnya kelompok anti-Islam seakan memperoleh dukungan untuk memusuhi Islam. Hal ini tercermin dari  larangan jilbab di sekolah di Inggris (27 Januari 2016) karena dianggap menghalangi berinteraksi.

Bagaimana sikap kita sebagai umat Islam yang tinggal cukup lama di Eropa sehubungan dengan tindakan terror? Pertama, perlu dijelaskan bahwa kasus terorisme sejak 2005 di London, Stockholm, Gedung Uni Eropa, Charlie Hebdo, dan Paris, yang tertuduh adakah orang Islam, namun tidak serta merta menyalahkan seluruh umat Islam dan ajaran Islam. ISIS atau Al-Qaidah bukan murni gerakan agama, tapi berlatar politik.

Yang kedua, sebagian orang dari negara Islam, dalam perilaku sehari-hari sering melanggar aturan (missal: melanggar lampu merah, tidak menjaga kebersihan). Di Eropa kriminalitas rendah, sedangkan kita datang dari negara-negara berkembang yang tingkat kriminilitasnya cukup tinggi. Ini kegagalan kita sebagai umat Islam dalam berperilaku sehari-hari. Perilaku kita pribadi dipandang orang mencerminkan perilaku setiap warga negara/agamanya. Perilaku-perilaku umat Islam terkadang jauh dari identitas Islam yang sangat menjunjung tinggi kebersihan dan taat aturan. (e)

———————————-

Ridlo Hamdi, Ketua PCIM Jerman Raya

Exit mobile version