Isu Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) memanaskan masyarakat. Pemerintah memberikan perhatian serius dengan memulangkan pengikut Gafatar dari tanah eksodan di Mempawah Kalimantan Barat ke daerah asal mereka.
Gafatar menjadi isu menarik bukan saja dikaitkan dengan NII, Qiyadah Islamiyah, Millah Abraham, maupun Ahmad Musaddeq si nabi palsu dari Depok. Namun, menjadi lebih menarik karena kemunculan dan kegiatannya yang dapat ditafsirkan dalam banyak makna.
Dari bungkusnya, Gafatar seolah mengemban misi “mulia” di tengah suasana ketidakadilan global dengan kapitalisme dan neoliberalismenya. Gafatar mengusung misi kemanusiaan dengan mengajak membangun sebuah komunitas atau desa yang mampu bertahan tanpa campurtangan pihak lain.
Semua kebutuhan kapasitas sumber daya manusia disediakan untuk mencapai misi tersebut. Gafatar dianggap sebagai “mesias” atau “ratu adil” yang jauh dari isu agama. Padahal, selama ini, mesias selalu dikaitkan dengan agama.
Namun, di sisi lain, Gafatar banyak dilekatkan dengan aliran-aliran yang disemai dari “ajaran” Mesias palsu Ahmad Musaddeq. Meskipun Gafatar keras berkilah, publik memiliki dugaaan kuat atas keterkaitan itu. Apalagi setelah banyak keluarga yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya karena ikut Gafatar.
Publik meyakini ada yang disembunyikan Gafatar. Bukti menunjukkan orang-orang yang tercuci otaknya sehingga meninggalkan keluarga, sehingga bersedia eksodus bersama. POLRI malah menemukan bukti mereka telah merencanakan tindakan makar dari NKRI.
Beragam penafsiran dan cara pandang di atas tentu saja tidak dapat disalahkan. Namun, yang menjadi poin dalam isu Gafatar adalah bahwa Gafatar telah hadir sebagai gerakan yang tampak “misterius” dan meresahkan masyarakat. Dari luar seolah “normal” tetapi mengajarkan doktrin menyimpang. Pihak Gafatar sendiri mengklaim diri bukan gerakan agama. Isu utamanya “reinterpretasi” dan “reaktualisasi” Pancasila, terkesan berwajah “nasionalis”.
Kehadiran Gafatar, dengan gerakan sosial-ekonominya yang demikian masif dan militan, merupakan fenomena baru yang patut dikhawatirkan. Sebanding dengan kekhawatiran pemerintah dan masyarakat terhadap isu radikalisme yang selama ini selalu disematkan kepada kelompok Islam.
Gerakan Gafatar di mata publik dan pemerintah, yang tidak berbendera agama namun malah berjualan nasionalisme dan semangat ber-Pancasila itu, dipandang merupakan gerakan yang membahayakan masyarakat. Perlu diusut tuntas, seperti apa sesungguhnya Gafatar itu!• [buAs]