SAY Bekali Mahasiswanya tentang Health Technology Assessment (HTA)

SAY Bekali Mahasiswanya tentang Health Technology Assessment (HTA)

Perkembangan teknologi dan kebutuhan penanganan kesehatan yang semakin meningkat perlu ditanggapi dengan kemampuan tenaga kesehatan yang mumpuni. Keberadaan teknologi uji kesehatan atau yang disebut dengan Health Technology Assessment (HTA) tidak hanya berupa peralatan canggih yang digunakan dalam menangani pasien, namun di masa depan juga mampu menjadi sebuah metode analisa hasil-hasil penelitian. Salah satunya adalah bagaimana penggunaan HTA mampu digunakan di lingkup ilmu kebidanan kebutuhan riset ataupun pengaplikasian hasil riset dalam peningkatan kualitas pelayanan kebidanan. STIKES Aisyiyah Yogyakarta (SAY) dengan visinya untuk menjadi STIKES terbaik ingin bekali mahasiswa Ilmu Kebidanan tentang penggunaan teknologi dalam praktek penanganan kesehatan secara tepat dan efektif.

Berangkat dari kebutuhan tesebut, Program Studi Magister (S2) Kebidanan STIKES Aisyiyah Yogyakarta (SAY) gelar Seminar Nasional “Health Technology Assessment (HTA) dalam Kebidanan” yang dibuka di Hall 4 STIKES Aisyiyah, Rabu (17/2). Acara yang berlangsung dari tanggal 17-18 Februari ini menghadirkan beberapa pakar dan praktisi di bidangnya, di antaranya adalah Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Yetti Leoni M Irawan, dan dr R Triono Soendoro, MSc, MPhil, PHd mantan Regional Advisor for Research, Policy, and Coorperation (RA-RPC) World Health Organization (WHO)-New Delhi, India, yang kini juga menjadi dosen tetap S2 di SAY.

Perkembangan teknologi yang terus berjalan menjadi solusi sekaligus tantangan tersendiri dalam dunia kebidanan. Bidan sebagai profesi yang mandiri, kebutuhan manajemen, munculnya kasus-kasus kehamilan resiko tinggi beserta kebutuhan pasien untuk mempercepat deteksi dini ini menjadi faktor yang kemudian menjadikan pemakaian teknologi dibutuhkan. Di samping hal tersebut,  Bidan sendiri memiliki peran strategis dan terdepan dalam pelayanan masyarakat. Khussnya bagi wanita dan para ibu dalam penanganan kehamilan dan persalinan. Namun, Yetti menerangkan bahwa disamping adanya beberapa kebutuhan di atas, yang mana merupakan perwujudan dari indiskriminasi Bidan dalam meningkatkan pelayanan dengan teknologi, hal ini pun menjadi tantangan bagi mereka. Para tenaga kesehatan khsusnya Bidan harus dipastikan memiliki pengetahuan serta kompetensi yang mumpuni dalam menggunakan HTA agar menghindari kesalahan diagnosa yang nantinya berakhir kepada implikasi medis, ekonomi, psikologis ataupun hukum.

“Bagaimanapun juga, Bidan sendiri adalah alat yang paling canggih jika diberikan pengetahuan dan baik dan mampu mengaplikasikannya secara kompeten. Jangan sampai hanya bergantung kepada teknologi namun mengabaikan keamanan,” tegas Yetti.

HTA selain menjadi penunjang dalam pelayanan kesehatan, juga dapat digunakan untuk membantu dalam riset-riset kebidanan. Hasil-hasil riset itu nantinya akan mampu diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan. dr Triono mamaparkan bahwa HTA dalam dunia kebidanan sendiri adalah sebuah pengujian teknologi untuk menentukan kebijakan serta menilai konsekuensi jangka panjang dan pendek dalam penggunaan teknologi dalam pelayanan kesehatan. Ada beberapa hal yang diutarakan dr. Triono mengapa dunia Kebidanan memerlukan HTA. Di antaranya adalah untuk mendapatkan promosi bahwa betapa pentingnya penelitian mutakhir ini untuk masyarakat. Kedua, menelaah apa yang telah dicapai dan dilakukan di masa lalu dengan data sekunder, dan mengapa kita harus mengembangkan agenda penelitian mutakhir berbasis HTA dalam profesi kebidanan di masa mendatang. Ketiga membawa pemahaman masalah yang dihadapi oleh profesi dan efek perubahan baik kaitannya dengan profesi Kebidanan ataupun mengenai HTA.

“Apalagi untuk mahasiswa S2 pengembangan penelitian ini adalah tugas kalian. Ada 5 institusi S2 Kebidanan di Indonesia, SAY sudah menjadi STIKES terbaik dan itu agenda besar bagi kita selanjutnya,” tandas dr Triono. (Thari)

 

Exit mobile version