JAKARTA – Kontribusi aksi kemanusiaan lembaga filantropi di Indonesia dinilai sudah bisa dirasakan dunia. Ini pun banyak digaungi oleh lembaga filantropi yang berbasiskan keagamaan.
“Sudah mulai terlihat,” kata pengamat lembaga filantropi dan kemanusiaan Hilman Latief dalam acara diskusi publik “Menuju Istanbul, Turki: World Humanitarian Summit” di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (18/2). Ia menuturkan, sebenarnya gerakan kemanusiaan ini sudah muncul sejak tahun 1920an.
Namun, menurut Ketua Badan Pengurus Harian Lembaga Zakat, Amil, Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah (Lazismu) ini, organisasi kemasyarakatan yang fokus pada aksi kemanusiaan sangat jelas terlihatnya pada tahun 1990an. “Ada berbagai aktor,” ujarnya memberitahukan.
Bahkan, Hilman menambahkan, aksi kemanusiaan yang dilakukan setiap lembaga pun beragam. Dan, kata dia, memang aksi kemanusiaan itu lebih banyak merespon pada penanggulangan bencana. Tak sedikit juga, dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini mengatakan, aksi kemanusiaan yang ada di Indonesia juga fokus pada pengentasan kemiskinan.
Institusi yang biasa disebut lembaga kemanusiaan yang ada di Indonesia juga, sambung Hilman, mampu mengirimkan bantuan-bantuannya ke luar negeri. Wajar, di setiap terjadinya bencana di Negara lain, lembaga-lembaga kemanusiaan yang berasal dari Indonesia selalu terlihat eksistensinya.
Dalam kesempatannya, Hilman mengharapkan, lembaga kemanusiaan ini memiliki kemampuan yang lebih dari segi logistik. Ia mendorong agar setiap lembaga tersebut memiliki pusat logistik bantuan yang siap segera disalurkan jika dibutuhkan dalam waktu singkat. Hal ini, menurutnya, akan menjadi lebih efektif. Logistik, kata dia, bisa berupa kebutuhan pokok, pakaian, obat-obatan, dan lainnya.
Diketahui, hingga kini, beragam lembaga kemanusiaan hadir di Indonesia beroperasi di tengah masyarakat. Sebut saja, Lazismu, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Baznas, Dompet Peduli Umat Daarut Tauhid, Lazisnu, Al Azhar, dan lainnya. (Ridlo Abdillah)