Fenomena LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) sudah lama terjadi, namun saat ini menjadi perbincangan hangat di awal tahun 2016. Dengan keterbukaan informasi yang semakin berkembang dan adanya banyak komunitas serta gerakan LGBT yang kemudian efeknya menjadi heboh.
Psikologi Dr. Khairuddin Bashori, berpendapat bahwa adanya fenomena yang sudah lama itu dan saat ini banyak kampanye serta pola-pola rekrutmen yang sedemikian rupa dari komunitas LGBT maka, dunia pendidikan harus lebih aware bahwa di rumah, sekolah, pesantren, dan dimana saja sangat mungkin menjadi sasaran.
“Melihat tantangan di dunia yang terbuka, ini menjadi sangat sulit untuk menangkal dalam pengertian melarang kampanye, kemudian alasannya nanti adalah kebebasan berpendapat, itu tantangannya,” jelas Khairuddin Bashori yang juga mantan Rektor UMY.
Lebih lanjut, Khoiruddin menjelaskan hal yang lebih penting adalah keluarga, komunitas pendidikan harus lebih aware dengan adanya situasi yang mengkhawatirkan menyangkut orientasi seksual anak. Karena orientasi seksual anak itu bisa disebabkan oleh macam-macam, tetapi sekarang perlu penguatan dalam hal pola asuh di rumah dan pendidikan. “Pola asuhnya harus betul misalnya figur ayah itu bisa memposisikan figur ayah yang harus dihormati, dan figur ibu itu juga harus bisa memposisikan betul perannya sebagai ibu yang dihormati. Sehingga, anak dapat berkembang dalam orientasi seksual yang normal,” tambahnya.
Di bidang pendidikan yakni di sekolah, pengaruh teman sebaya yang mempunyai orientasi menyimpang, kemudian temannya diberi orientasi seksual yang sejenis. Karena pengetahuannya yang terbatas dan pengetahuan agama juga yang terbatas, itu bisa menjadi awal itu menjadi awal orientasi seksual sejenis. Maka, pendidik seharusnya sudah harus aware kalau menemukan anak-anak yang mulai menunjukkan ekspresi kedekatan yang berlebihan, yang perlu mendapatkan perhatian kemudian diberi pengetahuan dan diharapkan tidak berkembang ke arah seksual menyimpang.
Selain itu, efek yang paling terasa bagi kaum LGBT adalah karena mereka berprilaku tidak seperti masyarakat pada umumnya, pasti mereka merasa tertekan. Kemudian akan ada efek dari sisi medis, karena orientasi seksual dengan sejenis itu prilaku seksual yang tidak sehat, itu akan beresiko untuk penyakit kelamin seperti HIV/Aids, dan lain-lain.
Khairuddin pun menambahkan saat ini dari sisi keluarga, sekolah, masyarakat, dan segala sektor itu agak susah. Nilai-nilai agama sebagai makna kognitif, yang betul-betul bisa dihayati sebagai pondasi penting. “Terkadang pendidikan agama kita masih terlalu kognitif meskipun mereka tau, tetapi masih menyimpang juga. Ini perlu penguatan pendidikan nilai-nilai itu,” tambah Khairuddin. (Nisa)