Muhammadiyah Dirugikan Aturan yang Simpang Siur

Muhammadiyah Dirugikan Aturan yang Simpang Siur

Keberadaan Muhammadiyah sebagai badan hukum Nasional sudah diakui sejak Republik ini belum lahir. Namun, di dearah banyak pemda yang belum tahu dan tidak mau tentang hal ini. Akibatnya, banyak lembaga Muhammadiyah yang tidak mendapat perlakuan yang semestinya.

Permasalahan ini mengemuka saat PP Muhammadiyah menerima kunjungan pejabat Kementerian Sekretariat Negara RI, 19 Pebruari kemarin di Yogyakarta.
Saat itu, rombongan dari Kantor Kemsekneg dipimpin oleh Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan, Prof Dr H Dadan Wildan dengan sejumlah staff dan asisten deputi.

Para tamu ini diterima oleh dua orang Ketua PP Muhamadiyah Prof Yunahar Ilyas dan Dr Agus Taufiq yang didampingi oleh beberapa ketua Majelis dan Lembaga PP Muhamadiyah serta Ketua PP Aisyiyah.

Menjawab permasalahan itu Prof Dr H Dadan Wildan berjanji akan segera mencari jalan keluarnya dengan mengumpulkan semua pemda dan kemeterian terkait agar semua kesimpangsiuran aturan yang cukup merugikan ormas nasional semisal Muhammadiyah ini bisa segera diatasi.

Dalam kunjungan tersebut, Prof Dadan Wildan juga banyak mengapresiasi kiprah Muhammadiyah yang telah berusia lebih dari satu abad.

Ketidakmautahuan orang-orang pemda pada status ormas yang berbadan Hukum Nasional ini juga dikemukakan oleh Ketua PP Aisyiyah, Dra Latifah Iskandar. Bahkan, di beberapa daerah banyak orang lembaga pendidikan Aisyiyah yang tepaksa ganti nama dan ganti pemilik demi mendapatkan perlakuan yang semestinya oleh pemda setempat. Hal seperti ini menurut Latifah Ikandar merupakan kejadian yang harus segera diakhiri.

Kurangnya pengetahuan aparat pemda pada tata-aturan pemerintahan seperti itu judga dikemukakan oleh sekretaris PDM Ngawi, H Suwarto Abbas ketika berkunjung ke Suara Muhammadiyah tanggal 20 Pebruari kemarin. Sampai saat ini, banyak sekolah dan lembaga Muhammadiyah lain yang tidak mendapatkan bantuan dari pemda, karena tidak ada yayasan yang menaunginya. Aparat pemda Ngawi seakan tidak tahu dan tidak mautahu kedudukan Muhammadiyah sebagai badan hukum yang sah yang diakui oleh pemerintah.

Pendapat Latifah ini juga diamini oleh Prof Dr H Yunahar Ilyas yang secara tegas menyatakan bahwa lembaga Muhammadiyah lebih baik tidak dibantu oleh pemda daripada harus membuat yayasan yang menaungi lembaga itu.

“Muhammadiyah itu hanya satu, yang diwakili oleh Pimpinan Pusat. Tidak ada Yayasan dalam Muhammadiyah”. tegas Prof Yunahar.
Menurut Prof Yunahar, kebijakan seperti itu dilakukan Muhammadiyah untuk menjamin keutuhan Muhammadiyah.

Selanjutnya Prof Yunahar Ilyas juga bercerita di hadapan para pejabat mensesneg itu, kalau di Muhammadiyah, semua aturan dibuat dengan cermat dan bersifat antispatif. Misalnya, aturan Muktamar sudah disahkan jauh sebelum pelaksanaan Muktamar, sehingga tidak akan ada pertentangan yang tidak berkesudahan saat hajat itu digelar. [k’ies]

Exit mobile version