Melalui muktamar ke-47 di Makassar bulan Agustus 2015 lalu, Muhammadiyah berkomitmen menjadikan ekonomi sebagai pilar ke-3 persyarikatan. Gerakan ekonomi ini menjadi salah satu prioritas Muhammadiyah ke depan.
Hal ini dilakukan karena persyarikatan sadar betul akan fungsi dan peran sektor ekonomi dalam rangka memajukan bangsa. Bukan berarti Muhammadiyah selama ini belum atau sama sekali tidak bergerak di bidang ekonomi, toh dengan adanya ribuan amal usaha yang dimiliki, adalah bukti bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan sosial kemasyarakatan juga bergerak di bidang ekonomi tersebut.
Masukannya ekonomi ke dalam pilar persyarikatan, berarti Muhammadiyah ingin lebih mengembangkan dan memajukan ekonomi persyarikatan khususnya dan umat pada umumnya. Utamanya adalah untuk meningkatkan daya saing umat Islam di bidang ekonomi, yang memang jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi umat lain, sangat jelas perbedaannya.
Untuk itu Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah harus melakukan langkah yang tepat untuk mengembangkan dan memajukan gerakan ekonomi persyarikatan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan MEK adalah sebagai berikut:.
Pertama, MEK harus membuat semacam data base saudagar Muhammadiyah seluruh Indonesia, lengkap dengan identitas dan gerak bisnisnya serta bila perlu mencantumkan kategori asset dan omset masing-masing saudagar. Langkah ini tentu akan memudahkan para saudagar dalam menjalin hubungan bisnis satu sama lain. Bahkan dengan data base itu Muhammadiyah secara organisasi bisa menyambungkan dan menghubungkanya dengan pihak-pihak lain baik internasional maupun nasional untuk bekerjasama di bidang ekonomi tertentu.
Kedua, cukup saja prioritas MEK kedepan adalah membangun bisnis ekonomi tengahan ke bawah, retail. Yaitu dengan memanfaatkan keunggulan dari masing-masing daerah atau wilayah. Seperti Surya Mart atau sejenis mini market baik itu dikelola oleh organisasi maupun yang dikelola oleh pribadi, atau hasil sinergi antara organisasi dan individu di berbagai daerah. Pada ranah ini, Muhammadiyah punya potensi besar. Tinggal bagaimana daerah atau wilayah tertentu menjalankannya dengan profesional. Kalau ingin lebih profesional, organisasi harus menggandeng saudagar-saudagar setempat. Bisa jadi kepemilikan bisnis tersebut 100% persyarikatan, bisa juga kepemilikanya dibagi sesuai modal atau sesuai kesepakatan di awal.
Ke depan, MEK bisa saja mengeluarkan kebijakan bahwa setiap Pempinan Daerah Muhammadiyah (PDM) harus memiliki minimal satu unit usaha bisnis. Akan lebih baik lagi jika kebijakan itu diperuntukkan pada tingkat Cabang (PCM). Dengan upaya tersebut, tak hayal tingkat ekonomi Muhammadiyah akan lebih berjaya dibanding dengan sekarang.
Ketiga, dalam rangka menyelesaikan problem ekonomi persyarikatan dan umat, dan dengan melihat dua sistem ekonomi yang merajai, yaitu kapitalis dan jejaring, maka sudah seharusnya Muhammadiyah juga bergerak di bidang perbankan. Sebenarnya upaya itu sudah pernah dilakukan oleh Muhammadiyah. Namun karena mengalami kegagalan, sepertinya persyarikatan sudah trauma bergerak di bidang perbankan itu. Bagi saya, dan seharusnya sikap ini dimiliki oleh saudagar dan penggerak ekonomi Muhammadiyah, gagal sekali ya dicoba sekali lagi. Karena kegagalan itu bisa berubah menjadi kesuksesan jika kemudian hari ada upaya untuk membenahinya. Kalau kaitannya dengan organisasi, maka yang perlu diubah dan diperbaiki adalah sistemnya. Memang prinsip kesuksesan itu jangan sampai jatuh pada lubang yang sama. Namun melihat perputaran uang diperbankan yang mencapai triliunan, mengapa Muhammadiyah tidak mencoba lagi itu? Hari ini, jika benar Muhammadiyah ingin melebarkan sayap di bidang perbankan, itu sudah terlambat. Akan tetapi labih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.• (gsh)