Ajaran Nabi Tentang Peristiwa Gerhana Matahari

gerhana

Berdasarkan perhitungan astronomi, pada tanggal 9 Maret tahun 2016 akan terjadi gerhana matahari total (GMT). Peristiwa GMT terjadi jika pada saat puncak gerhana, piringan Matahari ditutup sepenuhnya oleh piringan Bulan dimana kerucut umbra mengenai bumi. Beberapa kawasan di indonesia dilewati oleh GMT sehingga dapat fenomena langka ini dapat diamati dengan langsung. Kota-kota yang akan terlewati GMT adalah Palembang, Bangka Belitung, Palangkaraya, Balikpapan, Palu, Poso, Luwuk, Ternate dan Halmahera. Durasi waktu GMT terlama akan terjadi di kota Luwuk dengan waktu 2 menit 50 detik. Pertanyaanya, bagi umat Muslim apa yang harus dilakukan ketika mengalami peristiwa gerhana sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad.

Menurut riwayat dalam hadis, pada masa Nabi pernah terjadi gerhana matahari. Peristiwa gerhana ini dikaitkan dengan meninggalnya putera Nabi yaitu Ibrahim yang berusia 1 tahun 10 bulan. Ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari al-Mughirah Ibn Syu‘bah,
انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يوم مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فقال الناس انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إبراهيم فقال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حتى يَنْجَلِيَ [رواه البخاري]
Artinya, Berkata (al-Mughirah Ibn Syu‘bah): Terjadi gerhana matahari pada hari meninggalnya Ibrahim. Lalu ada orang yang mengatakan terjadinya gerhana itu karena meninggalnya Ibrahim. Maka Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah dan kerjakan salat sampai matahari itu terang (selesai gerhana) [HR al-Bukhari].

Hadis diatas menjelaskan bahwa peristiwa gerhana adalah tanda kekuasaan Allah, suatu peristiwa alamiah yang bias terjadi beberapa kali dalam setahun. Tidak ada berhubungan dengan nasib, hidup maupun matinya seseorang. Nabi menuntunkan apabila muslim laki-laki maupun perempuan mengalami peristiwa gerhana dituntunkan melaksanakan shalat gerhana. Gerhana yang dimaksud meliputi gerhana total, sebagian dan cincin.
Pelaksanaan shalat gerhana didirikan pada saat terjadinya gerhana dan oleh orang yang mengalami gerhana. Sebagai contoh kasus gerhana matahari 9 Maret 2016, di Yogyakarta akan terjadi gerhana matahari sebagian dimulai pukul 06:20:32 WIB dan berkhir pukul 08:35:16 WIB. Maka pelaksanaann shalat gerhana dapat dilakukan diantara dua waktu tersebut, atau dengan durasi selama 2 jam 14 menit 44 detik.

Shalat gerhana dilaksanakan secara berjamaah, tidak didahului dengan azan atau iqamah. Dilaksanakan dengan dua rakaat, pada setiap rakaat melakukan rukuk, qiyam dan sujud dua kali. Shalat gerhana boleh dilakukan di tanah lapang atupun di dalam masjid. Urutan tata cara shalat gerhana sebagai berikut:
1. imam menyerukan ash-shalatu jami‘ah.
2. imam mengucap takbir lalu membaca al-Fatihah dan surat panjang dengan jahar.
3. rukuk dengan membaca tasbih yang lama
4. mengangkat kepala dengan membaca sami‘allahu liman Hamidah rabbana wa lakal-Hamd
5. berdiri lurus, lalu membaca al-Fatihah dan surat panjang tetapi lebih pendek dari yang pertama
6. rukuk sambil membaca tasbih yang lama tetapi lebih singgkat dari yang pertama,
7. bangkit dari rukuk dengan membaca sami‘allahu liman Hamidah rabbana wa lakal-Hamd
8. sujud
9. duduk diantara dua sujud
10. sujud
11. berdiri lurus mengerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama.
12. salam

Urutan shalat gerhana diatas berdasarkan hadis,
عن عَائِشَةَ زَوْجِ النبي صلى الله عليه وسلم قالت خَسَفَتْ الشَّمْسُ في حَيَاةِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَخَرَجَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إلى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ الناس وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فقال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قام فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى من الْقِرَاءَةِ اْلأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً هو أَدْنَى من الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ -ولم يذكر أبو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ- ثُمَّ فَعَلَ في الرَّكْعَةِ اْلأُخْرَى مِثْلَ ذلك حتى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ ]رواه مسلم[
Artinya, Dari ‘Aisyah, isteri Nabi saw, (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada masa hidup Nabi saw. Lalu beliau keluar ke mesjid, kemudian berdiri dan bertakbir dan orang banyak berdiri bersaf-saf di belakang beliau. Rasulullah saw membaca (al-Fatihah dan surat) yang panjang, kemudian bertakbir, lalu rukuk yang lama, kemudian mengangkat kepalanya sambil mengucapkan sami‘allahu liman Hamidah rabbana wa lakal-Hamd, lalu berdiri lurus dan membaca (al-Fatihah dan surat) yang panjang, tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian bertakbir lalu rukuk yang lama, namun lebih pendek dari rukuk pertama, kemudian mengucapkan sami‘allahu liman Hamidah rabbana wa lakal-Hamd, kemudian beliau sujud. Sesudah itu pada rakaat terakhir (kedua) beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama, sehingga selesai mengerjakan empat rukuk dan empat sujud [HR. Muslim].

Setelah selesai mekasanakan salat gerhana lalu imam berdiri menyampaikan khutbah satu kali yang berisi nasihat serta peringatan terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah serta mengajak memperbanyak istigfar, sedekah dan berbagai amal kebajikan. Dasar khutbah setelah shalat gerhana,
عَائِشَةَ أنها قالت خَسَفَتْ الشَّمْسُ في عَهْدِ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّى رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالنَّاسِ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ قام فَأَطَالَ الْقِيَامَ وهو دُونَ الْقِيَامِ اْلأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وهو دُونَ الرُّكُوعِ اْلأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ثُمَّ فَعَلَ في الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ما فَعَلَ في اْلأُولَى ثُمَّ انْصَرَفَ وقد انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ الناس فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عليه ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ لاَ ينخسفان لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ فإذا رَأَيْتُمْ ذلك فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا . . . [رواه البخاري ومسلم]
Artinya, Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) bahwa ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw. Lalu beliau salat bersama orang banyak. Beliau berdiri dan melamakan berdirinya kemudian rukuk dan melamakan rukuknya, kemudian berdiri lagi dan melamakan berdirinya, tetapi tidak selama berdiri yang pertama. Kemudian beliau rukuk dan melamakan rukuknya, tetapi tidak selama rukuk yang pertama, kemudian sujud dan melamakan sujudnya. Kemudian pada rakaat kedua beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama. Kemudian beliau menyudahi salatnya sementara matahari pun terang kembali. Kemudian beliau berkhutbah kepada jamaah dengan mengucapkan tahmid dan memuji Allah, serta berkata: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, salat dan bersedekahlah ... [al-Bukhari dan Muslim].

 

——————————
Rahmadi Wibowo Suwarno
Sekretaris Divisi Hisab dan Iptek MTT PP,
Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah dan Dirasah Islamiyah UAD.

Exit mobile version