Kemunculan kampanye HAM oleh kelompok LGBT dikatakan serupa dengan isu gender yang muncul pertama kali karena keberadaan penindasan terhadap kaum perempuan di Eropa dan Amerika. Isu gender atau penuntutan hak karena maraknya penindasan kaum wanita yang selama ini kita ketahui, telah menjadi sebuah gerakan sosial yang terorganisir. Hal ini diutarakan oleh Prof. Drs. Koentjoro Soeparno, MBSc. PhD., Psikolog Fakultas Psikologi UGM. Ia pun mewaspadai bahwa suatu hari kampanye kelompok LGBT ini akan berubah menjadi gerakan sosial yang lebih massif.
“Hebatnya, baik isu gender maupun, free sex dan LGBT ini berlindung di bawah Hak Asasi Manusia. Karena ada perlindungan dari HAM itulah kemudian isu gender berubah menjadi gerakan sosial. Takutnya LGBT juga demikian,” ungkap Prof Kuntjoro dalam forum diskusi terbatas di kantor PP Aisyiyah Yogyakarta.
Prof Kuntjoro pun menambahkan bahwa LGBT pun tidak bisa lepas dari kegiatan free sex atau pergaulan bebas. Perubahan yang terjadi, kemudian mendorong free sex menjadi perbincangan dimulai dari tahun1975 sejak diselenggarakannya konferensi di Kairo. Dalam konferensi tersebut seluruh dunia sepakat untuk membatasi pertumbuhan penduduk yang berakibat kepada mainstreaming penggunaan alat kontrasepsi. Karena kepentinganya lebih kepada rekreasi, kesenangan, maka orang banyak yang menggunakan alat kontrasepsi yang salah satunya adalah kondom. Dari situlah kemudian orang melakukan free sex.
“Digunakanya alat kontrasepsi ini adalah revolusi budaya yang sangat luar biasa. Dahulu orang melakukan hubungan seks untuk reproduksi. Setelah berlakunya alat kontrasepsi hubungan seks lebih mengarah kepada kepentingan rekreasi,” tambah Prof Kuntjoro.
Prof Kuntjoro pun melanjutkan bahwa pergeseran budaya ini terus berlanjut hingga kini.
“Dahulu orang banyak yang mengatakan onani dan masturbasi itu tidak boleh. Lama-lama orang sudah mulai terbiasa, tidak merasa risih dengan prilaku onani dan masturbasi. Jangan-jangan isu LGBT juga akhirnya demikian,” lanjutnya.
Ia pun memungkaskan bahwa bahkan menurut penelitian, tidak ada DNA manusia yang tidak jelas jenis kelaminya. “Kalau tidak laki-laki ya perempuan. Oleh karena itu LGBT adalah prilaku yang menyimpang dan harus diobati. Karena itu pertentangan dengan fitrah manusia,” pungkas Prof Kuntjoro. (gsh-ed Thari)