Yogyakarta– Fenomena LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) yang booming di Indonesia belakangan ini tidak bisa dipahami secara dangkal dan partikular. Di balik semua fenomena meluasnya LBGT dan kampanye melalui gerakan sosial yang massif, terdapat peran dan campur tangan politik HAM luar negeri Amerika Serikat (AS). Tidak dipungkiri, AS begitu gencar dalam mengkampanyekan legalisasi LGBT ke seluruh dunia, termasuk dengan membajak kebijakan-kebijakan PBB.
“Anggota Kongres maupun Senat AS sangat aktif mendorong pembijakan politik luar negeri Amerika Serikat yang pro-LGBT. Ada 6 dubes gay Amerika yang saat ini bertugas di Australia, Republik Dominika, Denmark, Spanyol, Vietnam, serta Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa. Istrinya berjenis kelamin laki-laki.” ujar rektor UMY itu dalam acara Forum Grup Discussion di gedung Pascasarjana UMY pada Jumat siang (26/02/2016).
Beliau mengutip pernyataan asisten Menteri Luar Negeri Urusan Demokrasi HAM dan Buruh, Tom Malinowski yang menegaskan bahwa, “Korporasi-korporasi besar diminta untuk mempromosikan Hak Asasi orang-orang LGBT di seluruh dunia. Di abad 21, pemerintah perlu dibantu gagasan, tenaga, dan dukungan para pemimpin bisnis, inovator, interpreneur untuk mendukung orang-orang LGBT. Kita harus tegar menghadapi ketidakadilan terhadap orang-orang LGBT di seluruh dunia.”
Tak hanya itu, Prof. Bambang Cipto juga mengutip pernyataan resmi Menlu AS John Kerry dalam pengumuman Special Envoy for the Human Rights of LGBT reasons, sebagai berikut; “Kita harus membatalkan Undang-undang yang melarang perkawinan sejenis di seluruh dunia. Kita bekerja dengan pemerintahan, masyarakat sipil, dan sektor swasta melalui global equity fund di seluruh dunia. Masih ada 75 negara yang menolak LGBT. Kita harus berjuang dan tetap aktif membela persamaan hak semua orang, tak peduli apapun orientasi sexual mereka.”
Perkara LGBT adalah urusan serius yang harus dihadapi dengan sebuah gerakan besar. Dikatakannya, “Saat ini pemerintah sangat tidak tegas untuk menolak.” Padahal menurutnya, pemerintah dengan beberapa negara lain yang masih menjunjung nilai-nilai moral harus berani menolak kebijakan AS dan politik HAM AS, seperti pada tahun 1990-an. Rumusan HAM menurut AS dan negara-negara Asia memiliki sisi perbedaan.
Di bagian akhir, rektor UMY bersama dengan seluruh peserta FGD akan segera mengupayakan adanya kebijakan yang bisa mempersempit dan menanggulangi meluasnya LGBT, di mulai dari lingkungan kampus. Forum menyepakati untuk memasifkan perlawanan ini melalui Asosiasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah, di seluruh Indonesia.
Turut hadir dalam forum antara lain Aris Fauzan, Winny S, Yeni Widowaty, Surwandono, Zuly Qodir, Adam Qodar, Anwar Kholid. Para peserta ini yang terdiri dari berbagai latar belakang keilmuan; agama, kedokteran, hukum, dan sosial, untuk melihat LGBT dari beragam perspektif. (Ribas)