Oleh: Deni Asy’ari
Bicara tentang kesuksesan dan keberhasilan dalam sebuah usaha, tentu banyak teori dan pendapat yang bisa dikupas. Bahkan jika melihat di berbagai stasiun televisi yang menyajikan program-program motivasi, tidak sedikit pandangan seorang motivator dalam menyampaikan trik-trik menuju kesuksesan. Dari sekian banyak pandangan dan teori, sebagian besar bertolak dari konsep material yang memang bisa dirasionalisasikan. Misalnya, teori disiplin, hemat, rajin, bekerja keras dan sebagainya.
Bagi sebagian besar kita, yang sudah berada dalam pintu kesuksesan, tentunya juga tidak lepas dari teori-teori di atas. Bahkan sering juga kita menasehati atau memberikan motivasi kepada teman, saudara maupun orang lain, dengan ajakan untuk bersikap disiplin dan rajin dalam menggapai kesuksesan sebagaimana yang mungkin kini telah digapainya.
Namun justru tidak sedikit pula mereka yang belum mencapai keberhasilan ini, bukan karena belum menjalankan teori-teori keberhasilan di atas, bahkan sikap displin, rajin, berhemat dan sebagainya, juga sudah dilakukan sebagaimana kebanyakan orang-orang yang kini telah berhasil. Namun jalan menuju kesuksesan sepertinya masih jauh dari gapaian?
Memang persoalan yang seperti ini, jika dibawa pada ranah takdir, orang akan mudah menyebutkan kondisi yang demikian bagian dari takdir kita,sebab bukankah persoalan Jodoh, kematian dan rezki hanya urusan Allah yang lebih tahu dan menentukan semuanya?
Namun tentu, sebagai umat Islam, selain diperintahkan untuk memperkuat iman, juga memperkuat ikhtiar. Dua aspek ini bagian yang tidak bisa terpisahkan dalam menjalankan roda kehidupan kita. Manusia tidak bisa sekedar pasrah dengan sebuah kalimat “takdir” akan rezeki, jodoh maupun kematian. Namun tetap harus ada ikhtiar yang terus bergulir dalam usaha-usahanya menjalankan roda kehidupan.
Oleh karenanya, tulisan singkat kali ini, ingin mendiskusikan sisi lain yang bisa kita jadikan bagian dari ikhtiar dalam menuju kesuksesan. Sisi lain ini, justru berada di luar teori-teori kesuksesan yang seringkali kita tonton maupun kita dengar melalui para motivator. Padahal sesungguhnya teori yang akan kita diskusikan ini, bagian penting dalam sebuah teori besar kesuksesan yang tidak tampak di permukaan. Teori yang pertama adalah: (1) Sikap Penuh Bakti Kepada Orang Tua.
Dalam sebuah hadist, Rasulullah Saw bersabda “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua, dan murka Allah, bergantung kepada murkanya orang tua (HR.Bukhari). Artinya, bahwa jalan menuju keberhasilan yang diridhai Allah, sangat tergantung akan ridha nya orang tua terhadap prilaku dan kehidupan yang kita jalani. Tidak sedikit, kisah maupun fakta dalam kehidupan manusia ketika menemui sebuah masalah dan kesulitan, namun berkat bakti seorang anak terhadap orang tua, begitu banyak jalan yang diberikan oleh Allah dalam kehidupan kita.
Bahkan sering sekali jalan keluar yang kita temui dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi di luar logika dan akal sehat manusia. Namun karena sikap bakti terhadap orang tua, semua solusi dengan mudah Allah hadirkan bagi kehidupan kita. Mungkin masih ingat dalam ingatan kita cerita yang diriwayatkan ibnu Umar Ra tentang kisah 3 orang pemuda yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada kedua orang tuanya, namun akhirnya batu yang menutupi gua pun bergeser sedikit demi sedikit, hingga akhirnya 3 orang pemuda tersebut dapat keluar dari dalam gua.
Hal yang sama, juga pernah penulis rasakan, pada suatu waktu, ketika roda ekonomi kurang baik, namun keinginan untuk melanjutkan studi strata II begitu tinggi, sementara penulis juga harus memikirkan kehidupan orang tua di kampung halaman. Dan bertepatan 1 bulan jelang idul Adha, orang tua berharap penulis dapat membantu biaya Qurban-nya, sementara pada saat itu, penulis hanya menyimpan uang yang tidak lebih dari kebutuhan 1 ekor kambing untuk berkurban. Sementara 1 bulan ke depan, penulis harus memenuhi biaya pendidikan di Strata II yang jumlah senilai 8 ekor kambing.
Akan tetapi karena kewajiban berbakti kepada kedua orang tua lebih utama, dengan ikhlas, penulis pun rela untuk mengirimkan dana simpanan untuk biaya Qurban orang tua. Persoalan kemudian apakah penulis akan bisa melanjutkan studi Strata II atau sebaliknya, penulis sudah tidak berpikir serius lagi, sebab sangat mustahil dalam waktu dekat, penulis bisa memperolehnya biaya dengan jumlah yang begitu besar. Namun yang terpenting, pada saat itu adalah kepuasan bisa membantu kedua orang tua untuk melaksanakan ibadah Qurban.
Namun di balik semua itu, ternyata tepat pada hari H idul Adha, justru Allah memberikan jalan yang tidak disangka, dengan menghadirkan seseorang yang dikenal sebagai tokoh umat, untuk membantu biaya pendidikan penulis hingga selesai. Dan memang tanpa diduga dan tanpa bisa dirasionalisasikan melalui bakti kepada kedua orang tua, justru Sang Maha Kaya lebih memiliki banyak jalan kepada hamba-Nya.
Tentu, tidak sedikit cerita maupun kisah yang penulis temui dalam kehidupan terkait hal ini, begitu juga dengan kita semua, karena penulis yakin, masing-masing kita punya cara dan jalan, bagaimana mewujudkan bakti kepada kedua orang tua sebagaimana diajarkan dalam Islam seperti 1) bergaul bersamanya dengan penuh kebaikan 2) berkata dengan lemah lembut dan penuh hormat, 3) tawadhu’, 4) memberikan infaq ( biaya hidupnya) serta 5) mendoakan keduanya.
Oleh karenanya, tulisan ini melalui berbagai cerita bakti kepada orang tua, penulis ingin menyimpulkan, bahwa dari sekian banyak teori-teori tentang kesuksesan dan keberhasilan, bakti kepada orang tua adalah teori penting yang wajib dipenuhi sebelum menjalankan berbagai teori-teori modern lainnya. Tentu tidaklah ada artinya, jikalaupun kita berada dalam kesuksesan, namun jauh dari bakti kepada kedua orang tua, justru kesuksesan yang kita peroleh, bisa jadi ujian dan jauh dari keberkahan dari Nya, sebab bukankah dikatakan dalam hadist Rasulullah Saw di atas, bahwa pintu ke ridhaan Allah berada pada orang tua.
(2) Sikap Bersyukur
Bersyukur adalah sebuah ungkapan sekaligus sikap berterimakasih atas apa yang telah dianuggrahkan oleh Allah swt. Wujud syukur atas apa yang telah diwujudkan oleh Sang Khalik atas apa kita peroleh, sesungguhnya memiliki daya magnet yang kuat bagi kita untuk selalu menemukan jalan keberhasilan.
Sebab ada hukum resonansi yang akan bekerja atas ungkapan dan sikap syukur yang dilakukan. “Dimana semakin kita sering bersyukur, maka biasanya yang kita syukuri itu akan semakin sering menghampiri kita”. Sebaliknya, semakin kita sering mengeluh dan jauh dari rasa syukur, maka biasanya yang kita keluhkan itu justru akan semakin sering pula menghampiri kita. Jadi ada hukum tarik menarik dalam sikap seperti ini.
Maka misalnya kita sering mengeluh dengan rezeki yang didatangkan Allah sedikit, maka keluhan itu akan semakin sering menghampiri kita. Begitu pula kalau kita sering mengeluh mengenai kerjaan di kantor, maka yang kita keluhkan tersebut, akan semakin sering mendatangi kita. Atau kita mengeluh masalah pendapatan atau gaji yang kurang, maka biasanya yang kita keluhkan justru akan terus menghampiri kita. Begitulah seterusnya, dimana alam semesta sekedar mengirim balik persis apa yang ada dalam pikiran dan sikap kita.
Sebaliknya, jika rasa syukur ini kita lantunkan dan wujudkan secara terus menerus, maka sikap ini secara perlahan akan membuka tabir kebesaran Ilahi dan invisible hand di luar logika kita. Dimana kejutan demi kejutan atas rasa syukur yang kita lantunkan, secara perlahan akan selalu menghampiri kita. Misalnya kita bersyukur atas kesehatan, maka InsyaAllah kita akan semakin sehat, dan kita bersyukur atas rezeki atau gaji yang diperoleh, maka niscaya akan semakin bertambah penghasilannya. Jadi hukum resonansi dan tarik menarik akan berlaku melalui sikap syukur ini.
Oleh karenanya, dalam Al Qur’an disebutkan, “ Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu ( Qs 14:7). Jadi sangatlah tampak, jika sikap bersyukur bagian penting dari cara kita menggapai keberhasilan dan kesuksesan. Hanya saja, memang sikap bersyukur kadang tidak semudah kita mendiskusikan. Sebab tidak jarang, dalam menjalani kehidupan ini, berbagai kendala, tantangan, masalah, muncul begitu saja. Namun tentu semua itu, bukan untuk ditumpuk dalam sikap kegalauan dan keluh kesah, namun harus dicari dan dijawab dengan ungkapan dan sikap syukur yang relevan, karena bukankah di bawah kehidupan kita, masih banyak mereka yang jauh dari apa yang kita rasakan saat ini.
Semoga dua kunci keberhasilan yang kita diskusikan edisi ini, dapat memperkaya cara dan langkah kita menggapai kesuksesan dan keberhasilan di masa depan.