Oleh : Ruslan Fariadi, SAg, MSI
Dalam kajian Hadits ini dibahas tentang empat macam penyakit hati, yaitu; hasad (iri/dengki), ghadab (emosional/pemarah), ghibah (menggunjing), dan an-namimah (mengadu domba). Penulis melakukan takhrij Hadits, yaitu melacak sumber Haditsnya lalu dijelaskan sepintas tentang otentitas dan validitas Hadits disertai dengan ulasan singkat tentang makna Hadits (fiqh al-Hadits) yang dibahas.
Hasad
Sebagaimana disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hasad berarti dengki atau kedengkian. Sedangkan menurut istilah, hasad yaitu; perasaan tidak senang terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada orang lain, serta berharap hilangnya nikmat Allah dari orang tersebut.
Hasad merupakan salah satu jenis penyakit hati yang sangat berbahaya, bahkan merupakan racun amal, yang dapat menyebabkan amal kebaikan seseorang musnah laksana kayu dimakan api. Sifat hasad merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan atau mental, karena orang yang hasad akan merasa gelisah hatinya ketika melihat orang lain bahagia atau memperoleh kesuksesan. Hasad juga merupakan salah satu penyakit tertua dalam sejarah kehidupan dan peradaban manusia. Karena faktor hasad pula Qabil rela membunuh saudaranya yang bernama Habil. Karena itu, wajar jika dalam banyak Hadits dijelaskan tentang bahaya penyakit hasad ini.
Dalam sebuah Hadits yang cukup populer disebutkan;
“Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda: “Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kabaikan seperti api memakan kayu bakar.” (HR Abu Dawud).
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Abu Dawud dalam kitab Sunan-nya pada bab “Fi al-Hasad” nomor 4257. Jika dilihat dari aspek sifat sanadnya, Hadits ini muttashil (bersambung), serta seluruh rawi yang terdapat dalam sanad Hadits tersebut dinilai sebagai rawi yang berkualitas dengan beragam komentar yang dikemukakan oleh para kritikus rawi (ulama’ Jarh dan ta’dil) seperti penilaian tsiqah (kredibel), fi ats-tsiqah (dimasukkan kategori rawi yang tsiqah), shaduq (jujur) dan beberapa penilaian positif lainnya. Namun, di antara rawi yang bernama Ibrahim bin Abi Asid dan sahabat Abu Hurairah terdapat seorang rawi dari kalangan tabi’in yang tidak disebutkan nama dan identitasnya, sehingga ia termasuk kategori rawi yang majhul (tidak dikenal), yaitu kakek dari Ibrahim bin al-Asid. Menurut ilmu jarh dan ta’dil, Hadits tersebut memiliki unsur kecacatan jika dilihat dari aspek sanadnya, karena adanya rawi yang tidak dikenal nama maupun identitasnya.
Namun terkait dengan bahaya penyakit hasad, imam Abu dawud juga meriwayatkan Hadits dari sumber yang berbeda (syahid), sebagaimana terdapat dalam kitab Sunan-nya pada bab al-Hasad, Hadits nomor 4258, sebagai berikut:
“Dari Anas ….. Sesungguhnya Rasulullah saw pernah bersabda: “Janganlah kalian perberat diri kalian hingga Allah akan memperberatmu. Sungguh, ada suatu kaum yang suka memperberat diri mereka lalu Allah memperberat bagi mereka. Itulah pewaris-pewaris mereka yang ada di dalam biara-biara dan tempat peribadatan. Firman Allah: (Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya….)’ (Qs. Al-Hadid: 27). Keesokan harinya Abu Umamah (bapakku) pergi menemui Anas, Anas lalu berkata, “Tidakkah kamu berkendaraan hingga kamu dapat melihat dan mengambil pelajaran?” Abu Umamah menjawab, “Baiklah.” Lalu mereka pergi, dan ternyata mereka berada pada sebuah perkampungan yang penduduknya telah binasa, dan musnah, atap-atap pada bangunannya juga telah berjatuhan. Anas bertanya, “Apakah kamu tahu kampung ini?” aku (Abu Umamah) menjawab, “Aku tidak tahu tentang kampung dan penduduk daerah ini.” Anas menerangkan, “Ini adalah perkampungan suatu kaum yang Allah telah membinasakan mereka karena sifat melampaui batas (kedzaliman) dan hasad (dengki). Sesungguhnya hasad dapat memadamkan cahaya kebaikan, dan sifat melampaui bataslah (kedzaliman) yang akan membenarkan hal itu atau mendustakannya. Mata berzina, maka tangan, kaki, dan badan, lisan dan kemaluanlah yang akan membenarkan hal itu atau mendustakannya.” (HR. Abu Dawud).
Hadits ini termasuk kategori Hadits hasan, karena adanya penilaian terhadap seorang rawi yang menunjukkan kualitas hafalannya yang tidak terlalu kuat (qalla ad-Dhabti). Hal ini dapat dilihat dari aspek sanadnya yang bersambung (muttashil), seluruh rawi yang terdapat dalam sanad Hadits tersebut dinilai tsiqah, tsiqah ma’mun (tsiqah lagi terpercaya), al-Hafiz (penghafal Hadits), hanya Imam an-Nasa’i yang menilai Ahmad bin Shalih dengan penilaian laisa bi qawi (tidak begitu kuat), sedangkan ulama’-ulama’ ahli Hadits lainnya menilai beliau tsiqah dan beberapa bentuk penilaian positif lainnya. Terlebih lagi matan Hadits tersebut dikuatkan oleh jalur periwayatan lainnya.
Kedua Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud di atas, memiliki syahid (Hadits pendukung) yang diriwayatkan oleh imam Ibnu majah pada kitab Zuhud, bab Hasad, nomor 4200, dari jalur Anas bin Malik ra sebagai berikut:
“Dari Anas, bahwa Rasulullah saw (beliau) bersabda: “Kedengkian akan memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar, dan sedekah akan menghapus kesalahan sebagaimana air dapat mematikan api. Shalat adalah cahaya seorang mukmin, sedangkan puasa adalah perisai dari api neraka.” (HR. Ibnu Majah).
Seluruh rawi yang terdapat dalam sanad Hadits tersebut dinilai baik seperti tsiqah, dhabit, dan lainnya, kecuali Muhammad bin Ismail dinilai Laisa bihi ba’sun (tidak ada masalah dengannya), tetapi persyataan ini masih dalam kriteria adil, sedangkan Isa bin Maisarah dinilai oleh Yahya bin Ma’in; La yuktab Haditsuhu (tidak ditulis Haditsnya), Abu Dawud as-Sajastani menilainya: Matrukul Hadits (Haditsnya ditinggalkan), Ahmad bin hambal: La yusawi syai’an (tidak menyamai sesuatu). Dengan demikian, Hadits ini tergolong Hadits yang lemah (dha’if).
Selain Hadits-Hadits tersebut di atas, masih terdapat beberapa Hadits lain yang berbicara tentang bahaya hasad, antara lain Hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i dari sahabat Abi Hurairah ra, sebagai berikut:
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan berkumpul di neraka, seorang muslim yang membunuh orang kafir kemudian bersikap istiqamah dan berlaku sederhana, dan tidak akan berkumpul dalam diri orang yang beriman, debu di jalan Allah dan panasnya Jahannam, dan tidak akan berkumpul di hati seorang hamba, keimanan dan rasa dengki.” (HR. an-Nasa’i).
Imam an-Nasa’i meriwayatkan Hadits tersebut pada bab “Fadlu man ‘amila fi sabilillah ‘ala qadamihi” (keutamaan beramal di jalan Allah dengan berjalan kaki), nomor 3058. Hadits ini termasuk kategori Hadits shahih, karena telah memenuhi syarat-syarat Hadits shahih, yaitu; ittishalus sanad (sanadnya bersambung), ‘adalatur ruwah (rawinya adil), dhabtur ruwah (rawinya dhabit), ghairus syaz (tidak bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat), dan ghairu ‘illah (tidak memiliki unsur kecacatan). Para rawi yang terdapat dalam sanad Hadits tersebut dinilai oleh para ulama’ Hadits dengan penilaian yang positif seperti; tsiqah, tsiqah tsabat, shaduq, tsiqah shaduq, mustaqimul Hadits (Haditsnya lurus), bahkan di antara para rawi Hadits ini terdapat beberapa rawi yang menjadi sumber periwayatan Hadits Imam al-Bukhari dan Muslim.• Bersambung