Kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah seharusnya diambil dengan pertimbangan yang matang. Hal ini seharusnya juga berlaku pada kebijakan terkait proyek Kereta Api Cepat yang digagas oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Begitulah intisari pandangan Muhammadiyah yang diutarakan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr H Muhammad Busyro Muqoddas saat Diskusi Publik “Pro Kontra Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung” di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, tangal 05 Februari lalu.
Muhammadiyah, kata Busyro, mempertanyakan siapa yang harus bertanggung jawab atas proyek Kereta Api Cepat yang diperkirakan memakan biaya lebih dari 70 triliun itu. “Apakah ini proyek G to G (government to government) atau B to B (business to business)?”. Menurut Busyro, Karena tidak ada transparansi, semakin hari, proyek yang prosesnya super cepat ini semakin mengundang banyak tanggapan dari berbagai kalangan
Oleh karena itu, mantan ketua KPK ini mengharapkan fungsi kontrol dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia harus benar-benar dilakukan. Pemerintah juga harus mempertimbangkan kembali terkait proyek Kereta Api Cepat ini. “Kalau tidak layak, pemerintah harus sadar. Kalau tidak, itu bentuk pengabaian yang bertentangan dengan HAM,” ujarnya menegaskan.
Sementara itu, di forum yang sama, dosen Institut Teknologi Bandung Harun Al Rasyid Lubis mengatakan, proyek Kereta Api Cepat ini akan membawa pertumbuhan ekonomi terutama di jalur yang dilaluinya. Dibandingkan pesawat, kerat api cepat ini bisa delapan sampai sembilan kali lebih efisien. Walau begitu, agar proyek ini benar-benar bisa menumbuhkan dampak ekonomi yang siginifkan, ada syarat yang harus diimplementasikan oleh pemerintah. Yaitu, proyek ini harus ada grand design yang diteruskan sampai Surabaya.
Kepala Program Master dan Doktor Teknil Sipil ITB ini menjelaskan, jika Kereta Api Cepat dibangun, juga diperkirakan akan berdampak pada berkurangnnya penggunaan angkutan antar kota yang melewati jalan tol. Hal ini dikarenakan, perjalanan Jakarta-Bandung menggunakan Kereta Api Cepat dapat ditempuh dalam waktu 45 menit.
Ahli Geofisika Surono, dalam diskusi publik ini, me-ngatakan, semua persoalan yang terkait dengan proyek Kereta Api Cepat harus diteliti dan diselidiki dengan cermat. “Agar resikonya bisa dikurangi,” ujarnya. Penelitian dan penyelidikan yang mesti dilakukan, kata dia, yaitu penyelidikan tentang kebencanaan dan lingkungannya.
“Berapa sih kedalaman tanah? Kenal gak muka air tanah? Ini barang mau dibawa kemana? Tempat pembuang-an kemana? Apakah tidak mengganggu?” ucap Surono yang banyak memunculkan pertanyaan atas proyek yang akan digarap oleh perusahaan yang berasal dari Republik Tiongkok itu.
Surono juga menyoal tanah yang akan diambil untuk membuat jalur Kereta Api Cepat itu. “Bermasalah gak itu? Izinnya gimana?” katanya mempertanyakan lagi. “Jawa Barat ini, kalau juara-juara longsor itu, nomor satu, dan selalu,” terang dia.
Ia juga mewanti-wanti di kilometer 86-92 Jakarta-Ban-dung ada batuan lempung. “Itu di atasnya bisa ‘bergerak’. Itu harus hati-hati. Pondasinya harus bagus-bagus. Ini (batuan lempung) kalau kena panas pasti pecah,” katanya menegaskan.
Di pihak lain, anggota Komisi V DPR RI, A Bakrie HM mengemukakan, ada banyak hal yang dilanggar dalam proyek Kereta Api Cepat ini. “Masih ada persyaratan yang belum dipenuhi,” katanya. Karena itu DPR RI akan mengawasi proyek itu. “Ini amanah dari rakyat. Saya ragu, terus terang saja, kegiatan ini (proyek Kereta Api Cepat), apakah terus atau tidak,” tuturnya.
Menurut Bakrie, pembangunan yang harus dilakukan oleh Pemerintah seharusnya di daerah yang kondisinya masih buruk. “Masih banyak infrastruktur yang harus dibangun di daerah lain,” tegas dia yang menyesalkan.
Di sisi lain, Unit Advokasi Kebijakan dan Pembelaan Hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Muhnur Satia Prabu menerangkan, yang menerima manfaat terbesar proyek Kereta Api Cepat adalah bukan masyarakat luas. “Yang menerima benefit kereta cepat adalah kelas menengah-atas,” jelas Muhnur.
Selain itu proyek ini menurut Munhur juga membawa satu ancaman yang besar terhadap kelangsungan sumber daya alam jika proyek Kereta Api Cepat dibangun. “Akan ada ribuan hektar peralihan fungsi dari sawah ke perumahan. Proyek ini Ini mengancam ketersediaan air” tegasnya. Ia pun memandang, proyek ini melanggar Undang-Undang Tata Ruang.
Tak hanya itu, proyek Kereta Api Cepat pun, menurut Muhnur, juga bertentangan dengan Undang-Undang Lingkungan. Karena itu, ia mengatakan, proyek ini tidak cukup dengan Amdal (Analisis Dampak Lingkungan). Ia menuturkan, Pemerintah menggunakan Amdal agar proyek ini bisa cepat dikerjakan.
Dari sisi regulasi, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, menilai proyek Kereta Api Cepat ini perlu dipertanyakan dengan serius. Banyak item, kata dia, yang belum dipenuhi oleh perusahaan pelaksana proyek Kereta Api Cepat ini.
Linear dengan hal itu, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia, Danang Parikesit menyatakan, ada semacam paradoks dalam cara berpikir di publik. Menurut Danang, Pemerintah cukup menyediakan 7 triliun atau sepuluh kali lipat lebih murah. Yakni, Kereta Api yang sudah ada ini bisa dibuat lebih cepat perjalanannya yaitu sekitar 75 menit Jakarta-Bandung dari waktu tempuh biasanya. Percepatan jarak tempuh ini, bisa dilakukan dengan cara penguatan kualitas kereta yang ada dan pelurusan jalur kereta Jakarta-Bandung.
Dan ini, sebenarnya tidak begitu jauh dengan Kereta Api Cepat yang akan dibangun perusahaan yang mampu menempuh perjalanan Jakarta-Bandung sekitar 45 menit. “Artinya pemerintah harus membuktikan kita mendapatkan manfaat sepuluh kali lipat,” tuturnya.
Salah satu pengurus LHKP PP Muhammadiyah, Yono Reksoprodjo malah mempertanyakan apakah proyek Kereta Api ini sebenarnya dibutuhkan atau tidak.
“Apakah Bandung satu tujuan yang benar, satu tujuan yang cocok?” ujar Yono yang mempertanyakan proyek ini. Menurutnya, Bandung patut dipertanyakan terkait kemampuannya dalam menyangga dampak dari proyek ini.
Lebih lanjut Yono juga menyatakan ada yang tidak biasa dalam proyek ini. “Kok Cina menggebu-gebu! Ada apa ini? Apakah adanya keterkaitan geopolitik?” ujar Yono yang juga dosen di Universitas Pertahanan Indonesia.
Menurut pengamatan Yono, jika terjadi perseturuan antara Republik Tiongkok dan Amerika di kawasan Laut Cina Selatan, Indonesia akan dianggap strategis dan sa-ngat penting perannya. “Cina memiliki kepentingan menarik Indonesia,” ucap dia kepada Suara Muhammadiyah seusai diskusi publik.
Ia menjelaskan, Republik Tiongkok menginginkan Asean dan Indonesia tidak turut campur dalam perseteruannya. Bahkan, secara natural, Republik Tiongkok sangat berharap Indonesia ada di barisannya nanti.
Menurutnya, Indonesia saat ini harus lebih fokus pada pelesuan perekonomian yang berlangsung. Kalaupun proyek Kereta Api Cepat ini benar dikerjakan, ia mengharapkan, keindahan alam yang ada, bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi pengembangan bisnis yang saling berkaitan dengan Kereta Api. Di Republik Tiongkok sendiri, perjalanan menggunakan Kereta dari Beijing ke Shanghai sepanjang 800 Km, justru menjadi wisata tersendiri bagi penumpangnya.
Namun, dari semua itu, Yono mewanti-wanti kepada Pemerintah Indonesia. “Tidak ada investasi dari luar yang bisa menyamai style, dari gaya orang cina melakukan investasi. Dia datang kesini, dia taruh uang, dia enggak minta jaminan apa-apa, pakai aja uangnya,” papar Yono. Dan proyek Kereta Api Cepat itu, kata dia, adalah memang didanai dengan dana hutang.
Dari sisi kajian kebijakan, Yono memberitahukan, Muhammadiyah mencoba melihat apakah proyek ini memiliki nilai hikmah atau tidak. “Kalau ada nilai harkat yang lebih baik maka kenapa tidak?” katanya. “Kita tidak akan setuju kalau dilakukan tanpa satu perhitungan yang baik, yang benar”. Dan sebaliknya, ucap dia, Muhammadiyah pasti setuju kalau ini dilakukan dengan perhitungan yang baik dan tepat.
“Tolong dipertimbangkan,” katanya. Selain itu, Yono pun mempertanyakan mengapa jika Pemerintah Indonesia memiliki dana yang besar tidak membangun proyek lain di daerah selain di Pulau Jawa. “Secara pribadi, kalau saya mau bikin ini (Kereta Api Cepat), saya lebih milih bangun itu di Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan.• (Ridlo Abdillah)